GHARIB
Menurut bahasa Garib berasal dari
kata “garaba” yang artinya asing.
Sedangkan menurut istilah, hukum bacaan gharib bisa dikatakan merupakan
bacaan yang tidak biasa di dalam Al-Qur’an karena samar, baik dari segi huruf,
lafadz, maupun maknanya.
Menurut salah satu pakar ahli
qira’ah Al-Qur’an, Syekh Abu Bakar Ashim bin Abin Najud atau lebih dikenal Imam
Ashim, hukum bacaan gharib dengan riwayat Imam Hafs, sebagaimana berikut ini :
1. Imalah
Adapun contoh hukum bacaan imalah,
berdasarkan riwayat Imam Hafs, di dalam Al-Qur’an hanya terletak pada satu
tempat yaitu pada Surat Hud ayat 41 :
وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرٰيهَا
وَمُرْسَاهَا
Cara membacanya yaitu dengan
mengganti bacaan “ro” menjadi “re” (agak ditekan dan disamarkan), sehingga
terdengar seolah dibaca “majreha”.
2. Isymam
Dalam riwayat Imam Hafs, hukum
bacaan isymam terletak pada satu tempat di dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surat
Yusuf ayat 11 :
قَالُوْا يَا أَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلٰى
يُوْسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُوْنَ
Lafadz asli :
لَا تَأْمَنُنَا
Seperti tulisannya yaitu “laa
ta’manna”, namun karena lafadz aslinya adalah “laa ta’manuna” maka huruf “nu”
(jika dibaca pasti bibir mecucu) yang disembunyikan cukup diisyaratkan dengan
mecucu atau memanjangkan kedepan.
Cara membacanya :
لَا تَأْمَنَّا
Jadi, cara membacanya adalah “laa
ta’manna” sambil mecucu atau memanjangkan kedua bibir ke depan pada pertengahan
gunnah “manna”.
3. Tashil
Misalnya dalam Al-Qur’an pada Surat
Fushilat ayat 44 :
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوْا
لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ ۖ آعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ
Lafadz asli :
أَأَعْجَمِيٌّ
Cara membacanya :
آعْجَمِيٌّ
Cara membacanya adalah dengan
menyambungkan dua hamzah qatha’ sehingga dibaca panjang “aa’jamiyyun”. Ini
dikarenakan dalam lafadz “aa'jamiyun” terdapat 2 hamzah qatha’ dalam terletak
berurutan, sedangkan llidah orang Arab cukup berat untuk melafadzkan “a’a’jamiyyun”,
sehingga dibaca panjang “aa’jamiyyun”.
4. Naql
Dalam riwayat Imam Hafs, hukum
bacaan naql terletak pada satu tempat di dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surat
Al-Hujurat ayat 11 :
بِئْسَ الْاِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْإِيْمَانِ
Cara membacanya :
بِئْسَ الاِسْمُ
Dalam kaidah ilmu qira’ah pada
lafadz “bi'salismu” terdapat 2 hamzah washal, yaitu hamzah pada al-ta’rif dan
hamzah pada lafadz “ismu”, sehingga kedua hamzah washal tersebut tidak perlu
dibaca ketika disambungkan dengan kalimat sebelumnya. Jadi, cara membacanya
bukan “bi’sal ismu”, tetapi “bi’salismu”.
5. Badal
Adapun macam-macam hukum bacaan
badal yang tergolong bacaan gharib atau asing terbagi menjadi 4 lafadz, yaitu :
Pertama, lafadz “ii’tuunii” hanya
terdapat pada Surat Al-Ahqaf ayat 4 :
قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ
أَرُوْنِيْ مَاذَا خَلَقُوْا مِنَ الْأَرْضِ أَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِي السَّمٰوَاتِ
ۖ ائْتُوْنِيْ بِكِتَابٍ مِنْ قَبْلِ هٰذَا أَوْ أَثَارَةٍ مِنْ عِلْمٍ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِيْنَ
Lafadz asli :
اِئْتُوْنِيْ
Cara membaca :
اِيْتُوْنِيْ
Cara membacanya yaitu apabila
diwaqafkan pada lafadz “as-samawat”, maka dibaca “ii’tuunii”, apabila
diwashalkan maka tetap dibaca sama seperti tulisan pada kalimatnya “fis
samawati’ tuunii”.
Lebih jelas bisa dilihat pada hukum bacaan
mad badal, baca lebih lanjut : Hukum Bacaan Mad Badal dan Contohnya.
Kedua, lafadz “yabsuthu”, misalnya
pada Surat Al-Baqarah ayat 245 :
وَاللهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Ketiga, lafadz “bashthoh”, misalnya
pada Surat Al-A’raf ayat 69 :
وَاذْكُرُوْا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ
قَوْمِ نُوْحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً
Cara membaca bacaan kedua dan ketiga
yaitu dengan menggunakan huruf sin, bukan huruf shod.
Keempat, lafadz “mushoitirin”,
misalnya pad Surat Al-Ghasyiyah ayat 22 :
لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ
Cara membacanya yaitu dengan
menggunakan huruf shod, bukan huruf sin.
6. Saktah
Saktah merupakan salah satu bacaan
waqof yang juga tergolong bacaan gharib. Waqaf saktah hanya terdapat pada 4
tempat di dalam Al-Qur’an, yaitu :
Surat Yasin ayat 52 :
قَالُوْا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا
ۜ هَٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ
Surat Al-Kahfi ayat 1 - 2 :
وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا ۜ قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا
Surat Al-Qiyamah ayat 27 :
وَقِيْلَ مَنْ ۜ رَاقٍ
Surat Al-Muthaffifin ayat 12 :
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا
يَكْسِبُوْنَ
Cara membacanya yaitu dengan waqaf
berhenti tanpa mengambil nafas selama sekitar 2 sampai 4 harakat kemudian
melanjutkan kalimat selanjutnya.
7. Mad dan Qashr
Menurut Imam Ashim yang diriwayat Imam Hafs, bahwa ada beberapa
bacaan yang tertulis panjang tetapi dibaca pendek, tertulis pendek tetapi
dibaca panjang. Semua itu merupakan bacaan gharib, sebagaimana berikut ini :
1. Bacaan Pendek Pada Lafadz “Ana”
Semua lafadz “ana” (dhomir atau kata
ganti orang pertama tunggal, yang berarti aku) dalam Al-Qur’an menurut riwayat
Imam Hafs dibaca pendek meskipun tulisan pada kalimatnya adalah panjang.
Misalnya pada surat Al-Kafirun ayat 4 :
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
2. Bacan Pendek Pada Lafadz Lain
Surat Ad-Dahr (Al-Insan) ayat 15 -
16 :
كَانَتْ قَوَارِيْرَا ـ قَوَارِيْرَ
Surat Al-Ahzab ayat 10 :
وَتَظُنُّوْنَ بِاللهِ الظُّنُوْنَا
Surat Al-Ahzab ayat 66 :
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوْهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُوْلُوْنَ
يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُوْلَا
Cara Membaca :
Ketiga lafadz tersebut jika dibaca
washal (terus) maka harus dibaca pendek :
قَوَارِيْرَ - الظُّنُوْنَ - الرَّسُوْلَ
Tetapi jika diwaqofkan maka harus
dibaca sukun :
قَوَارِيْرْ - الظُّنُوْنْ - الرَّسُوْلْ
7. Bacaan Penjang atau Pendek Pada
Lafadz "Malik"
Para ulama' ahli qira'ah memiliki
perbedaan dalam membaca lafadz "malik", misalnya salah satu contoh
pada Surat Al-Fatihah ayat 4 :
مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
Cara membacanya boleh dibaca seperti
dibawan ini :
مَالِكِ - مَلِكِ
Banyak ulama; ahli qira'ah yang
memendekkan huruf mim. Sedangkan Imam Ashim dalam riwayat Imam Hafs memanjangkannya,
dengan alasan bahwa lafadz "malik" pada Surat Ali Imron ayat 26
dipanjangkan mimnya dengan alif.
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ
مَنْ تَشَاءُ
Selain itu, alasan lainnya Imam
Ashim adalah lafadz "malik" dengan alif (dibaca panjang) berarti
Tuhan yang memiliki, sedangkan lafadz "malik" dengan tanpa alif
(dibaca pendek) berarti penguasa.
8. Shilah
Adapun hukum bacaan shilah yang
termasuk bacaan gharib, bisa dilihat pada keterangan Hukum Bacaan Mad Shilah
(Mad Shilah Thawilah dan Mad Shilah Qashirah).
9. Ar-Rum : 54
Surat Ar-Rum ayat 54 :
اللهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ
مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً
Dalam surat tersebut ada 3 lafadz
"dho'fi" yang diulang-ulang. Para ulama' ahli qira'ah sendiri berbeda
pendapat dalam memberikan harakat pada huruf dhod, ada yang berharakat fathah
dan ada yang berharakat dhommah.
Imam Hamzah, Imam Syu'bah (kedua
periwayat Imam Ashim), dan imam lainnya memberi harakat fathah huruf dhod pada
lafadz itu. Sedangkan Imam Hafs (juga periwayat Imam Ashim) membolehkan harakat
fathah dan dhommah pada huruf dhod.
10. Surat Taubah
Mayoritas para
ulama' tidak menganjurkan membaca basmallah saat membaca Surat At-Taubah, bukan
berarti haram, hanya tidak dianjurkan.
MUSKILAT
Musykilat adalah bacaan-bacaan yang
antara tulisan dengan cara membacanya berbeda. Hal ini bertujuan agar kita
dalam membacanya lebih berhati-hati dan terhindar dari kesalahan membaca.
Sebab terjadinya perbedaan :
Ada huruf yang tertulis tapi dibaca
dengan suara atau bunyi lain
Ada huruf dalam kata tertulis tapi
tidak dibaca.
Ada tanda shifir (bulatan kecil di
atas alif) ada 2 yaitu :
Shifir Mustadhir ; bulatan kecil di
atas huruf alif yang berada di tengah kata sehingga huruf alif tersebut tidak berfungsi dan
dibaca pendek.
Shifir Mustahil : bulatan lonjong
kecil di atas alif yang berada di akhir
kata yang memiliki fungsi jika waqaf maka dibaca panjang dan jika washol dibaca
pendek
Jenis-jenis bacaan musykilat :
1. Perubahan suara
yaitu suara huruf ص di ganti dengan suara huruf س,
Ini berada di 3 tempat :
QS.Al-Baqarah ayat 245,
QS.Al-A’raf ayat 69, dan
QS.Ath-thur ayat 37 (yang ini boleh
dibaca tetap ص atau di ganti dengan س)
2. Huruf ro’ dibaca tebal.
Biasanya jika
ada Ro’ Sukun didahului dengan harakat kasrah, maka Ro’ tersebut dibaca tipis,
tetapi pada kata-kata tertentu justru harus dibaca tebal
No comments:
Post a Comment