Saturday, 28 August 2021

Belajar Bahasa Ahli Surga (Arab) Dengan Nahwu Shorof

 Mata Pelajaran            : Shorof (Jurmiyah)

Materi                          : Tsulasi Mujarrod

Pemateri                      : Ust. Yunus, S.E.I.

 

Tsulasi Mujarrod “الثُلَاثِي المُجَرَّدُ” (fi’il yang tersusun dari tiga huruf saja tanpa ada pengulangan huruf/tambahan huruf), wazan-wazan dari Tsulasi Mujarrod dibagi menjadi enam bab, sebagai berikut:

فَعَلَ-يَفْعُلُ

فَعَلَ-يَفْعِلُ

فَعَلَ-يَفْعَلُ

فَعِلَ-يَفْعَلُ

فَعُلَ-يَفْعُلُ

فَعِلَ-يَفْعِلُ

Perhatikanlah perubahan harokat pada ‘ain fi’il di setiap pembagian di atas, keenam pembagian di atas adalah pola resmi yang biasa dipakai dalam merubah bentuk setiap kata dalam bahasa Arab.

Akhlak; Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat (Kitab Ta’lim Al-Muta’alim)

 Mata Pelajaran            : Akhlak (Ta’lim AL-Muta’alim)

Materi                          : Syarat-syarat Ilmu Yang Dipilih.

Pemateri                      : Ust. Kharisman, S.Pd.I.

 

Mengagungkan Ilmu Dan Ahli Ilmu

 

Mengagungkan ilmu

 

Penting diketahui, Seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya dapat bermanfaat, selain jika mau mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya.

 

Ada dikatakan : “Dapatnya orang mencapai sesuatu hanya karena mengagungkan sesuatu itu, dan gagalnya pula karena tidak mau mengagungkannya. “Tidaklah anda telah tahu, manusia tidak menjadi kafir karena maksiatnya, tapi jadi kafir lantaran tidak mengagungkan Allah.

 

Mengagungkan Guru

 

Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu menghormati pada sang guru. Ali ra berkata: “Sayalah menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, di merdekakan ataupun tetap menjadi hambanya.”

 

Dalam masalah ini saya kemukakan Syi’irnya:

 

Keyakinanku tentang haq guru, hak paling hak adalah itu

 

Paling wajib di pelihara, oleh muslim seluruhnya

 

demi memulyakan, hadiah berhak di haturkan

 

seharga dirham seribu, tuk mengajar huruf yang Satu

 

Memang benar, orang yang mengajarmu satu huruf ilmu yang diperlukan dalam urusan agamamu, adalah bapak dalam kehidupan agamamu.

 

Guru kita Syaikhul Imam Sadiduddin Asy-Syairaziy berkata : Guru-guru kami berucap : “bagi orang yang ingin putranya alim, hendaklah suka memelihara, memulyakan, mengagungkan, dan menghaturkan hadiah kepada kaum ahli agama yang tengah dalam pengembaraan ilmiyahnya. Kalau toh ternyata bukan putranya yang alim, maka cucunyalah nanti.”

 

Termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya, duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-macam darinya, dan menanyakan hal-hal yang membosankannya, cukuplah dengan sabar menanti diluar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah.

 

Pada pokoknya, adalah melakukan hal-hal yang membuatnya rela, menjauhkan amarahnya dan menjungjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama, sebab orang tidak boleh taat kepada makhluk dalam melakukan perbuatan durhak kepada Allah Maha Pencipta. Termasuk arti menghormati guru pula, yaitu menghormati putera dan semua oarang yang bersangkut paut dengannya.

 

Di sini Guru kita Syaikhul Islam Burhanuiddin Shahibul Hidayah pernah bercerita bahwa ada seorang imam besar di Bochara, pada suatu ketika sedang asyiknya di tenmgah majlis belajar ia sering berdiri lalu duduk kembali. Setelah ditanyai kenapa demikian, lalu jawabnya : ada seorang putra guruku yang sedang main-main dihalaman rumah dengan teman-temannya, bila saya melihatnya sayapun berdiri demi menghormati guruku.

 

Qodli Imam Fakhruddin Al-Arsyabandiy yang menjabat kepala para imam di marwa lagi pula sangat di hormati sultan itu berkata : “Saya bisa menduduki derajat ini, hanyalah berkah saya menghormati guruku. Saya menjadi tukang masak makanan beliau, yaitu beliau Abi Yazid Ad-Dabbusiy, sedang kami tidak turut memakannya.”

 

Syaikhul Imamil Ajall Syaikhul Aimmah Al-Khulwaniy, karena suatu peristiwa yang menimpa dirinya, maka berpindah untuk beberapa lama, dari Bochara kesuatu pedesaan. Semua muridnya berziarah kesana kecuali satu orang saja, yaitu syaikhul imam Al-qadli Abu Bakar Az-Zarnujiy. Setelah suatu saat bisa bertemu, beliau bertanya: “kenapa engkau tidak menjengukku? Jawabnya : “Maaf tuan, saya sibuk merawat ibuku” beliau berkata: “Engkau dianugrahi panjang usia, tetapi tidak mndapat anugrah buah manis belajar.” Lalu kenyataanya seperti itu, hingga sebagian banyak waktu Az-Zarnujiy digunakan tinggal di pedesaan yang membuatnya kesulitan belajar.

 

Barang siapa melukai hati sang gurunya, berkah ilmunya tertutup dan hanya sedikit kemamfaatannya.

 

Sungguh, dokter dan guru

 

Tak akan memberi nasehat, bila tak di hormat

 

terimalah penyakitmu, bila kau acuh doktermu

 

dan terimalah bodohmu, bila kau tentang sang guru

 

Suatu hikayat : Khalifah Harun Ar-Rasyid mengirim putranya kepada Al-Ashma’iy agar diajar ilmu dan adab. Pada suatu hari, Khalifah melihat Al-Ashma’iy berwudlu dan membasuh sendiri kakinya, sedang putra khalifah cukup menuang air pada kaki tersebut. Maka, Khalifahpun menegur dan ujarnya : “Putraku saya kirim kemari agar engkau ajar dan didik; tapi mengapa tidak kau perintahkan agar satu tangannya menuang air dan tangan satunya lagi membasuh kakimu?”

Menggali Dasar Islam Yang Ke-Dua (Kitab Lubabul Hadist)

Mata Pelajaran            : Hadist (Lubabul Hadist)

Materi                          : Kemuliaan Ulama’ dan keluarganya

Pemateri                      : Ust. Oko Haryono, S.Ag.

 

Nabi Muhammad SAW bersabda :

مَنْ اَكْرَمَ عَالِمًا فَقَدْ اَكْرَمَنِيْ وَمَنْ اَكْرَمَنِيْ فَقَدْ اكْرَمَ اللهَ وَمَنْ اَكْرَمَ اللهَ فَمَأْوَاهُ الْجَنَّةُ

“Barang siapa yang memuliakan orang alim, maka dia benar-benar telah memuliakanku. Dan barang siapa yang memuliakanku, maka dia benar-benar telah memuliakan Allah. Dan barang siapa yang memuliakan Allah, maka tempatnya adalah surga”.

Belajar Membaca Al-Quran Dengan Alat Kitab Yanbu’a Jilid 7

 Mata Pelajaran            : Tajwid (Yanbu’a jilid 7)

Materi                          : Hukum Alif

Pemateri                      : Ust. Luqman, S.H.I.

 

ikhfa secara bahasa berarti menyembunyikan atau menyamarkan. Artinya membaca dengan ikhfa sama dengan menyamarkan atau membunyikan beberapa huruf tertentu ke huruf selanjutnya. Cara membaca ikhfa adalah dengan memadukan antara suara nun mati (نْ) atau tanwin (ـًـــٍـــٌ) dengan suara huruf dari salah satu 15 huruf ikhfa yang berada di depannya.

Suara saat membaca bacaan ikhfa biasanya ditahan kira-kira dua sampai tiga ketukan.

Lantas apa saja yang termasuk ke dalam huruf ikhfa?

Huruf Ikhfa

Berikut ini adalah huruf-huruf hijaiyyah termasuk dalam 15 huruf ikhfa:

- kaf ( ك ),

- qaf ( ق ),

- fa' ( ف ),

- zha ( ظ ),

- tha ( ط ),

- dhad ( ض ),

- shad ( ص ),

- syin ( ش ),

- sin ( س ),

- za' ( ز ),

- dzal ( ذ ),

- dal ( د ),

- jim ( ج ),

- tsa' ( ث ), dan

- ta' ( ت ).

Terkait cara membaca dan jumlah huruf ikhfa pun termaktub dalam nazham dari Kitab Hidayatush Shibyan yang berbunyi:

 

"Bacalah ikhfa apabila ada tanwin dan nun mati bertemu dengan huruf-huruf yang sudah tersebut di muka (15 huruf ikhfa), ketahuilah jumlah huruf-huruf itu 15 huruf,"

 

Masih mengutip dari sumber yang sama, adapun cara membaca hukum bacaan ikhfa adalah sebagai berikut.

 

Contoh Bacaan Ikhfa

 

وَ مِنْ دُوْنِهِمَا جَنَّتٰنِ

 

Dibaca: Waminng duunihimaa jannataan

 

Alasan: Nun mati/sukun (نْ) bertemu dengan huruf dal ( د )

 

اِنْ كُنْتُمْ

 

Dibaca: In kunngtum

 

Alasan: Nun mati/sukun (نْ) bertemu dengan huruf kaf ( ك )

 

بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ

 

Dibaca: Biqalbinng salimin

 

Alasan: Tanwin ( ـــٍ ) bertemu dengan huruf sin ( س )

 

شِهَابٌ ثَاقِبٌ

 

Dibaca: Syihabunng tsaqibun

 

Alasan: Tanwin ( ـــٍ ) bertemu dengan huruf tsa ( ث )

Friday, 27 August 2021

Akhlak; Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat (Kitab Ta’lim Al-Muta’alim)


Mata Pelajaran            : Akhlak (Ta’lim AL-Muta’alim)

Materi                          : Memilih Ilmu

Pemateri                      : Ust. Setyo Darussalam, S.Pd.I.

 

A. Syarat-syarat Ilmu Yang Dipilih.

 

Bagi pelajar, dalam masalah ilmu hendaklah memilih mana yang terbagus dan dibutuhkan dalam kehidupan agmanya pada waktu itu, lalu yang untuk waktu yang akan datang.

Hendaknya lebih dahulu mempelajari ilmu tauhid, mengenali Allah lengkap dengan dalilnya. Karena orang yang imannya hanya taklid sekalipun menurut pendapat kita sudah syah, adalah tetap berdosa karena ia tidak mau beristidlal dalam masalah ini.

Hendaknya pula memiluh ilmi-ilmu yang kuna, bukan yang baru lahir. Banyak ulama berkata : “Tekunilah ilmu kuna, bukan yang baru saja ada.” Awas, jangan sampai terkena pengaruh perbantahan yang tumbuh subur setelah habisnya ualama besar, sebab menjurus untuk menjauhkan pelajar dari mengenali fiqh, hanya menghabiskan usia dengan tanpa guna, menumbuhkan sikap anti-pati/buas dan gemar bermusuhan. Dan itulah termasuk tanda-tanda kiamat akan tiba serta lenyapnya fiqih dan pengetahuan-pengetahuan lain, demikianlah menurut hadits.

Belajar Membaca Al-Quran Dengan Alat Kitab Yanbu’a Jilid 7


Mata Pelajaran            : Tajwid (Yanbu’a jilid 7)

Materi                          : Hukum Nun sukun dan tanwin bertemu huruf hijaiyah (Ikhfa’)

Pemateri                      : Ust. Luqman, S.H.I.

 

Secara bahasa, Ikhfa Haqiqi tersusun dari dua kata yaitu Ikhfa (إخفاء) dan Haqiqi (حقيقي). Ikhfa artinya tertutup/menyamarkan, sedangkan Haqiqi artinya sebenarnya. Secara istilah Ilmu Tajwid, Ikhfa Haqiqi adalah menyamarkan bunyi nun sukun atau tanwin apabila bertemu salah satu huruf Ikhfa Haqiqi disertai dengung.

 

Ada berapa huruf Ikhfa Haqiqi? Jumlahnya ada 15 huruf, yang merupakan sisa huruf dari hukum sebelumnya (Idzhar Halqi, Idgham Bi Ghunnah, Idgham Bila Ghunnah, dan Iqab). Kelima belas huruf tersebut adalah sebagai berikut ini

 

ت ث ج  د ذ ز س ش  ص ض ط ظ  ف ق ك

 

Untuk lebih memudahkan menghafal atau mengingatnya, Ibn Jazari mengumpulkan ke-15 huruf Ikhfa Haqiqi ke dalam bait/syair berikut ini:

 

صِفْ ذَا ثَنَا كَمْ جَادَ شَخْصٌ قَدْ سَمَا # دُمْ طَيِّبًا زِدْ فِي تُقًى ضَعْ ظَالِمًا

 

Huruf-huruf Ikhfa Haqiqi terdapat pada huruf pertama setiap kata dalam syair di atas. Dan jumlah kata dalam syair di atas adalah 15 kata. Sesuai dengan jumlah huruf Ikhfa Haqiqi.

 

Maka apabila setelah nun sukun atau tanwin terdapat ke-15 huruf Ikhfa Haqiqi di atas, maka harus disamarkan atau dibaca Ikhfa. Dinamakan Ikhfa Haqiqi karena memastikan ikhfa di dalam nun sukun atau tanwin dan juga karena ulama Tajwid sepakat atas penamaannya.

 

Mengapa ketika nun sukun atau tanwin bertemu 15 huruf Ikhfa harus dibaca Ikhfa? Karena makhraj huruf Ikhfa Haqiqi tidak dekat dengan makhraj nun sebagaimana makhraj nya huruf Idgham Bi Ghunnah, dan juga tidak jauh dari makhraj nun sebagaimana makhraj nya huruf Idzhar Halqi.

 

 

Oleh karenanya, jarak makhraj huruf Ikhfa Haqiqi terletak di pertengahan dengan makhraj nun sehingga dipilih lah bacaan samar untuk memudahkan pengucapan.

 

Contoh-contoh

Contoh hukum bacaan Ikhfa Haqiqi bisa berada dalam 3 bentuk : nun sukun dalam satu kata, nun sukun dalam 2 kata, dan tanwin. Berikut ini masing-masing contoh Ikhfa Haqiqi dari setiap hurufnya.

Masing-masing huruf Ikhfa mendapat 3 contoh dengan 3 model berbeda. Urutan membaca dari kiri adalah hurufnya, contoh nun sukun dalam 1 kata, contoh nun sukun dalam 2 kata, dan contoh bentuk tanwin.

 

 

 

 

 

Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Mabadi Fiqh Juz 2)

   Mata Pelajaran            : Fiqih (Mabadi Fiqh Juz 2)

Materi                          : Adab Dalam Beristinja

Pemateri                      : Ust. Muwato, M.Pd.

 

Kata istinja berasal dari bahasa Arab yang berarti menghilangkan kotoran. Secara istilah, istinja adalah membersihkan najis berupa kotoran yang menempel pada tempat keluarnya kotoran tersebut (qubul dan dubur). Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur dianggap najis dan wajib dibersihkan dengan menggunakan air atau yang lainnya.

Hukum istinja sendiri tidak wajib, tetapi menjadi wajib apabila hendak melaksanakan shalat. Seperti yang diketahui, salah satu syarat sah shalat ialah sucinya badan dari najis. Selama di badan ada najis, maka shalatnya menjadi tidak sah.

Imam Syamsudin al-Ramli (w 1004 H) mengatakan: “Istinja tidak wajib seketika (setelah buang hajat), tetapi menjadi wajib ketika hendak mendirikan shalat.”

Dalam beristinja, media utama yang dapat digunakan adalah air. Namun, jika tidak ada air dapat menggunakan batu dan benda seperti tisu atau kain.

 

Jika ingin beristinja dengan batu, ada sejumlah syarat yang perlu diperhatikan, yaitu:

Menggunakan tiga batu

Batunya bisa membersihkan tempat keluarnya najis

Najis belum kering

Najis belum pindah dari tempat keluarnya

Najis tidak terkena benda najis yang lain

Najis tidak melewati shafhah dan hasyafahnya (bagian sisi tempat keluarnya najis)

Najis tidak terkena air

Semua batunya suci

 

Adab Dalam Beristinja

ada beberapa adab yang harus diperhatikan seorang Muslim saat hendak beristinja, antara lain:

1.         Dahulukan kaki kiri ketika masuk dan kaki kanan ketika keluar kamar mandi.

2.         Berdoa ketika akan masuk dan keluar kamar mandi, dengan bacaan sebagai berikut.

Doa masuk kamar mandi:

 

بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك من الْخُبْثِ وَالْخَبَائِثِ

Bismillâhi Allâhumma innî a’ûdzu bika minal khubutsi wal khabâitsi.

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari godaan iblis jantan dan betina.”

Doa keluar kamar mandi:

غُفْرَانَكَ الْحَمْدُ لِلهِ الذي أَذْهَبَ عَنِّيْ الْأَذَى وَعَافَانِيْ اللهم اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ. اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِيْ مِنَ النِّفَاقِ وَحَصِّنْ فَرْجِيْ مِنَ الْفَوَاحِشِ

Guhfroonaka alhamdulillahi alladzi adzhaba ‘anni al-adza wa ‘aafaani. Allahumma ij’alni minat tawwaabiina waj’alni minal mutathohhiriin. Allahumma thohhir qolbi minan nifaaqi wa hashshin farji minal fawaahisyi.

Artinya: “Dengan mengharap ampunanmu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dari tubuhku, dan mensehatkan aku. Ya Allah, jadikanlah aku sebagian dari orang yang bertaubat dan jadikanlah aku sebagian dari orang yang suci. Ya Allah, bersihkan hatiku dari kemunafikan, dan jaga kelaminku dari perbuatan keji (zina).”

 

3.         Tidak membawa sesuatu yang dimuliakan, seperti Al Quran.

4.         Tidak berbicara.

5.         Menjaga kebersihan tubuh dan pakaiannya dari najis.

6.         Tidak buang hajat sembarangan.

7.         Dianjurkan tidak menghadap atau membelakangi kiblat, kecuali ada tembok atau penghalaunya.

Tata Cara Istinja dalam Syariat Islam

Ada tiga cara beristinja menurut syariat Islam, yaitu:

Menggunakan air dan batu secara bersamaan. Air berfungsi untuk menghilangkan bekas najis, sementara batu menghilangkan zatnya najis. Cara ini merupakan cara beristinja yang paling baik.

Menggunakan air saja.

Menggunakan minimal 3 buat batu atau 1 buah batu yang bersisi tiga.

Mata Pelajaran :Tarikh (Khulasoh Nurul Yaqin Juz 1)

Materi                          : Nabi saw Mengembala Kambing dan Perjalanannya yang Pertama ke Syam

Pemateri                      : Ust. Nur Kadiq, S.Pd.I.

 

– Ketika masa kecilnya suka mengembalakan kambing orang-orang Makkah dengan diberi upah, dengan upah tersebut Beliau saw bisa membeli makanan dan lainnya

– Ketika umur Beliau saw 9 tahun * {ada yang mengatakan 13 tahun} Nabi saw berlayar ke Syam bersama paman Beliau abu Thalib dengan membawa dagangan

– Ketika sampai di suatu tempat disebut Bushra, seorang pendeta yagn bernama Buhaira melihat Beliau saw. Lalu mengabarkan kepada pamannya bahwa beliau saw akan menjadi nabi yang terakhir, pendeta itu meminta kepada pamannya untuk membawa pulang Nabi saw karena ditakutkan banyak musuh yang memata-matai beliau

– Pendeta itu memaparkan tanda-tanda kenabian Muhammad saw dari cirri-ciri yang ada di Kitab Injil

 

Ringkasan

 

Ketika kecil Nabi saw mengembalakan kambing orang-orang Makkah. Beliau berlayar ke Syam bersama pamannya pada umur 9 atau 13 tahun, Beliau saw dilihat oleh seorang pendeta bernam Buhaira yang mengetahui tanda-tanda kenabian Muhammad saw