Saturday, 24 July 2021

Menggali Dasar Islam Yang Ke-Dua (Kitab Mukhtar Al-Hadist)

Mata Pelajaran            : Hadist (Bulughul Marom)

Materi                          : Hadist ke- 1 (Kemuliaan Nabi Muhammad SAW.)

Pemateri                      : Ust.M. Najih, S.Pd.

 

Qola Rosululloh SAW. : Ati Babal Jannah Yaumal Qiyamah Faastaftih, Faaqululkhozin Man Anta? Faaqulu Muhammad,  Fayaqulu Bika Umirtu Alla Aftaha Liahadin Qoblaka..

Artinya : pada hari kiyamat aku memasuki pintu surga, kemudian malaikat penjabut nyawa bertanya kepadaku "siapa kamu?" lalu aku jawab “Muhammad”. malaikat berkata aku diperintahkan untuk menjaga pintu surga agar tidak ada yang memasuki pintu surga sebelummu.

Hadits ini menjelaskan tntang kemuliaan Nabi Muhammad. Beliau akan masuk surga pertama kali. Allah memerintahkan malaikat penjabut untuk menjaga pintu surga agar tidak ada yang memasuki surga sebelum Nabi Muhammad SAW.

Belajar Membaca Al-Quran Dengan Alat Kitab Yanbu’a Jilid 6

 

Mata Pelajaran            : Tajwid (Yanbu’a jilid 6)

Materi                          : Hukum membaca Hukum Ta’awudz dan Basmalah

Pemateri                      : Ust. Luqman, S.H.I.

Hukum Ta’awudz dan Basmalah – Adab sebelum membaca Al-Qur’an salah satunya adalah membaca ta’awudz kemudian dilanjutkan dengan membaca basmalah yang terdapat hampir di semua surat dalam Al-Qur’an, sebelum ayat pertama.

            Kita perlu mengetahui bagaimana bunyi lafadz ta’awudz dan basmalah yang benar dan juga hukum membaca keduanya sebelum membaca Al-Qur’an.

Pengertian Ta’awudz dan Basmalah

Ta’awudz atau taawuz disebut juga bacaan isti’adzah. Ta’awudz adalah do’a memohon perlindungan Allah SWT agar terhindar dari godaan atau bisikan setan yang terkutuk. Manfaat membaca ta’awudz adalah membuat hati kita menjadi tenang karena sudah bertawakal kepada Allah SWT dan menghindarkan diri dari perkataan maupun perbuatan yang sia-sia.

Ta’awudz merupakan bentuk pengakuan terhadap keagungan Allah SWT sekaligus kelemahan kita sebagai hamba-Nya. Kita tidak berdaya melawan musuh yang bersifat batiniah seperti setan dan hanya Allah SWT sebagai penciptanya lah yang mampu mengusirnya.

Bunyi bacaan ta’awudz atau isti’adzah yang paling afdhal menurut mayoritas ahli qira’ah adalah:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيم

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”

 

Basmalah atau bismilah disebut juga bacaan tasmiyah. Basmalah merupakan kalimat yang terdapat di setiap awal surat dalam Al-Qur’an, kecuali Surat At-Taubah.

Basmalah termasuk kalimat thayyibah yang biasa dibaca sebelum memulai perbuatan baik, sehingga apa yang dikerjakan akan bernilai ibadah dan diniatkan untuk mengharap ridha dari Allah SWT.

Lafadz Basmalah adalah:

بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Hukum Membaca Ta’awudz dan Basmalah

Hukum membaca ta’awudz sebelum membaca Al-Qur’an adalah sunah. Sebagaimana firman Allah SWT yang terdapat dalam Surat An-Nahl ayat 98 yang berbunyi:

 

فَاِذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ۞

Artinya:

Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl [16]: 98)

 

Hukum membaca basmalah di dalam membaca Al-Qur’an terbagi menjadi 5, yaitu:

Wajib : di permulaan Surat Al-Fatihah karena merupakan ayat pertama Surat Al-Fatihah.

Sunnah : di permulaan surat, kecuali Surat Al-Fatihah dan Surat At-Taubah.

Mubah : di pertengahan surat, kecuali di pertengahan Surat At-Taubah.

Makruh : di pertengahan Surat At-Taubah.

Haram : di permulaan Surat At-Taubah.

 

Cara Membaca Ta’awudz dan Basmalah

Cara membaca ta’awudz, basmalah, dan awal surat ketika membaca Al-Qur’an terbagi dalam 4 cara:

Membaca ta’awudz, basmalah, dan awal surat secara terpisah, misalnya:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ۞ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ۞ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

2. Membaca ta’awudz, basmalah, dan awal surat secara bersambung, misalnya:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

3. Membaca ta’awudz secara terpisah dengan basmalah dan surat, misalnya:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ۞ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

4. Menyambung ta’awudz dan basmalah sementara surat dibaca secara terpisah, misalnya:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ۞ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

Cara Menyambung Dua Surat

Cara menyambung di antara dua surat terdapat 3 cara:

1. Membaca akhir surat, basmalah, dan surat yang baru secara terpisah, contohnya:

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ۞ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ۞ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

2. Membaca surat, basmalah, dan surat yang baru secara tersambung, contohnya:

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

Sedangkan untuk cara menyambung Surat Al-Anfal dan Surat At-Taubah bisa dengan 3 cara:

1. Terpisah

اِنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ۞بَرَاۤءَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖٓ

 

2. Bersambung

اِنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ بَرَاۤءَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖٓ  

 

3. Terpisah tanpa bernafas (saktah)

بَرَاۤءَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖٓ ۜ  اِنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

 

4. Berhenti ketika selesai membaca surat, kemudian membaca basmalah disambung dengan surat yang baru, contohnya:

 

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ۞ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

Cara yang tidak dibenarkan adalah menyambung akhir surat dengan basmalah, kemudian berhenti dan memulai surat yang baru. Alasannya karena akan terkesan basmalah itu bagian dari surat. Misalnya:

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ۞ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞


Mendalami Kitab Klasik Aqoid Diniyah Juz 3

 Mata Pelajaran            : Aqidah (Durus Al-Aqāid Ad-Diniyyah Juz 3)

Materi                          : Akidah yang Benar

Pemateri                      : Ust. Agung Maulana Rois, S.H.

Aqidah yang benar adalah kita meyakini, mengimani dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang haqq (benar) untuk disembah, kecuali Allah yang maha esa dan tidak ada sekutu bagiNya. Tidak ada sesuatu apapun yang menyamai Allah. Allah maha mendengar lagi maha melihat. Allah yang merajai langit dan bumi. Allah yang menghidupkan dan yang mematikan. Allah maha kuasa atas segala sesuatu

Pentingnya sebuah keyakinan atau akidah dalam menjalani  kehidupan sekarang dan masa yang akan datang, menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan dipelajari. Sebab, dengan keyakinan yang benar akan melahirkan tatanilai yang baik dan tata nilai yang baik akan menjadikan masyarakat yang baik pula. Keyakinan yang dimaksud adalah keyakinan dalam menghamba kepada Allah.

Demikian sekilas tentang muqoddimah dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Mabadi Fiqh Juz 3)

 Mata Pelajaran            : Fiqih (Mabadi Fiqh Juz 3)

Materi                          : Pokok-Pokok Dasar Islam

Pemateri                     : Ust. Muwato, M.Pd.

Islam ialah mematuhi apapun yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan jalan mengikuti segala perintahnya serta menjauhi semua larangannya.

Pokok-pokok dasar islam itu ada empat yaitu: Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas.

Al-Qur’an ialah kitab Allah SWT. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk membimbing umat manusia dalam beragama, dunia dan akhiratnya.

Hadits ialah sabda-sabda Nabi Muhammad SAW. Serta perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Nabi, yang dapat menjelaskan hukum-hukum islam serta memberi petunjuk kepada seluruh manusia mengenai hukum-hukum islam.

Ijma’ ialah kesepakatan para ahli ijtihat umat islam, sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Dalam menghadapi permasalahan yang berkenaan dengan apapun juga.

Qiyas ialah menyesuaikan suatu permasalahan yang tidak terdapat dalilnya atas permasalahan yang menyamainya, yang mana kedua permasalahan itu bersesuaian mengenai sebab hukumnya.

Demikian sekilas pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H. 

 

 

 

Refleksi Sejarah Nabi dan Sahabat (Kitab Khulasoh Nurul Yaqin 2)

Mata Pelajaran            :Tarikh (Khulasoh Nurul Yaqin Juz 3)

Materi                          : Tahun Pertama Hijrah

Pemateri                      : Ust. Nur Khadiq, S.Pd.I.

 

Tahun Pertama Hijriyah - السنة الأولى من الهجرة

بناء المسجد الشريف – بداء الأذان – آذان فجر رمضان – آذان الجمعة

Pembangunan masjid yang mulia – permulaan azan – azan subuh Ramadlan – azan jum’at

  ۱ .في السنة الأولى من الهجرة بنى الرسول مسجده الشريف

di tahun pertama Hijriyah baginda Rasul membangun masjidnya yang mulia

 )وقد عمل بنفسه ليرغب المسلمين في العمل (

dan beliau bekerja dengan diri beliau, agar memotivasi orang-orang Islam dalam bekerja

  ٢ .وفيها شُرِعَ  الأذان )لينبه الغافل ويذكر الساهي ليكون الاجتماع عاما(

dan di tahun kedua dilaksanakan azan untuk mengingatkan orang yang lupa agar perkumpulan itu umum

وزاد بلال في أذان الصبح الصلاة خير من النوم مرتين .٣

dan bilal menambahi dalam azan subuh Shalat itu lebih baik daripada tidur dua kali

فَوافَقَ عليها الرسول صلى الله عليه وسلم

maka Rasul SAW setuju terhadap hal tersebut

٤.  وكان الرسول يأمر في فجر رمضان بأذنين

dan Rasul menyuruh di fajar bulan Ramadlan dengan dua azan

أولهما ينبه به الغافلون حتى يتنبهوا للسحور والثاني للصلاة

yang pertama untuk mengingatkan orang-orang yang lupa sehingga mereka bangun untuk sahur dan yang kedua untuk Shalat

٥وكان أذان الجمعة واحدا من عهد الرسول إلى خلافة أبي بكر وعمر

dan azan Jumat itu satu dari masa Rasul sampai kekhalifahan Abi Bakar dan Umar

أوله إذا جلس الإمام على المنبر وكان على باب المسجد

yang pertama jika imam duduk di atas mimbar dan azan di pintu masjid

٦وزاد عثمان رضي الله عنها الأذان الثاني بسبب كثرة الناس

dan Utsman RA menambahi azan yang kedua karena sebab banyaknya manusia

 

Keteranagan:

(1). Suatu ketika bermusyawarahlah Rasul untuk perihal penanda waktu sholat, ada yang berpendapat dengan menaikan bendera, ada usul dengan menyalakan api, ada juga usul dengan terompet, dengan bel, dan ada yang mengusulkan dengan panggilan bahwa waktu sholat telah tiba, Rasul SAW setuju dengan pendapat terakhir ini.

Abdullah bin Zaid RA adalah salah satu yang mengusulkannya, ketika diantara tidur dan bangun nya beliau RA, detanglah seseorang mengajarkan Adzan, setelah terbangun segeralah beliau mengabarkan ke Rasul SAW, bersabdalah : ‚Sesungguhnya impian itu adalah impian yang benar‛. Kemudian Beliau SAW memerintahkan untuk mengajarkannya ke Bilal RA. ‘Umar bin Khattab RA mendengar berita itu, dan mengabarkan ke Rasul SAW ‚sesungguhnya saya memimpikan hal yang sama‛.

Demikian sekilas pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

Friday, 23 July 2021

Belajar Bahasa Ahli Surga (Arab) Dengan Nahwu Shorof

 Mata Pelajaran            : Shorof (Jurmiyah)

Materi                          : Kalam

Pemateri                      : Ust. Yunus, S.E.I.

 

الكلام هو اللفظ المركب المفيد بالوضع

Artinya:

"Kalam adalah lafadz yang tersusun yang memberi faidah dengan menggunakan bahasa arab."

Adpun yang dimaksudkan dengan “Kalam” menurut ahli Nahwu iatu adalah Ucapan yang tersusun, yang berfaidah dengan keadaan sadar. Atau ada yang mengatakan; “dengan berbahasa arab”.

1. Lafadz

Yang dimaksud dengan lafadz adalah suara/ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah. Misalnya lafadz "kitaabun" (كتاب), "masjidun" (مسجد) dan "Zaidun" (زيد). Lafadz-lafadz tersebut merupakan ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah. Beda dengan suara klakson, suara gemercik air, dan suara-suara yang tidak mengandung huruf hijaiyah maka itu tidak termasuk lafadz. Dan jika bukan lafadz, maka tidak bisa disebut kalam.

Lafadz terbagi dua. Ada lafadz muhmal dan ada lafadz musta'mal.

Lafadz muhmal, adalah lafadz yang tidak berguna, yakni ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah tapi tidak terpakai. Contoh kita secara ngasal berucap "Jajaban juba" (ججبن جوبا) atau "daizun" (ديز) yang entah apa artinya.

Ucapan tersebut termasuk lafadz karena merupakan suara lisan yang mengandung huruf hijaiyah. Hanya saja, lafadz tersebut tergolong lafadz muhmal, karena tidak dipakai dan tidak pula memiliki arti.

Lafadz musta'mal, adalah lafadz yang berguna, yakni ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah dan digunakan. Contohnya lafadz "kitaabun" (كتاب), "masjidun" (مسجد) dan "Zaidun" (زيد).

Lafadz-lafadz tersebut biasa digunakan dalam percakapan. Kitaabun diucapakan merujuk pada buku, masjid merujuk tempat ibadah dan Zaid adalah nama orang.

2. Murakkab (Tersusun)

Murakkab adalah sesuatu yang tersusun dari dua susunan kata atau lebih. Sehingga bila suatu lafadz hanya terdiri dari satu kata, maka lafadz tersebut bukan murakkab.

Contoh murakkab:

زَيْدٌ قَائِمٌ

Artinya: "Zaid adalah yang berdiri"

Kalimat "zaidun qoimun" (زَيْدٌ قَائِمٌ) merupakan murakkab karena tersusun dari dua kata, yakni kata زيد dan kata قائم.

Apabila hanya زيد saja atau قائم saja, maka itu bukan murakkab karena tidak tersusun. Dan jika bukan murakkab, maka tidak bisa disebut kalam.

Adapun murakkab yang menjadi syarat kalam adalah murakkab isnadiy, bukan murakkab tarkib majzi dan murakkab idlofiy. (Pembahasan tentang murokkab insyallah akan dibahas di postingan khusus).

 

3. Mufid (Memberi Faidah)

Mufid artinya ucapan yang memberi faidah/ makna. Sehingga seseorang yang mendengar ucapan tersebut tidak mempertanyakan dan tidak penasaran lagi mendengarnya. Dan bisa diam dengan nyaman.

Contoh mufid,

زَيْدٌ قَائِمٌ

Artinya: "Zaid adalah yang berdiri"

Ucapan di atas mufid. Karena sudah memberikan makna dengan susunan sempurna.

Contoh ucapan yang tidak mufid:

اِنْ قَامَ زَيْدٌ

Artinya: "Jika zaid berdiri,"

Ucapan di atas tidak mufid karena tidak memberikan makna sempurna. Sebab dalam ucapan tersebut terkandung kata "in" (ْاِن) yang artinya "jika". Dimana "in" termasuk huruf syarat yang membutuhkan jawab. Biasanya jawabnya memiliki arti "maka".

Sedangkan di sini jawabnya tidak ada. Sehingga maknanya menjadi nanggung. Orang yang mendengar ucapan tersebut akan penasaran dan tidak nyaman.

Oleh karena itu lafadz اِنْ قَامَ زَيْدٌ tidak mufid, sehingga tidak bisa disebut kalam.

4. Bil Wadl'i

Adapun bil wadh’i (بالوضع) sebagian ulama menafsirkannya dengan maksud (بالقصد). Maka perkataan orang yang tidur dan lengah/lalai tidak dinamakan kalam menurut ulama nahwu. Sebagian lain menafsirkan dengan bahasa Arab (العربي) maka perkataan orang ‘ajam/non Arab seperti Turki, Barbar tidak dinamakan kalam menurut ulama nahwu.

Berikut ini contoh kalam yang sudah memenuhi empat syarat (Berupa lafadz, murakkab, mufid dan bil wadl'i) adalah sebagai berikut:

مَنْ جَدَّ وَجَدَ

Artinya, "Barang siapa bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil."

Ucapan di atas merupakan kalam karena sudah memenuhi 4 syarat, yakni (1) lafadz, berupa ucapan yang mengandung huruf hijaiyyah, (2) murakkab, karena tersusun dari beberapa kata, (3) mufid, karena memberi faidah berupa makna sempurna, dan (4) bil wadl'i, berupa bahasa arab.

 

Adapun pembagian kalam itu ada tiga, atau dalam sebutan lain disebut dengan Rukun Kalam itu ada tiga, yakni:

1.      Isim.

2.      Fi’l.

3.      Huruf yang ber makna

Refleksi Sejarah Nabi dan Sahabat (Kitab Akhlak Lilbanin Juz 3)

 Mata Pelajaran            :Tarikh (Khulasoh Nurul Yaqin Juz 3)

Materi                          : Pelajaran Pertama

Pemateri                      : Ust. Misbah, S.Pd.I.

1. Khulafa’ Rasyidun (yakni para pengganti Rasulullah S.A.W. yang bijaksana-bijaksana) itu ialah Abu Bakar, ’Umar, ’Utsman dan Ali putera Abu Thalib radia’llaahu ’anhum  (semoga Allah meridlai mereka).

2. Mereka itu dinamakan Khulafa’ Rasyidun karena mereka itulah yang mengganti Nabi S.A.W. dalam memberikan petunjuk dan penerangan yang benar serta dalam melaksanakan hukum-hukum syari’at agama Islam.

3. Masa kekhilafahan mereka itu sampai tiga puluh tahun. Dalam waktu yang sekian lamanya itulah mereka dapat membebaskan Syam, Irak, Palestina, Mesir, Sudan dan beberapa daerah di benua Afrika.

4. Di antara panglima-panglima perang mereka yang tersohor ialah Khalid bin Walid, Abu ’Ubaidah yakni ’Amir bin Jarrah, ’Amr bin ’Aash, Mutsanna bin Haritsah dan Sa’ad bin Abu Waqqash.

Demikian sekilas pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Sulam Taufik)

 Mata Pelajaran            : Fiqih (Sulam Taufik)

Materi                          : Perkara yang Wajib bagi Setiap Muslim Mukallaf

Pemateri                      : Ust. Qomaria, S.Pd.

بابُ أُصُولِ الدِّينِ

فَصْلٌ: في الواجِبِ على كُلِّ مُكَلَّفٍ

يَجِبُ على كافَّةِ المُكَلَّفِينَ الدُّخُولُ في دِينِ الإسْلام، والثُّبُوتُ فيه على الدَّوام، والْتِزامُ ما لَزِمَ عليه مِنَ الأحْكام.

فَصْلٌ: في مَعْنَى الشَّهادَتَيْنِ

فَمِمّا يَجِبُ عِلْمُهُ واعْتِقادُهُ مُطْلَقًا، والنُّطْقُ به في الحالِ إنْ كانَ كافِرًا، وإلّا ففي الصَّلاةِ، الشَّهادَتانِ وهُما: "أشْهَدُ أنْ لا إلٰهَ إلّا اللهُ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ"، صلى الله عليه وسلم.

مَعْنَى الشَّهادَةِ الأُولَى: ومَعْنَى أشْهَدُ أنْ لا إلٰهَ إلّا اللهُ: أنْ تَعْلَمَ وتَعْتَقِدَ وتُؤْمِنَ وتُصَدِّقَ أنْ لا مَعْبُودَ بِحَقٍّ في الوُجُودِ إلّا اللهُ، الواحِدُ، الأحَدُ، الأوَّلُ، القَدِيمُ، الحَيُّ، القَيُّومُ، الباقِي، الدائِمُ، الخالِقُ، الرّازِقُ، العالِمُ، القَدِيرُ، الفَعّالُ لما يُرِيدُ، ما شاءَ اللهُ كانَ وما لم يَشَأْ لم يَكُنْ، ولا حَوْلَ ولا قُوَّةَ إلّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيمِ، مَوْصُوفٌ بِكُلِّ كَمالٍ، مُنَزَّهٌ عن كُلِّ نَقْصٍ، ﴿ لَيْسَ كَمثْلِهِ شَيْءٌ وهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ ﴾، فهو القَدِيمُ وما سِواهُ حادِثٌ، وهو الخالِقُ وما سِواهُ مَخْلُوقٌ، وكَلامُهُ قَدِيمٌ [أي بِلا ابْتِداءٍ] كَسائِرِ صِفاتِهِ، لِأنَّهُ سُبْحانَهُ مُبايِنٌ لِجَمِيعِ المَخْلُوقاتِ في الذّاتِ والصِّفاتِ والأفْعال، [ومَهْما تَصَوَّرْتَ بِبالِك، فَاللهُ تَعالَى لا يُشْبِهُ ذلِك]، سُبْحانَهُ وتَعالَى عَمّا يَقُولُ الظّالِمُونَ عُلُوًّا كَبِيرًا.

 

مَعْنَى الشَّهادَةِ الثّانِيَةِ: ومَعْنَى أشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ: أنْ تَعْلَمَ وتَعْتَقِدَ وتُصَدِّقَ وتُؤْمِنَ أنَّ سَيِّدَنا ونَبِيَّنا مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ بْنِ هاشِمِ بْنِ عَبْدِ مَنافٍ القُرَشِيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسَلَّمَ عَبْدُ اللهِ ورَسُولُهُ إلى جَمِيعِ الخَلْقِ؛ وُلِدَ بِمَكَّةَ، وبُعِثَ بِها، وهاجَرَ إلى المَدِينَةِ، ودُفِنَ فيها، وأنَّهُ صَلَّى اللهُ عليه وسَلَّمَ صادِقٌ في جَمِيعِ ما أخْبَرَ بِهِ .

 

Pasal Yang Wajib bagi Setiap Muslim Mukallaf

            Setiap orang yang mukallaf (baligh dan berakal) wajib masuk kedalam agama islam dan menetap selama-lamanya serta menjalankan semua hukum-hukumnya.

Pasal Makna Dua Kalimat Syahadat

            Diantara perkara yang wajib untuk diketahui dan diyakininya adalah dua kalimat syahadat yang wajib ia ucapkan disaat itu juga apabila ia kafir dan didalam sholat apabila ia muslim.

            Dua kalimat syahadat itu adalah "Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah dengan sebenar-benarnya kecuali hanya Allah dan bahwasanya nabi Muhammad SAW adalah utusanNya." Adapun ma’na أشهد ان لا اله الا الله adalah engkau mengetahui, meyakini, mempercayai dan membenarkan bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak untuk disembah dengan sebenar-benarnya didalam wujud kecuali hanya Allah.

            Yang maha esa, yang maha tunggal, yang maha pertama, yang maha terdahulu, yang maha hidup, yang maha kekal, yang maha abadi, yang maha pencipta, yang maha memberi rizqi, yang maha mengetahui, yang maha kuasa, yang maha memperbuat pada sesuatu yang dikehendaki. Apapun yang diinginkanNya wujud, maka akan terwujud. Dan apapun yang tidak diinginkanNya wujud, maka tidak akan terwujud. Dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolonganNya yang maha tinggi lagi maha agung.

            Dia bersifat dengan semua sifat kesempurnaan dan disucikan dari semua kekurangan dan tidak ada sesuatu apapun yang menyamaiNya dan Dia maha mendengar lagi maha melihat. Dia adalah terdahulu dan selainNya adalah baharu. Dan Dia adalah yang menciptakan dan selainNya adalah yang diciptakan.

            KalamNya adalah terdahulu sebagaimana sifat-sifatNya karena sesungguhnya Dia (maha suci Dia) berbeda dengan seluruh makhluk didalam dzat, sifat dan perbuatan. Maha suci dan maha tinggi Dia dari apa-apa yang diucapkan oleh orang-orang yang zholim dengan ketinggian yang besar.

Dan adapun ma’na أشهد أن محمدا رسول الله adalah engkau mengetahui, meyakini, mempercayai dan membenarkan bahwasanya junjungan dan nabi kita Muhammad SAW bin Abdullah bin Abdul muththolib bin Hasyim bin Abdu manaf yang bersuku quraisy adalah hamba dan utusan Allah kepada seluruh makhluk. Beliau dilahirkan dan diutus di mekah dan beliau hijrah ke madinah dan dikuburkan disana.