Mata Pelajaran : Nahwu (Jurmiyah)
Materi : MANSHUBATUL ASMA - منصوبات
الأسماء (Isim-isim yang Dibaca Nashob)
Pemateri : Ust. Yunus, S.E.I.
Nashob ialah keadaan dimana
sebuah kata dibaca dengan harokat Fathah
[hukum asli], Kasroh ataupun di akhir kata ada
huruf Alif, Yaa, atau dibuangnya Nun (Khadzfu Nuun), yang adalah
tanda-tanda nashob itu sendiri. (baca
lebih mendetail tentang Nashob dan
tanda-tandanya di sini: Tanda-tanda I'rob Nashob (عَلَامَاتُ
النَّصْبِ) dalam Ilmu Nahwu
Adapun
isim-isim yang dibaca Nashob terdapat 12 posisi:
1.
Maf'ul Bih (مفعول به)
2.
Maf'ul Fiih (مفعول فيه)
3.
Maf'ul Ma'ah (مفعول معه)'
4.
Maf'ul Muthlaq (مفعول المطلق)
5.
Maf'ul Liajlih (مفعول لأجله)
6.
Haal (حال)
7.
Tamyiiz (التمييز)
8.
Mustatsna (مستثنى)
9.
Khobar Kaana wa Akhwatuha (خبر كان و أخواتها)
10.
Isim Inna wa Akhwatuha (اسم إنّ وأخواتها)
11.
Munada (المنادى)
12.
Tawaabi' lil Manshub/pengikut dari yang di-Nashob-kan, yakni ada empat :
o
Na'at
(Sifat)
o
Athaf
(Penyambung)
o
Taukid
(Penguat)
o
Badal
(Pengganti)
1.
Maf'ul Bih (مفعول به)
isim
manshub (yang dibaca nashob) yang menjadi sasaran tindakan (objek).
Maka,
jelas sekali, yang dimaksud maf’ul bih menurut arti istilah ialah isim manshub dimana posisinya menjadi sasaran
tindakan si pelaku.
Contoh
:
قَرَأْتُ
كِتَابًا = Aku sudah membaca Buku
Dalam
misal di atas, yang menjadi sasarn
perbuatannya (memukul) ialah kata
“kitaaban”, maka kata tersebut menjadi
maf’ul bih.
2.
Maf'ul Fiih (مفعول فيه)
Maf’ul
Fiih/ Zharaf ialah isim Manshub yang
menyatakan tempat atau masa-masa terjadinya sebuah perbuatan/pekerjaan.
Maf’ul
Fiih ialah isim Manshub yang
menyatakan tempat atau masa-masa terjadinya sebuah perbuatan/pekerjaan. Atau sebagai jawaban
dari pertanyaan “kapan” atau “dimana”. Disebut Zhorof Zaman bilamana berkaitan dengan masa-masa terjadinya perbuatan, dan dinamakan Zhorof Makan bilamana berkaitan dengan lokasi terjadinya perbuatan.
Contoh
:
يَلْعَبُ
زَيْدٌ كُرَّةَ القَدَمِ أَمَامَ الْمَدْرَسَةِ.(ظَرْفُ الْمَكَانِ)
(
Zaid bermain sepak bola di depan sekolah) “keterangan tempat”.
3.
Maf'ul Ma'ah (مفعول معه)'
Maf’ul
Ma’ah مَفْعُوْلُ مَعَهُ merupakan isim manshub yang terletak sesudah huruf
Wau (و). Akan tetapi, wau
itu tidak bermakna DAN (kata sambung).
Melainkan mempunayi makna bersama atau
kebersamaan. Maka dari itulah Maf'ul Ma'ah pun
disebut Wau Ma'iyyah, sampai-sampai
wawu maiyah pengertiannya sama saja dengan Maf'ul Ma'ah.
Contoh:
سِرْتُ وَالْجَبَلَ (Aku berjalan
bareng gunung). Kata الْجَبَلَ dibaca manshub dengan berharokat fathah sebab sebagai maf'ul ma'ah dalam format isim mufrod. Contoh lain:
جَاءَ الأمُّ
وَوَلَدُهَا وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ > "Seorang Ibu dan Anaknya datang
bersamaan dengan terbenamnya matahari"
إسْتَيْقَظَ
زَيْدٌ وَتَغْرِيْدَ الطُّيُوْرِ > "Zaid bangun
bersamaan dengan burung berkicau"
رَجَعَ زَيْدٌ
وَطُلُوْعَ الْفَجْرِ > "Zaid pulang
bersamaan dengan terbitnya fajar"
4.
Maf'ul Muthlaq (مفعول المطلق)
Maf’ul
Muthlaq ialah isim atau kata benda yang
dibaca nashob yang berada pada urutan yang ketiga dari tashrifannya fi’il,
maf'ul muthlaq juga isim yang dibaca nashob dan bertujuan untuk penegasan dan
penjelasan jenis serta jumlah perbuatannya.
Contoh
:
ضَرَبَ
يَضْرِبُ ضَرْبًا, أكْرَمَ يُكْرِمُ إكْرَامًا,
Dari
pengertian maf’ul muthlaq itu member kepahaman bahwa :
1.
Maf’ul muthlaq berupa kalimat isim
2.
Maf'ul muthlaq bertujuan untuk penegasan, penjelas dari fi'il (baik jenis
maupun jumlah pekerjaannya)
3.
Dibaca nashob dan dinashobkan oleh amil. Adapun amil yang menashobkan maf’ul
muthlaq yaitu :
Fi’il
taam yang mutashorrif: kata kerja sempurna yang dapat ditashrif (maksudnya
bukan fi’il naqhis dan fi’il jamid )
ضَرَبْتُ
كَلْبًا ضَرْبَتَيْنِ
Aku
memukul Anjing dengan dua kali pukulan
Mashdar
عَحِبْتُ مِنْ
ضَرْبِكَ ضَرْبًا شَدِيْدًا
Aku
terkejut atas pukulanmu dengan pukulan yang keras
Isim
sifat
أنَا ضَارِبُ
زَيْدٍ ضرْبَ أبِيْهِ
Zaid
seperti pukulan ayahnya 4. Maf’ul muthlaq tercipta dari mashdar yang adalah urutan ketiga dari
tashrifnya fi’il.
Maf'ul
Mutlaq ialah isim manshub yang
dilafalkan untuk 3 keadaan:
Untuk
menegaskan sebuah perbuatan
Untuk
menyatakan bilangan perbuatan
Untuk
menyatakan jenis/sifat perbuatan
5.
Maf'ul Liajlih (مفعول لأجله)
Maf’ul
liajlih ialah Isim yang dibaca nashob
yang bermanfaat untuk menyatakan sebab atau motif terjadinya perbuatan.
Contoh:
جَلَسْتُ عَلَى
الكُرْسِيِّ تَعْبًا
(Aku
duduk di atas kursi karena lelah)
رَجَعْتُ إِلَى
البَيْتِ شَوْقًا لِلْأسْرَةِ
(Aku
pulang ke rumah karena kangen dengan keluarga)
أكَلْتُ
الطَعَامَ جَوْعًا
(Aku
memakan makanan karena lapar)
أذهَبُ إِلَى
الْمَدْرَسَةِ رَغْبَةً فِيْ الْعِلْمِ
(
Aku berangkat ke sekolah sebab mencintai
Ilmu)
ضَرَبْتُ
الْوَلَدَ تَأْدِيْبًا لَهُ
(
Aku memukul anak tersebut karena
bermaksud guna mendidiknya)
Penjelasan
:
kata
'mendidik', 'cinta', 'lelah', 'lapar', dan 'rindu' adalah menjadi Maf’ul Li
Ajlih, hukumnya Nashob dan tanda Nashob
nya adalah Fathah.
6.
Haal (حال)
Haal
ialah isim Manshub yang menyatakan keterangan suasana yang samar. Adakalanya menjelaskan
suasana fa’il. Seperti dalam misal :
جَاءَ زَيْدٌ
رَاكِبًا = Zaid sudah datang sambil
berkendara
Lafazdh
رَاكِبًا berkedudukan sebagai
haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada di dalam firman Allah Swt, inilah :
فَخَرَجَ
مِنْهَا خَائِفًا = “ Maka keluarlah Musa
dari kota tersebut ( Mesir ) dengan rasa
takut”. ( Al-Qashash:21).
Lafazd
خَٰائِفًا berkedudukan sebagai
haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan
suasana Musa masa-masa keluarnya.
Atau
menjelaskan suasana maf’ul, laksana dalam misal
:
رَكِبْتُ
الفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku sudah menunggang kuda sambil berpelana.
Lafazh
مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai
haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana
kuda waktu dipakai angkutan di
atasnya.
7.
Tamyiiz (التمييز)
Tamyiiz
adalah sebuah kata atau lafadz yang dibaca mansub yang bermanfaat menjelaskan isim yang samar pada suatu kalimat. Berikut definisi dalam buku
jurumiyah;
الاِسْمُ
المَنْصُوْبُ المُفَسِّرُ لِمَا انْبَهَمَ مِنَ الذَّوَاتِ
Artinya:
Tamyiz adalah isim yang dibaca nashob yang bermanfaat menjelaskan hal-hal yang samar pada
suatu kalimat.
Sedangkan
definisi lain dari tamyiiz dalam
buku nahwu wadih merupakan
إِسْمٌ
يُذْكَرُ لِبَيَانِ المُرَادِ مِنْ اسْمٍ سَابِقٍ يَصْلَحُ لِأَنْ تُرَادَ بِهِ
أَشْيَاءٌ كَثِيْرَةٌ
Artinya
: kata (isim) yang kegunaannya
menjelaskan maksud dari kata (isim) sebelumnya.
Contoh
- رَأَيْتُ
أرْبَعَةَ عَشَرَ
Artinya
: Saya menyaksikan empat belas
- رَأَيْتُ
أرْبَعَةَ عَشَرَ غَنَمًا
Artinya
: Saya menyaksikan empat belas kambing
Kalimat
kesatu pada misal di atas masih belum jelas karena cuma menuliskan
kata أرْبَعَةَ عَشَرَ yang dengan kata
lain empat belas dan tidak
melafalkan benda/barang yang dihitung
(tamyiznya). Sehingga kalimat itu belum
terbilang kalimat yang menyeluruh dan
masih rancu. Kemudian pada misal kedua
hitungan angka أرْبَعَةَ عَشَرَ ditambahkan dengan kata غَنَمًا yang dengan kata lain
kambing,maka kalimatnya pun menjadi sempurna dan dapat dipahami menjadi “saya menyaksikan empat belas kambing”. Kata
kambing/ghonaman adalah tamyiz yang
menyatakan angka أرْبَعَةَ
عَشَرَ yang dengan kata lain empat belas adalah berupa kambing,
kemudian kalimat itu menjadi menyeluruh dan dapat
dipahami.
8.
Mustatsna (مستثنى)
Mustatsna’
(مستثنى ) yakni isim manshub (yang dibaca nashob) yang
terletak setelah huruf istitsna’ untuk
menyatakan hukum yang bertolak belakang dengan sebelumnya, bahasa gampangnya,
mustatsna' ialah bab yang menerangkan kata yang yang 'dikecualikan' yang jatuh
setelah huruf istitsna'. Adapun Isim yang terletak sebelum huruf istisna’ dinamakan mustatsna’ minhu (مستثنى منه ).
Contoh:
جاءَ
الطُّلَّابُ إلاّ زَيْدًا
[ الطُّلَّابُ :
مستثنى منه ، زَيْدًا : مستثنى ].
Kata
“ إلاّ “ ialah salah satu huruf istitsna’. Kata sebelumnya yakni “الطُّلَّابُ “ dinamakan mustatsna’
minhu (مستثنى منه), dan kata setelahnya “ زَيْدًا “ dinamakan dengan
mustatsna’ (مستثنى).
9.
Khobar Kaana wa Akhwatuha (خبر كان و أخواتها)
Kaana
wa akhwatuha adalah salah satu kumpulan fi'il yang termasuk amil nawasikh, atau
amil yang merusak tatanan hukum mubtada dan khobar. Berikut ini adalah Kaana
dan saudara-saudaranya:
كَانَ
بَاتَ
ظَلَّ
أَضْحَى
أَصْبَحَ
أَمْسَى
صَارَ
لَيْسَ
ما زَالَ
مَا بَرِحَ
ما فًتِئَ
مَا انْفَكَ
مَا دَامَ
Fungsi
kaana wa akhwatuha (كان و أخواتها)
Fungsi
kaana adalah تَرْفَعُ الاِسْمَ وَتَنْصِبُ
الْــخَبَر "merofa'kan isim
(kaana) dan menasabkan khobar (kaana)". Perhatikan contoh berikut:
Sebelum
kemasukan كَانَ
مُحَمَّدٌ
كَرِيْمٌ
contoh
di atas adalah susunan mubtada dan khobar, mubtada: مُحَمَّدٌ, khobar: كَرِيْمٌ
Setelah
kemasukan كَانَ
كَانَ
مُحَمَّدٌ كَرِيْمًا
Setelah
kemasukan كَانَ, maka ada perubahan
istilah. Mubtada "مُحَمَّدٌ" berubah menjadi
isim kaana, dan khobar menjadi khobar kaana. kita kembali pada tugas kaana wa
akhwatuha bahwa kaana dan saudaranya bertugas untuk merofa'kan isim (kaana)
yaitu "مُحَمَّدٌ" tanda rofa'nya
adalah dhommah, dan menashobkan khobar kaana yaitu "كَرِيْمًا" tanda nashobnya adalah fathah.
Nah,
pada pembahasan manshubatul asma, yang dibaca nashob adalah khobarnya kaana
sama seperti contoh di atas, khobar kaana adalah "كَرِيْمًا" tanda nashobnya adalah fathah.
10.
Isim Inna wa Akhwatuha (اسم إنّ وأخواتها)
Inna
wa akhwatuha (Inna dan saudara-saudaranya) ialah sekelompok huruf (kata depan) yang biasanya
berada sebelum isim. Jika sebuah jumlah ismiyah (kalimat yang tersusun dari
mubtada’ dan khabar) didahului oleh Inna atau saudara-saudaranya, maka akan
mengakibatkan mubtada’ menjadi manshub
dan dinamakan isim Inna, dan khabar
tetap marfu dan dinamakan khabar Inna.
Seperti:
Kalimat
pertama
§ ٌاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيْم
Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad
اللَّهُ menjadi Mubtada' [dibaca
rofa'], sedangkan lafad سَمِيعٌ menjadi khobarnya
[dibaca rofa']
Kalimat
kedua kemasukan إِنَّ
§ إِنَّ اللَّهَ
سَمِيعٌ عَلِيْم
bahwasannya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad
اللَّهَ berubah menjadi isim إِنَّ dan dibaca Nashob dengan fathah, sedangkan Kata سَمِيعٌ tetap dibaca rofa' dengan tanda dhommah karena sebagai khabar
Inna.
Nah,
dalam pembahasan manshubatul asma ini, yang dibaca nashob pada poin 10 adalah
isim inna, sama seperti contoh di atas § إِنَّ اللَّهَ
سَمِيعٌ عَلِيْم
Lafad
اللَّهَ berubah menjadi isim إِنَّ dan dibaca Nashob dengan fathah
11.
Munada (المنادى)
Definisi
Munada merupakan klimat isim yang
dinamakan sesudah atau jatuh setalah
huruf nida. Penggunaan Munada dengan
mempergunakan huruf-huruf panggilan
huruf nida supaya yang dipanggil mengunjungi atau menoleh untuk yang memanggil. Dalam bahasa arab, nida'
artinya ialah seruan.
Contoh
Munada: ياَ عَبْدَ اللهِ
Atau
laksana وَلَقَدْ
اَتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلاً ط يَا جِبَالُ اَوِّبِى مَعَهُ وَااطَّيْرَ.
Huruf
nida’ berjumlah tujuh macam, yaitu
يا=َ أ= أَيْ=
آ= هَياَ=أَياَ=وَا
Keterangan
:
Huruf
Nida (أَيْ) dan (أَ) dipakai untuk menyeru
sesuatu yang dekat. (أَياَ), (هَياَ) dan (آ) guna menyeru sesuatu
yang jauh. (ياَ) untuk seluruh munada, baik dekat, jauh atau sedang. (وَا) guna ratapan, yaitu
dipakai untuk meratapi sesuatu yang dirasakan sakit, Contoh: (وَا كَبِدِي!)
Sedangkan
andai (ياَ) ditentukan dalam menyeru nama Allah ta’ala, sampai-sampai nama Allah jangan diseru dengan yang lainnya, dan dalam
istighatsah (permintaan tolong), sampai-sampai
tidak diizinkan meminta bantu dengan di samping (ياَ)
Huruf
. (ياَ) dan (وَا) ditentukan guna nudbah,
sampai-sampai selain dua-duanya tidak dapat
digunakan guna nudbah,
tetapi (وَا) dalam nudbah lebih tidak sedikit digunakan.
12.
TAWABI' LIL MANSHUB
Tabi’
ialah kata yang mengekor hukum kata sebelumnya ditinjau dari segi i’rab.
Istilahnya:
اَلْمَتْبُوْعُ = Kata yang diikuti
اَلتَّابِعُ = Kata yang mengikuti
ada
4 macam tabi' (tawabi') :
a. اَلنَّعْتُ —
نَعْتٌ / مَنْعُوْتٌ (NA'AT)
Na’at
ialah tabi’ yang menyifati isim
sebelumnya. Na’at dapat disebut sifat.
Contoh:
رأيت الأمِيْرَ
العادلَ
'saya melihat seorang pemimpin yang adil itu'
Antara
Na'at dan Man'ut sama-sama manshub (dibaca nashob dengan tanda nashob fathah).
العادلَ --> NA'AT
الأمِيْرَ --> MAN'UT
Antara
Na'at dan Man'ut di atas keduanya mempunyai kedudukan yang sama yaitu Nashob
karena Man'ut nya sedang menempati kedudukan Maf'ul, maka Na'at juga harus
dibaca Nashob.
b. اَلْعَطْفُ —
عَطْفٌ / مَعْطُوْفٌ ('ATHAF)
‘Athaf
ialah tabi’ yang terletak sesudah huruf-huruf
athaf (huruf-huruf penghubung /
penyambung)
Contoh:
اِشْتَرَيْتُ
المَنْزِلَ وَ السَّيَّارَةَ > Saya telah membeli rumah dan mobil
Dari
misal diatas dapat anda ketahui bahwa (المَنْزِلَ) sebagai Ma’thuf alaih sebab
yang disambungi, sementara (السَّيَّارَةَ) sebagai Ma’thuf sebab
yang menyambungkan.
السَّيَّارَةَ --> MA'TUF
وَ --> HURUF 'ATHAF
المَنْزِلَ --> MA'THUF 'ALAIH
Antara
Ma'tuf dan Ma'tuf 'Alaih harus dibaca sama dalam i'robnya.
c. اَلتَّوْكِيْدُ
— تَوْكِيْدٌ / مُؤَكَّدٌ (TAUKID)
Taukid
ialah tabi’ yang dilafalkan di dalam kalimat guna menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan
dari si pendengar.
Contoh:
رَأيْتُ
الأُسْتَاذَ نَفْسَهُ (Saya benar-benar
melihat ustadz tersebut)
نَفْسُهُ --> TAUKID guna
memperkuat bahwa yang dilihat adalah الأُسْتَاذَ
d. اَلْبَدَلُ —
بَدَلٌ / مُبْدَلٌ مِنْهُ (BADAL)
Badal
ialah tabi’ yang dilafalkan di dalam sebuah kalimat guna
mewakili kata sebelumnya, baik mewakili secara borongan ataupun sebagiannya saja.
Contoh:
اَكَلْتُ
الرَّغِيْفَ ثُلُثَهُ = Aku sudah memakan roti tersebut sepertiganya (bukan semuanya)
Jadi,
yang dimakan itu ialah roti melulu saja tidak semuanya tapi melulu sepertiganya. Yang menjadi misal badalnya ialah kata sepertiganya (ثُلُثَهُ) sementara mubdal
minhunya adlah kata roti (الرَّغِيْفَ ).
No comments:
Post a Comment