Mata Pelajaran : Hadist (Bulughul Marom)
Materi : Hadis ke 1-3
Pemateri : Ust.M. Najih, S.Pd.
TENTANG
AIR – Hadits Ke-1
HADITS
KE-1
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْبَحْرِ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ
الْحِلُّ مَيْتَتُهُ أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ
لَهُ وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَرَوَاهُ مَالِكٌ
وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ
Dari
Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda tentang (air) laut.
“Laut
itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal.”
Dikeluarkan
oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah.
Lafadh
hadits menurut riwayat Ibnu Syaibah dan dianggap shohih oleh Ibnu Khuzaimah dan
Tirmidzi.
Malik,
Syafi’i dan Ahmad juga meriwayatkannya.
Derajat
Hadits:
Hadits
ini shahih.
– At
Tirmidzi berkata, “hadits ini hasan shahih, Saya bertanya kepada Imam Bukhari
tentang hadits ini, beliau menjawab, “shahih””.
– Az
Zarqoni berkata di Syarh Al Muwatho’, “Hadits ini merupakan prinsip diantara
prinsip-prinsip islam, umat islam telah menerimanya, dan telah dishahihkan oleh
sekelompok ulama, diantaranya, Imam Bukhori, Al Hakim, Ibnu Hibban, Ibnul
Mandzur, At Thohawi, Al Baghowi, Al Khotthobi, Ibnu Khuzaimah, Ad Daruquthni,
Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Daqiqil ‘Ied, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, dan
selainnya yang melebihi 36 imam.
Kosa
kata:
–
Kata البَحْر (al-bahr /laut) adalah
selain daratan, yaitu dataran yang luas dan mengandung air asin.
–
Kata الطَهُوْرُ (at-thohur) adalah air
yang suci substansinya dan dapat mensucikan yang lainnya.
–
Kata الحِلُّ (Al-hillu) yaitu halal,
kebalikan haram.
–
Kata مَيْتَتُهُ (maitatuhu), yaitu hewan
yang tidak disembelih secara syariat.
Yang
dimaksud di sini adalah hewan yang mati di dalam laut, dan hewan tersebut tidak
bisa hidup kecuali di laut, jadi bukan semua yang mati di laut.
Faedah
Hadits:
1.
Kesucian air laut bersifat mutlak tanpa ada perincian.
Airnya
suci substansinya dan dapat mensucikan yang lainnya.
Seluruh
ulama menyatakan demikian kecuali sebagian kecil yang pendapatnya tidak dapat dianggap.
2.
Air laut dapat menghapus hadats besar dan kecil, serta menghilangkan najis yang
ada pada tempat yang suci baik pada badan, pakaian, tanah, atau selainnya.
3.
Air jika rasanya atau warnanya atau baunya berubah dengan sesuatu yang suci,
maka air tersebut tetap dalam keadaan sucinya selama air tersebut masih dalam
hakikatnya, sekalipun menjadi sangat asin atau sangat panas atau sangat dingin
atau sejenisnya.
4.
Bangkai hewan laut halal, dan maksud bangkai di sini adalah hewan yang mati
yang tidak bisa hidup kecuali di laut.
5.
Hadits ini menunjukkan tidak wajibnya membawa air yang mencukupi untuk bersuci,
walaupun dia mampu membawanya, karena para sahabat mengabarkan bahwa mereka
membawa sedikit air saja.
6
Sabdanya الطهور ماؤه (suci dan mensucikan
airnya), dengan alif lam, tidak menafikan kesucian selain air laut, sebab
perkataan tersebut sebagai jawaban atas pertanyaan tentang air laut.
7.
Keutamaan menambah jawaban dalam fatwa dari suatu pertanyaan, hal ini dilakukan
jika orang yang berfatwa menduga bahwa orang yang bertanya tidak mengetahui
hukum (yang ditambahnya tersebut).
8.
Ibnul Arobi berkata, “Merupakan kebaikan dalam berfatwa jika menjawab lebih
banyak dari yang ditanyakan kepadanya sebagai penyempurna faedah dan
pemberitahuan tentang ilmu yang tidak ditanyakan, dan ditekankan melakukan hal
ini ketika adanya kebutuhan ilmu tentang suatu hukum sebagaimana pada hadits
ini (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menambah “dan halal bangkainya“),
dan ini tidak dianggap membebani si penanya dengan sesuatu yang tidak penting.
9.
Imam As Syafi’i berkata, “Hadits ini merupakan setengah dari ilmu tentang
bersuci”, Ibnul Mulaqqin berkata, “Hadits ini merupakan hadits yang agung dan
prinsip diantara prinsip-prinsip bersuci, yang mencakup hukum-hukum yang banyak
dan kaidah-kaidah yang penting”.
Perbedaan
Pendapat Para Ulama
a.
Imam
Abu Hanifah berpendapat bahwa hewan laut tidak halal kecuali ikan dengan
seluruh jenisnya, adapun selain ikan yang menyerupai hewan darat, seperti ular
(laut), anjing (laut), babi (laut) dan lainnya, maka beliau berpendapat tidak
halal.
b.
Pendapat
Imam Ahmad yang masyhur adalah halalnya seluruh jenis hewan laut, kecuali
katak, ular, dan buaya.
Katak
dan ular merupakan hewan yang menjijikkan, adapun buaya merupakan hewan
bertaring yang digunakannya untuk memangsa
c.
Imam
Malik dan Imam Syafi’i berpendapat halalnya seluruh jenis hewan laut tanpa
terkecuali, keduanya berdalil dengan firman Allah ta’ala, “Dihalalkan bagi kamu
hewan buruan laut” (QS. Al Maidah : 96), dan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam:
أُحِلَّتْ لنا
مَيتَتَانِ الجراد و الحوتُ
”Dihalalkan
bagi kita dua bangkai, (yaitu) belalang dan al huut”.
(HR.
Ahmad dan Ibnu Majah).
Di
dalam “Kamus” disebutkan bahwa al huut adalah ikan.
Juga
berdasarkan hadits pada bab ini, الحِلُّ
مَيْتـَتُهُ (halal bangkainya), maka
pendapat inilah (Imam Malik dan Imam As Syafi’i) yang lebih kuat.
Kitab Thaharah (Bersuci). BAB I :
TENTANG AIR – Hadits Ke-2
HADITS KE-2
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ أَخْرَجَهُ الثَّلَاثَةُ
وَصَحَّحَهُ أَحْمَد
Dari Abu Said Al-Khudry
Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya (hakekat) air adalah
suci dan mensucikan, tak ada sesuatu pun yang menajiskannya.”
Dikeluarkan oleh Imam Tiga dan
dinilai shahih oleh Ahmad.
Derajat hadits:
Hadits ini shahih.
– Hadits ini juga dinamakan “hadits
bi’ru bidho’ah“.
Imam Ahmad berkata, “hadits bi’ru
bidho’ah ini shahih”.
– Imam At Tirmidzi berkata “hasan”.
– Abu Usamah menganggap hadits ini
baik.
Hadits ini telah diriwayatkan dari
Abu Sa’id dan selainnya dengan jalur lain.
– Disebutkan di dalam “at Talkhish”
bahwa hadits ini dishahihkan oleh
Ahmad, Yahya bin Mu’in, dan Ibnu Hazm.
– Al-Albani berkata, “periwayat pada
sanadnya adalah periwayat Bukhori dan Muslim kecuali Abdullah bin Rofi’.
Al Bukhori berkata, “keadaannya
majhul”, akan tetapi hadits ini telah dishahihkan oleh imam-imam sebagaimana
yang telah disebutkan di atas.
– Hadits ini adalah hadits yang
masyhur (dikenal) dan diterima oleh para imam.
– Syaikh Shodiq Hasan di kitab
Ar-Raudah, “Telah tegak hujjah dengan pen-shahih-an oleh sebagian imam .
Telah dishahihkan juga (selain yang
telah disebutkan di atas) oleh Ibnu Hibban, Al Hakim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu
Taimiyah, dll.
Walaupun Ibnul Qothon mencacati
hadits ini dengan majhulnya riwayat dari Abu Sa’id, akan tetapi pencacatan oleh
satu orang Ibnul Qothon tidak dapat melawan penshahihan oleh imam-imam besar
(yang telah disebutkan di atas).
Kosa Kata:
– Kata طهور (Thohur), artinya suci substansinya dan dapat mensucikan
selainnya.
– Kata لا ينجسه شيء (Laa yunajjisuhu syai-un) = tidak ada yang sesuatupun yang
dapat menajiskannya.
Perkataan
ini dimuqoyyad-kan (diikat) dengan syarat yaitu sesuatu (najis) tersebut tidak
mengubah salah satu dari tiga sifat air, yaitu bau, rasa, dan warna.
Kitab Thaharah (Bersuci). BAB I :
TENTANG AIR – Hadits Ke-3
HADITS KE-3
وَعَنْ أَبِي
أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
إلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ وَلَوْنِهِ أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ
وَضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ وَلِلْبَيْهَقِيِّ الْمَاءُ طَهُورٌ إلَّا إنْ
تَغَيَّرَ رِيحُهُ أَوْ طَعْمُهُ أَوْ لَوْنُهُ بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ
Dari Abu Umamah al-Bahily
Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya air itu tidak ada
sesuatu pun yang dapat menajiskannya kecuali oleh sesuatu yang dapat merubah
bau, rasa atau warnanya.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan
dianggap lemah oleh Ibnu Hatim.
Dalam riwayat Al Baihaqi, “Air itu
thohur (suci dan mensucikan) kecuali jika air tersebut berubah bau, rasa, atau
warna oleh najis yang terkena padanya.”
Derajat Hadits:
– Bagian pertama hadits adalah
shahih, sedangkan bagian akhirnya adalah dho’if.
Ungkapan “Sesungguhnya air tidak ada
sesuatupun yang menajiskannya”
telah ada dasarnya di hadits bi’ru
bidho’ah (hadits 2).
– Adapun lafadz tambahan “kecuali
yang mendominasi (mencemari) bau, rasa, dan warnanya”, Imam an Nawawi berkata,
“para ahli hadits bersepakat atas ke-dho’if-an lafadz ini, karena di dalam isnadnya
ada Risydain bin Sa’ad yang disepakati ke-dho’if-an-nya.
Akan tetapi, Ibnu Hibban di dalam
shahihnya menukil adanya ijma’ ulama untuk mengamalkan maknanya.
Shodiq berkata di kitab Ar-Raudhoh,
“Para ulama bersepakat terhadap dho’ifnya tambahan ini, akan tetapi ijma’ ulama
mengakui kandungan maknanya”.
Faedah Hadits (2 dan 3):
1. Kedua hadits ini menunjukkan
bahwa, secara asal, air adalah suci dan mensucikan, tidak ada sesuatupun yang
dapat menajiskannya.
2. Kemutlakan ini dimuqoyyadkan
(diikat) dengan syarat yaitu sesuatu (najis) tersebut tidak mengubah bau, rasa,
atau warna air, jika berubah maka air tersebut ternajisi (menjadi najis), baik
air tersebut sedikit ataupun banyak.
3. Yang meng-muqoyyad-kan kemutlakan
ini adalah ijma’ umat islam bahwa air yang berubah oleh najis, maka air
tersebut ternajisi (menjadi najis), baik air tersebut sedikit ataupun banyak.
Adapun lafadz tambahan yang datang
pada hadits Abu Umamah maka itu dho’if, tidak tegak hujjah dengannya, akan
tetapi:
– Imam An-Nawawi berkata, “para
ulama telah ijma’ terhadap hukum dari lafadz tambahan ini”.
– Ibnu Mundzir berkata, “Para ulama
ijma’ bahwa air yang sedikit ataupun banyak jika terkena najis dan mengubah
rasa, warna, atau bau air tersebut, maka air tersebut ternajisi (menjadi
najis).
– Ibnul Mulaqqin berkata, “terlepas
dari kedhoifan tambahan (yang mengecualikan) tersebut, ijma’ dapat dijadikan
hujjah sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As Syafi’i dan Al Baihaqi, dan
selain keduanya.
Syaikhul Islam berkata, “Apa yang
telah menjadi ijma’ oleh kaum muslimin maka itu berdasarkan nash, kami tidak
mengetahui satu masalahpun yang telah menjadi ijma’ kaum muslimin tetapi tidak
berdasarkan nash.
Sumber :
kitab
Taudhihul Ahkam min Bulughil Marom karya Syaikh Abdullah Al Bassam
*Editor:
Ahmad Asrori, S.H.
No comments:
Post a Comment