Friday, 6 August 2021

Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Sulam Taufik)

 Mata Pelajaran            : Fiqih (Sulam Taufik)

Materi                          : Pasal Yang Wajib bagi Setiap Muslim Mukallaf

Pemateri                      : Ust. Qomaria, S.Pd.

Setiap orang muslim itu wajib untuk menjaga keislamannya.

Menjaga dari sesuatu yang merusak yang membatalkan serta memutuskan dari hal hal yang dapat menjadikan murtad. Nauzdubillah minzdalik Kita sebagai orang islam tau bahwa Islam adalah agama yang paling baik, keburuntungan orang islam dijamin dunia akhirat tinggal bagaimana orang tersebut merawat agamanya.

Memang benar adanya ucapan adalah do'a. Kita bisa lihat buktinya seseorang bisa masuk islam karena sebuah ucapan, orang bisa murtad pun karena sebuah ucapan, maka dari itu pentingnya kita menjaga sebuah ucapan. Banyak hal hal yang sering kali diucapkan orang dengan sembrononya yang justru itu bisa menyebabkan orang bisa dosa dan kufur akan tetapi mereka tidak sadar. Sesuatu yang diucapkan bisa masuk dalam murtad qouli.

Semoga kita semua dalam lindungan Allah tetap kokoh iman islam kita. Aamiin

Demikian sekilas pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

 

Refleksi Sejarah Nabi dan Sahabat (Kitab Akhlak Lilbanin Juz 3)

Mata Pelajaran            :Tarikh (Khulasoh Nurul Yaqin Juz 3)

Materi                          : Pelajaran Ke Empat : Ketabahan Abu Bakar R.A.

Pemateri                      : Ust. Misbah, S.Pd.I.

1. Ketika Rasululiah s.a.w. wafat, saat itu Abu Bakar sedang  ada di luar kota Madinah.

2. Kemudian sewaktu berita wafat Rasululiah s.a.w sampai padanya, dengan segera beliau mendatangi orang-orang yang  sedang berkerumun di muka kediaman Rasululiah s.a.w.  Mereka itu tampak sangat gelisah lagi susah karena harus  berpisah dengan junjungannya.

3. Abu Bakar lalu naik ke mimbar dan berkhutbah di hadapan  sekalian manusia itu yang isinya mengajak mereka supaya tetap sabar dan tenang.

4. Di antara khutbah beliau itu berbunyi: ’’Barangsiapa yang  menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad  itu telah wafat. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah,  maka sesungguhnya Allah itu adalah Maha Hidup dan tidak  akan mati”.

5. Beliau lalu membacakan firman Allah yang berbunyi:

A r t i n y a: Tidaklah Muhammad itu melainkan hanya  seorang rasul yang sudah didahului oleh beberapa rasul yang  sebelumnya. Apakah kalau Muhammad sudah meninggal  dunia atau terbunuh, lalu engkau semua sama membalik  atas tumit-tumit kakimu (yakni murtad).

6. Karena itu Abu Bakar adalah setabah-tabah para manusia  dengan wafatnya Rasulullah s.a.w. serta yang paling sabar  dan paling kuat menahan perasaannya, tetapi juga paling  tabah hatinya.

7. Setelah mendengarkan khutbah Abu Bakar itu, para manusia lalu merasa ringan penderitaannya dan mereka sama  mengambil kesabaran dan ketabahan Abu Bakar sebagai  contoh yang patut ditiru.

Demikian sekilas pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

Belajar Bahasa Ahli Surga (Arab) Dengan Nahwu Shorof

 Mata Pelajaran            : Shorof (Jurmiyah)

Materi                          : PENGERTIAN I'RAB (I'ROB)

Pemateri                      : Ust. Yunus, S.E.I.


باب الإعراب

الإعراب : هو تغيير أواخرِ الكَلِم،لاختلافِ العوامل الداخلة عليها لفظا أو تقديرا، 

وأقسامُه أربعة : رَفع، ونَصب ، وخَفْض ، وجَزْم.

فللأسماء من ذلك الرفع،والنصب، والخفض، ولا جزم فيها.

وللأفعالِ من ذلك : الرفع ، والنصب، والجزم ولا خَفضَ فيها.


I'rab adalah perubahan akhir kata karena perbedaan amil yang masuk padanya baik perubahan secara jelas (lafdzi) atau dikira-kira.

JENIS I'ROB

I'rab ada 4 (empat): rafa', nashab, jer (khafadh), jazm.

I'ROBNYA ISIM (KATA BENDA)

I'rab dari kata benda (isim) adalah rafa', nashab, jer (khafadh)

I'ROBNYA FI'IL (KATA KERJA)

I'rab dari kata kerja (fi'il) adalah rafa', nashab, jazm.

Akhlak; Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat (Kitab Ta’lim Al-Muta’alim)

Mata Pelajaran            : Akhlak (Ta’lim AL-Muta’alim)

Materi                          : Ilmu Yang Fardu Kifayah dan Yang Haram dipelajari

Pemateri                      : Ust. Kharisman, S.Pd.I.

Adapun mempelajari amalan agama yang dikerjakan pada saat tertentu seperti shalat zenajah dan lain-lain, itu hukumnya fardhu kifayah. Jika di suatu tempat/daerah sudah ada orang yang mempelajari ilmu tersebut, maka yang lain bebas dari kewajiban. Tapi bila di suatu daerah tak ada seorangpun yang mempelajarinya maka seluruh daerah itu berdosa. Oleh karena itu pemerintah wajib memerintahkan kepada rakyatnya supaya belajar ilmu yang hukumnya fardhu kifayah tersebut. Pemerintah berhak memaksa mereka untuk mereka untuk melaksanakannya.

Dikatakan bahwa mengetahui/mempelajari amalan ibadah yang hukumnya fardhu ain itu ibarat makanan yang di butuhkan setiap orang. Sedangkan mempelajari amalan yang hukumnya fardhu kifayah, itu ibarat obat, yang mana tidak dibutuhkan oleh setiap orang, dan penggunaannya pun pada waktu-waktu tertentu.

Sedangkan mempelajari ilmu nujum itu hukumnya haram, karena ia diibaratkan penyakit yang sangat membahayakan. Dan mempelajari ilmu nujum itu hanyalah sia-sia belaka, karena ia tidak bisa menyelamatkan seseorang dari taqdir Tuhan.

Oleh karena itu, setiap orang islam wajib mengisi seluruh waktunya dengan berzikir kepada Allah, berdo’a, memohon seraya merendahkan diri kepadaNya, membaca Al-Qur’an,dan bersedekah supaya terhindar dari mara bahaya. Boleh mempelajari ilmu nujum (ilmu falaq) untuk mengetahui arah kiblat, dan waktu-waktu shalat.

Boleh pula mempelajari ilmu kedokteran, karena ia merupakan usaha penyembuhan yang tidak ada hubungannya dengan sihir, jimat, tenung dan lain-lainnya.Karena Nabi juga pernah berobat.

Imam Syafi’I rahimahullah berkata, “ilmu itu ada dua, yaitu ilmu piqih untuk mengetahui hukum agama, dan ilmu kedokteran untuk memelihara badan.”

Demikian sekilas pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

 


Belajar Membaca Al-Quran Dengan Alat Kitab Yanbu’a Jilid 7

Mata Pelajaran            : Tajwid (Yanbu’a jilid 7)

Materi                          : Hukum Alif

Pemateri                      : Ust. Luqman, S.H.I.



Demikian sekilas tentang muqoddimah dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 
*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 


Thursday, 5 August 2021

Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Mabadi Fiqh Juz 2)

 Mata Pelajaran            : Fiqih (Mabadi Fiqh Juz 2)

Materi                          : Thaharah

Pemateri                      : Ust. Muwato, M.Pd.

Thaharah berasal dari bahasa Arab yang berarti bersih atau suci dan ini sudah disarikan ke dalam bahasa Indonesia. Pengertian thaharah secara bahasa adalah an-Nadafatu yang artinya bersih atau suci. Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah membersihkan diri, pakaian, dan tempat dari najis dan hadas, sehingga seseorang diperbolehkan beribadah yang ditentukan harus dalam keadaan suci.

Bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan berwudu, (untuk hadas kecil), atau mandi (untuk hadas besar) dan tayamum bila dalam keadaan terpaksa. Bersuci dari najis meliputi suci badan, pakaian, tempat, dan lingkungan yang menjadi tempat beraktivitas bagi kita semua. Islam memberi perhatian yang sangat besar terhadap bersuci (thahârah).

Bersuci merupakan perintah agama yang bisa dikatakan selevel lebih tinggi dari sekadar bersih-bersih. Sebab, tidak semua hal yang bersih itu suci. Hukum Thaharah Hukum thahârah (bersuci) ini adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan melaksanakan shalat. Bersih dari najis dan menghilangkannya merupakan suatu kewajiban bagi yang tahu akan hukum dan mampu melaksanakannya. Allah SWT berfirman: وَثِيَابَكَ فَطَهِّرۡ Wa siyaabaka fatahhir Artinya: "Dan bersihkanlah pakaianmu". (QS.Al-Muddassir: 4) Lalu terdapat juga dalam surah berikut ini: اَنۡ طَهِّرَا بَيۡتِىَ لِلطَّآٮِٕفِيۡنَ وَالۡعٰكِفِيۡنَ وَالرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ.... ...An tahhiraa Baitiya littaaa'ifiina wal'aakifiina warrukka'is sujuud Artinya: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!! (Qs. Al Baqarah: 125)

Sementara bersih dari hadas merupakan suatu kewajiban yang sekaligus sebagai syarat sah shalat. Hal ini berdasarkan pada sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam: “Shalat tidak diterima tanpa -didahului dengan bersuci.” (HR. Muslim no. 224) Baca juga: Apa Hukum Bersuci Menggunakan Tisu, Boleh atau Tidak? Tata Cara Thaharah Thaharah secara umum dapat dilakukan dengan empat cara berikut ini: 1. Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada dalam badan. 2. Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa. 3. Membersihkan hati dari akhlak tercela. 4. Membersihkan hati dari selain Allah.

Hikmah Thaharah Thahârah terbagi menjadi dua, yakni bersuci dari najis dan bersuci dari hadas. Bersuci dari najis dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan tingkatan najis: berat (mughalladhah), sedang (mutawassithah), atau ringan (mukhaffafah). Dikutip dari NU Online, ada empat hikmah tentang disyariatkannya thahârah sebagaimana disarikan dari kitab al-Fiqh al-Manhajî ‘ala Madzhabil Imâm asy-Syâfi‘î karya Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan 'Ali asy-Asyarbaji. Pertama, bersuci merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia. Manusia memiliki kecenderungan alamiah untuk hidup bersih dan menghindari sesuatu yang kotor dan jorok. Karena Islam adalah agama fitrah, maka ia pun memerintahkan hal-hal yang selaras dengan fitrah manusia. Kedua, menjaga kemuliaan dan wibawa umat Islam. Orang Islam mencintai kehidupan bermasyarakat yang aman dan nyaman.

Islam tidak menginginkan umatnya tersingkir atau dijauhi dari pergaulan lantaran persoalan kebersihan. Seriusnya Islam soal perintah bersuci ini menunjukkan komitmennya yang tinggi akan kemuliaan para pemeluknya. Ketiga, menjaga kesehatan. Kebersihan merupakan bagian paling penting yang memelihara seseorang dari terserang penyakit. Ragam penyakit yang tersebar umumnya disebabkan oleh lingkungan yang kotor. Karena itu tidak salah pepatah mengungkapkan, "kebersihan adalah pangkal kesehatan".

Anjuran untuk membersihkan badan, membasuh wajah, kedua tangan, hidung, dan kedua kaki, berkali-kali saban hari relevan dengan kondisi dan aktivitas manusia. Sebab, anggota-anggota tubuh itu termasuk yang paling sering terpapar kotoran. Keempat, menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah: tidak hanya bersih tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya, seorang hamba memang seharusnya dalam keadaan suci secara lahir batin, bersih jasmani dan rohani, karena Allah yuhhibbut tawwâbîna yayuhibbul mutathahhirîna (mencintai orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri).

 

Menggali Dasar Islam Yang Ke-Dua (Kitab Bulughul Marom)

Mata Pelajaran            : Hadist (Bulughul Marom)

Materi                          : Melihat Hilal, Pertanda Puasa 

Pemateri                      : Ust. Ahmad Yazid, S.Pd.I.


Demikian sekilas penjelasan  dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 
*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.


Mendalami Kitab Klasik Aqoid Diniyah Juz 4

Mata Pelajaran            : Aqidah (Durus Al-Aqāid Ad-Diniyyah Juz 4)

Materi                          : Pelajaran Kedua: Hukum

Pemateri                      : Ust.Khosim, S.H.

Hukum artinya adalah sekumpulan peraturan yang menetapkan suatu perbuatan dan melarang suatu perbuatan. Jika seseorang telah melanggar salah satu dari hukum peraturan tersebut, maka ia akan dikenakan sanksi, atau diambil tindakan oleh undang-undang yang tertera dan tercatat di dalam peraturan itu sendiri.

Hukum yang dibicarakan di sini terbagi atas tiga bagian:

1. Hukum Syar’i (Syari’at / Fiqih) :

Hukum yang berkaitan dengan perintah dan larangan Allah.

2. Hukum ‘Adi (Adat/Kebiasaan) :

Hukum yang berkaitan dengan adat atau kebiasaan manusia.

3. Hukum ‘Akali:

Hukum yang berkaitan dengan akal manusia.

 

1- HUKUM SYAR’I

Hukum Syar’i adalah hukum yang berkaitan dengan perintah dan larangan Allah terhadap manusia. Hukum syar’i tentu bidangnya lebih lengkap dan luas. Kelengkapan ini timbul karena hukum syar’i tidak dibuat oleh manusia dan tidak dipengaruhi oleh perbuatan manusia, murni dari Allah. Hukum ini dibuat dan ditentukan oleh syara’ atau agama. Maka tidak ada suatu apapun dari kehidupan manusia yang tidak diatur oleh agama Islam.

Hukum Syar’i ialah hukum-hukum Islam yang merupakan perintah dan larangan Allah dan setiap muslim mukallaf yakni yang sudah akil baligh dan ber’akal sehat wajib baginya untuk mengetahui hukum-hukum tersebut.

PEMBAGIAN HUKUM SYAR’I

Hukum Syar’i dibagai menjadi 5 bagian:

a-      Wajib / Fardhu

b- Haram

c- Mandub / Sunnah

d- Makhruh

e-  Mubah

 

A-) WAJIB (FARDHU)

Wajib merupakan suatu hal yang wajib atau harus dilakukan atas diri setiap muslim mukallaf (akil dan baligh) baik laki-laki atau perempuan. Wajib atau Fardhu ialah suatu hukum yang apabila dilakukan mendapat pahala atau balasan baik dari Allah dan jika ditinggalkan maka akan berdosa dan mendapat ganjaran siksaan di akhirat.

Wajib ada dua macam:

1- WAJIB/FARDHU ’AIN

Wajib ‘Ain atau Fardhu ‘Ain: ialah wajib yang harus dilakukan atas diri setiap muslim mukalaf (berakal sehat dan baligh) baik ia laki-laki atau perempuan. Karena ia mengandung wajib yang berat, maka harus dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan terkecuali memiliki udzur yang kuat, itupun wajib dilakukan walaupun dengan isyarat, atau menggantinya pada hari yang lain, atau membayar fidhyah. Contohnya sholat lima waktu sehari semalam. Sholat ini wajib dilakukan oleh setiap muslim akil dan baligh, laki laki atau perempuan dalam keadaan apapun sholat ini wajib dilakukan, jika memiliki udhur sholatnya wajib atau harus dilakukan, walaupun dengan isyarat hukum sholat ini wajib atau harus dilakukan. Jika sudah tidak mampu sama sekali untuk dilakukan maka wajib diganti dengan membayar fidyah. Begitu pula puasa pada bulan Ramadhan, membayar zakat setelah sampai nisabnya dan melaksanakan ibadah haji jika mampu dan lain sebagainya.

2- WAJIB/FARDHU KIFAYAH

Wajib Kifayah atau Fardhu Kifayah: yaitu pekerjaan yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim mukallaf (berakal sehat dan baligh). Tetapi jika sudah ada satu diantara sekian banyak orang yang sanggup melaksanakannya, maka terlepaslah kewajibannya untuk dilakukan. Contohnya: mendirikan sholat jenazah. Sholat ini wajib dilakukan oleh setiap muslim. Jika tidak dilakukan sholat bagi mayat maka semua muslim akan berdosa dan jika salah seorang telah melakukanya maka terlepaslah kewajiban bagi semuanya.

B- HARAM

Haram ialah suatu larangan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan jika dilakukan akan berdosa. Setiap pelanggaran dari perbuatan yang dilarang itu dinamakan perbuatan ma’siat dan dosa, diantaranya: minum arak, berzina, membunuh, berjudi, berdusta, menipu, mencuri, mencaci maki dan masih banyak lagi contoh contoh lainnya. Dengan sangsi, jika seorang muslim mati dan belum sempat bertaubat, menurut hukum syara’ ia akan disiksa karena dosa-dosa yang telah diperbuatnya.

C- MANDUB (SUNNAH)

Mandub atau Sunnah ialah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Sesuatu yang mandub atau sunnah akan lebih baik jika dilaksanakan karena bisa menambal sulam kekurangan ibadah kita. Mandub atau Sunnat ini sering juga disebut Mustahab yaitu sesuatu perbuatan yang dicintai Allah dan Rasul Nya.

Hukum Mandub /Sunnat terbagi 4 bagian:

1- Sunnah Hai-at atau Sunnat ‘Ain: yaitu suatu perbuatan yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh setiap muslim, seperti sholat sunat rawatib. (sebelum atau sesudah sholat fardhu), sholat tahajjut, sholat tasbih, sholat dhuha dan sholat-sholat yang banyak lagi.

2- Sunnah Kifayah: yaitu suatu pekerjaan yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh setiap muslim, namun sunnah ini cukup jika telah dilaksanakan oleh satu orang. Misalnya memberi salam, menjawab orang yang bersin dan lain-lain.

3- Sunnah Muakkadah yaitu suatu pekerjaan yang selalu dilaksanakan oleh Rasulullah saw seperti sholat Idul Fitri dan sholat Idul Adhha dan sebagainya.

4- Sunnah Ghairu Muakkadah: yaitu segala sunat yang tidak selalu dikerjakan oleh Rasulullah saw, misalnya puasa tasua’ pada tanggal 9 Muharram yang ingin dilaksanakan oleh Nabi saw namun belum sempat dilakukannya beliau keburu wafat, kemudian para sahabat melanjutkannya berpuasa pada tanggal tersebut. Dan masih banyak lagi yang kita bisa cari dalam kitab fiqih

Hikmah Dan Atsar:

Ada yang perlu diketahui bahwa di dalam Wajib ada yang terkandung Sunnah, contohnya, sebelum shalat dianjurkan untuk berwudhu’. Dan berwudhu’ itu wajib hukumnya, adapun meratakan air ke tempat anggota wudhu’ adalah sunah. Begitu pula sebaliknya di dalam Sunnah ada yang terkandung Wajib. Contohnya: jika seseorang melaksanakan sholat sunnat tanpa wudhu’, maka sudah pasti sholatnya tidak sah. Karena wudhu’ merupakan perbuatan yang wajib dilakukan oleh seseorang  sebelum melaksanakan sholat, tidak perduli apakah itu sholat sunnat atau sholat wajib. Sebagaimana wajib Berwudhu’, wajib pula menghadap kiblat, wajib pula membaca surat Fatihah dalam sholat,  wajib pula ruku’ dan sujud dan wajib pula salam. Demikian seterusnya.

D- MAKRUH

Makruh ialah sesuatu perbuatan yang dibenci didalam agama Islam, tetapi tidak berdosa jika dilakukan, dan berpahala jika ditinggalkan, misalnya memakan makanan yang membuat mulut menjadi bau seperti memakan bawang putih, jengkol dan petai, juga merokok dan lain sebagainya.

E- MUBAH

Mubah dalam Syara’ ialah sesuatu pekerjaan yang boleh dilakukan atau boleh juga ditinggalkan. Jika ditinggalkan tidak berdosa dan jika dikerjakan tidak berpahala, misalnya makan, minum, tidur, mandi dan masih banyak lagi contoh contoh lainya. Mubah dinamakan juga Halal atau Jaiz. Namun, kadang-kadang yang mubah itu, bisa menjadi sunnah. Umpamanya, kita makan tetapi diniatkan untuk menguatkan tubuh agar lebih giat beribadah kepada Allah, atau berpakaian yang bagus dengan niat untuk menambah bersihnya dalam beribadah kepada Allah, bukan untuk ria’ atau menunjukkan kesombongan dalam berpakaian, dan lain sebagainya. (lihat kitab Ad-Durusul Fiqhiyyah juz ke 4 oleh Habib Abdurahman bin Saggaf Assagaf)

 

2- HUKUM ’ADI (HUKUM ADAT/KEBIASAAN)

Hukum ‘Adi atau Hukum Adat/Kebiasaan ialah menetapkan sesuatu bagi sesuatu yang lain, atau menolak sesuatu karena sesuatu itu sudah ada karena kejadian yang berulang-ulang.

Misalnya api itu panas dan dapat membakar kertas. Jika orang berpegang teguh pada kebiasaan yang telah diketahui secara berulang-ulang itu, maka ditetapkan suatu hukum bahwa setiap api itu panas dan mesti dapat membakar segala macam kertas. Dan apabila dikatakan sebaliknya maka adalah muhal atau mustahil, atau hal yang aneh atau tidak bisa dipercaya dan tidak diterima oleh akal.

Kejadian diatas merupakan kepastian dari kebiasaan yang telah terbukti kepastiannya dengan berulang kali. Adapun menurut pendapat akal, kejadian itu masih harus disebut hal yang mungkin saja terjadi, dan mungkin saja tidak terjadi.

Maka dari itu, jelas bahwa hukum adat/kebiasaan tidak sama dengan hukum akal.

Menurut akal, masih perlu diselidiki apakah yang menyebabkan adanya adat atau kebiasaan itu? Apakah yang menyebabkan api itu panas dan dapat membakar? Dan apakah yang menyebabkan air mengalir ke tempat yang rendah? Dan apa yang menyebabkan tiap-tiap zat mempunyai sifat dan tabiat yang berlainan? Demikian seterusnya.

 

3- HUKUM AKLI (HUKUM AKAL)

Arti hukum Akal itu, adalah menetapkan sesuatu keadaan untuk adanya sesuatu. Atau mentiadakan sesuatu karena ketidakadaanya sesuatu itu.

Misalnya, tidak mungkin ada sebuah rumah jika tidak ada tukang pembuat rumah tersebut. Maka jatuhlah hukum mustahil adanya. Karena tidak mungkin rumah itu bisa membentuk dirinya sendiri. Jadi harus ada yang membentuk rumah itu. Rumah merupakan bukti nyata akan keberadaanya tukang pembuat rumah. Demikian pula kayu tidak mungkin akan bisa menjadi kursi dengan sendirinya jika tidak ada tukang kayu yang memotong kayu lalu membuatnya menjadi kursi. Jadi kursi merupakan bukti nyata akan keberadaannya tukan kayu.  Demikianlah suatu contoh pengambilan hukum akal. Dan kita bisa mengkiyaskan dengan contoh contoh yang lainya sehingga selanjutnya menjadi berkembang pengertiannya yang kemudian menjadi suatu cabang ilmu yang sangat penting bagi masyarakat.

Dari contoh contoh diatas kita bisa menggambil bukti akan keberadaan Allah. Allah itu ada karena adanya ciptaan yang diciptakan-Nya. Adanya langit, bumi dan seisi isinya merupakan bukti kuat akan keberadaan Allah. Tidak mungkin langit, bumi dan seisi isinya jadi dengan sedirinya. Sudah pasti ada yang menciptakannya.yaitu Allah.

Hikmah Dan Atsar

Ada satu kisah menarik. Seorang Arab Badui (Arab dari pegunungan) ditanya ”Dari mana kamu mengetahui bahwa Allah itu ada” . kebetulan di muka orang Badui tadi ada segunduk kotoran unta. Badui itu menjawab ”Kamu lihat kotoran unta ini! Setiap ada kotoran unta pasti ada untanya”.

Jadi yang dinamakan Akal yang sempurna ialah suatu cahaya yang gemilang dan terletak didalam hati seorang mukmin dan dengan Akal yang jernih itu kita akan bisa membagi Hukum Akal ini menjadi tiga bagian:

1- Wajib

2- Mustahil

3- Jaiz

1- WAJIB

Wajib yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal akan ketidakberadaanya. Wajib di sini terbagi atas dua bagian:

a- Wajib Dharuri yaitu sesuatu yang bisa dimengerti tanpa bukti, atau sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan ketidakberadaanya tanpa memerlukan dalil atau keterangan secara rinci. Contohnya setiap dzat yang hidup itu wajib ada nyawanya, jika tidak bernyawa maka sudah pasti ia tidak akan bisa hidup alias mati.

b- Wajib Nadhari yaitu sesuatu yang bisa dimengerti setelah menggunakan bukti, atau sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan ketidakberadaanya dengan bersenderkan kepada dalil atau keterangan. Misalnya Allah itu wajib ada. Hal ini memerlukan dalil dan keterangan yang kuat.

2- MUSTAHIL

Mustahil merupakan kebalikan dari wajib yaitu sesuatu yang tidak bisa diterima akal akan keberadaanya. Mustahil juga dibagai menjadi dua bagian:

a-Mustahil Dharuri yaitu sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan keberadaanya tanpa memerlukan dalil atau keterangan. Misalnya mustahil seorang anak melahirkan Ibunya. Mustahil keberadaan sang ibu berasal dari anaknya. Bukankah ini sesuatu yang mustahil? Sudah pasti ini merupakan hal yang mustahil terjadi tanpa menggunakan dalil atau keterangan.

b-Mustahil Nadhari yaitu suatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan keberadanya dengan memerlukan dalil atau keterangan. Misalnya Allah itu mustahil mempunyai anak. Ini memerlukan dalil dan keterangan yang kuat.

3- JAIZ (MUNGKIN)

Jaiz yaitu sesuatu yang mungkin saja ada atau mungkin tidak adanya. Jaiz ini pula dibagi dua:

a- Jaiz Dharuri yaitu jaiz yang tidak memerlukan dalil atau keterangan, contohnya, ada seorang ibu melahirkan anak kembar sebanyak 4. Kejadian seperti ini mungkin saja bisa terjadi atau mungkin saja tidak terjadi tanpa menggunakan dalil atau keterangan lebih dahulu.

b- Jaiz Nadhari: yaitu Jaiz yang memerlukan dalil atau keterangan yang kuat. Contohnya sebuah batu mungkin bisa berobah menjadi emas. Hal ini memerlukan dalil dan keterangan yang kuat. Contoh lainya sebuah tongkat mungkin bisa berobah mejadi ular. Kemungkinan ini memerlukan dalil dan keterangan yang kuat. Tentu semua ini terjadi dengan seizin Allah tapi harus menggunakan dalil dan keterangan yang kuat.

Yang tertera diatas adalah pengambilan contoh pada Hukum Akal. Dan kita bisa mengembangkannya jauh lebih luas lagi, sehingga benar-benar bisa menjadi pelajaran yang mendalam tentang ilmu tauhid.

Hikmah Dan Atsar

jika ada orang mengatakan wajib atas tiap tiap Mukallaf (akil dan baligh) maksudnya adalah wajib menurut hukum syara’. Dan jika orang mengatakan wajib bagi Allah dan Rasul-Nya maksudnya adalah wajib menurut  hukum akal. Dan jika orang mengatakan wajib bagi makhluk Nya, maksudnya adalah wajib menurut hukum ‘adi atau hukum adat/kebiasaan, dan seterusnya.

Demikian sekilas tentang pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

 

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

Belajar Membaca Al-Quran Dengan Alat Kitab Yanbu’a Jilid 7

 Mata Pelajaran            : Tajwid (Yanbu’a jilid 7)

Materi                          : Hukum Nun sukun dan tanwin bertemu huruf hijaiyah

Pemateri                      : Ust. Luqman, S.H.I.

Umat Islam mempunyai pedoman dalam beragama, yaitu Qur’an dan hadis. Untuk membaca Qur’an, yang terpenting adalah dapat membacanya dengan benar dan memahami maknanya. Ilmu tentang cara memelajari membunyikan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci Qur’an maupun bukan disebut ilmu tajwid.

            Hukum nun sukun dan tanwin (  ـَــًـ , ـِــٍـ , ـُــٌـ ) adalah salah satu tajwid yang terdapat dalam Qur’an. Hukum ini berlaku jika nun sukun atau tanwin bertemu huruf-huruf hijaiyah tertentu. Pembagian hukum bacaan nun sukun dan tanwin yang bertemu huruf hijaiyah dibagi menjadi empat.

1.      Izhar halqi

Izhar mempunyai makna terang atau jelas. Disebut izhar halqi karena makhraj dari huruf-huruf izhar halqi keluar (diucapkan) dari dalam tenggorakan (halq). Hukum bacaan ini berlaku jika ada nun sukun atau tanwin yang bertemu dengan salah satu dari huruf izhar:

. ا، ه،ع، غ، ح، خ

Cara membaca izhar halqi adalah jelas, tanpa dengung. Misalnya bacaan كُفُوًااَحَدٌ maka huruf wau dengan harakat fathah tanwin tidak boleh dibaca dengung. Kufuwan ahad.

2.      Idgham

Idgham adalah salah satu hukum dalam ilmu tajwid yang berupa berpadu atau bercampurnya antara dua buah huruf atau memasukkannya satu huruf ke dalam huruf yang lainnya. Jika ada nun sukun atau tanwin yang bertemu dengan huruf idgham, maka cara membacanya harus melebur. Idham dibagi menjadi dua yaitu idgham bighunnah dan idgham bilaghunnah.

Idgham Bighunnah adalah idgham yang dibaca dengan secara dengung atau ghunnah. Hal ini terjadi jika nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu dari empat huruf hijaiyah sebagai berikut ini, yakni  ي-ن-م-و.

Contohnya:لَهَبٍ وَتَبَّ . Maka huruf wau (و)  harus dibaca melebur dengan huruf sebelumnya. Lahabiw watab.

Idgham Bilaghunnah atau bighairi ghunnah adalah idgham yang dibaca tanpa dengung. Hal ini terjadi jika nun sukun atau tanwin bertemu dengan dua huruf hijaiyah berikut ini ل dan ر. Contohnya: وَلَمْ يَكُن لَّهُ . Harus dibaca walam yakul lahu.

3.      Ikhfa’ haqiqi

Secara bahasa, ikhfa’ berarti samar. Jika ada nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf ikhfa’, maka harus dibaca samar. Huruf ikhfa’ ada lima belas, yaitu: ت – ث – د – ذ – ز – س – ش – ص – ض – ط – ظ – ف – ق – ك.

Cara membaca bacaan ikhfa’ haqiqi adalah dari dalam rongga hidung sampai dengan terlihat samar atau bisa juga menjadi suara “NG” atau “N” , sesudah itu disambut dengan dengung sepanjang 1 – 1 1/2 Alif atau bisa kurang lebih  2 – 3 harakat, kemudian setelah itu barulah  masuk untuk membaca huruf sesudah nun mati ataupun tanwin tersebut.

Contoh bacaan ikhfa’ haqiqi: مِن دُونِهِمَا. Lafaz tersebut harus dibaca ming duunihimaa.

4.      Iqlab

Secara harfiah, iqlab berarti mengganti. Apabila nun sukun atau tanwin bertemu dengan huruf ba’ (ب), maka bacaan nun sukun atau tanwin berubah menjadi bunyi mim.

Contoh: لَيُنۢبَذَنَّ harus dibaca Layumbażanna.

Empat hukum bacaan nun sukun atau tanwin yang bertemu dengan huruf hijaiyah tersebut bukan hanya perlu dipahami, tetapi juga perlu dipraktikkan dalam membaca Qur’an.

Akhlak; Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat (Kitab Ta’lim Al-Muta’alim)

Mata Pelajaran            : Akhlak (Ta’lim AL-Muta’alim)

Materi                          : Urgensi Niat

Pemateri                      : Ust. Setyo Darussalam, S.Pd.I.

Niat ketika belajar

Imam Zarnuji menyebutkan, bahwa seorang pelajar harus memiliki niat saat menuntut ilmu. Landasan yang digunakan beliau yaitu sabda Nabi tentang niat, “innamal a’mâlu binniyyât”, “Sesungguhnya amal seseorang tergantung pada niatnya.” Ada beberapa niat yang dianjurkan Imam al-Zarnuji ketika menuntut ilmu.

Pertama, mencari ridha Allah SWT. Kedua, menghilangkan kebodohan dirinya dan orang lain. Ketiga, menghidupkan agama dan mendirikan Islam. Keempat, mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan. Dalam pasal ini Imam al-Zarnuji juga memberi peringatan supaya seorang pelajar tidak mencari dengan maksud mencari pengaruh supaya orang-orang berpaling kepadanya, begitu juga mencari kedudukan di sisi penguasa, kecuai jika ilmu tersebut digunakan untuk menyeru kebaikan dan mecegah kemungkaran di tengah pemereintah.

Demikian sekilas tentang pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

Mengkaji Sejarah Nabi (Kitab Khulasoh Nurul Yaqin Juz 1)

 Mata Pelajaran            :Tarikh (Khulasoh Nurul Yaqin Juz 1)

Materi                          : Kelahiran dan Penyusuan Nabi SAW.

Pemateri                      : Ust. Nur Kadiq, S.Pd.I.

1.      Nabi SAW. dilahirkan di Makkah pada hari senin 12 Rabiul Awwal tahun Gajah

2.      Dinamakan tahun gajah dikarenakan raja Habasyah mengirimkan tentara ke Makkah dalam tahun kelahiran beliau, untuk menghancurka Ka’bah dan pada saat itu banyak sekali gajah. Lalu Allah membinasakan mereka (tentara gajah) sebagai penghormatan kepada kelahiran Beliau saw

3.      Beliau saw disusui oleh Tsuwaibah al-Aslamiyah sesudah disusui oleh ibu beliau Tsuwaibah adalah pelayan paman Nabi saw, Abu Lahab, kemudian beliau disusui oleh Halimah as-Sa’diyah sampai umur empat tahun

Ringkasan

Nabi dilahirkan di Makkah pada tahun Gajah dan disusui oleh Tsuwaibah al-Aslamiyah kemudian oleh Halimah as-Sa’diyah

Wednesday, 4 August 2021

Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Al-Ghoyah wa At-Taqrib)

 Mata Pelajaran            : Fiqih (Al-Ghoyah wa At-Taqrib)

Materi                          : Larangan menggunakan wadah minuman dll berbahan emas

Pemateri                      : Ust. Qomaria, S.Pd.

Wadah-wadah yang terbuat dari emas dan perak diharamkan berdasarkan nash dan ijma’. Terdapat riwayat shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

( لا تشربوا في آنية الذهب والفضة ولا تأكلوا في صحافها فإنها لهم في الدنيا ولكم في الآخرة )

“Janganlah kalian minum dari wadah emas dan perak, dan janganlah kalian makan dari piringnya, karena benda-benda itu untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kalian (orang beriman) di akhirat."

Maka hendaklah jika ingin menggunakan wadah maka selain yang terbuat dari emas dan perak. Karena sesungguhnya itu semua perabot yang akan kita gunakan diakhirat kelak.Demikian sekilas pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.