Mata
Pelajaran : Aqidah (Durus
Al-Aqāid Ad-Diniyyah Juz 4)
Materi : Pelajaran Kedua:
Hukum
Pemateri : Ust.Khosim, S.H.
Hukum artinya adalah sekumpulan peraturan yang menetapkan suatu
perbuatan dan melarang suatu perbuatan. Jika seseorang telah melanggar salah
satu dari hukum peraturan tersebut, maka ia akan dikenakan sanksi, atau diambil
tindakan oleh undang-undang yang tertera dan tercatat di dalam peraturan itu
sendiri.
Hukum
yang dibicarakan di sini terbagi atas tiga bagian:
1.
Hukum Syar’i (Syari’at / Fiqih) :
Hukum
yang berkaitan dengan perintah dan larangan Allah.
2.
Hukum ‘Adi (Adat/Kebiasaan) :
Hukum
yang berkaitan dengan adat atau kebiasaan manusia.
3.
Hukum ‘Akali:
Hukum
yang berkaitan dengan akal manusia.
1-
HUKUM SYAR’I
Hukum
Syar’i adalah hukum yang berkaitan dengan perintah dan larangan Allah terhadap
manusia. Hukum syar’i tentu bidangnya lebih lengkap dan luas. Kelengkapan ini
timbul karena hukum syar’i tidak dibuat oleh manusia dan tidak dipengaruhi oleh
perbuatan manusia, murni dari Allah. Hukum ini dibuat dan ditentukan oleh
syara’ atau agama. Maka tidak ada suatu apapun dari kehidupan manusia yang
tidak diatur oleh agama Islam.
Hukum
Syar’i ialah hukum-hukum Islam yang merupakan perintah dan larangan Allah dan
setiap muslim mukallaf yakni yang sudah akil baligh dan ber’akal sehat wajib
baginya untuk mengetahui hukum-hukum tersebut.
PEMBAGIAN HUKUM SYAR’I
Hukum Syar’i dibagai menjadi 5 bagian:
a-
Wajib
/ Fardhu
b- Haram
c- Mandub / Sunnah
d- Makhruh
e- Mubah
A-)
WAJIB (FARDHU)
Wajib
merupakan suatu hal yang wajib atau harus dilakukan atas diri setiap muslim
mukallaf (akil dan baligh) baik laki-laki atau perempuan. Wajib atau Fardhu
ialah suatu hukum yang apabila dilakukan mendapat pahala atau balasan baik dari
Allah dan jika ditinggalkan maka akan berdosa dan mendapat ganjaran siksaan di
akhirat.
Wajib
ada dua macam:
1-
WAJIB/FARDHU ’AIN
Wajib
‘Ain atau Fardhu ‘Ain: ialah wajib yang harus dilakukan atas diri setiap muslim
mukalaf (berakal sehat dan baligh) baik ia laki-laki atau perempuan. Karena ia
mengandung wajib yang berat, maka harus dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan
terkecuali memiliki udzur yang kuat, itupun wajib dilakukan walaupun dengan
isyarat, atau menggantinya pada hari yang lain, atau membayar fidhyah.
Contohnya sholat lima waktu sehari semalam. Sholat ini wajib dilakukan oleh
setiap muslim akil dan baligh, laki laki atau perempuan dalam keadaan apapun
sholat ini wajib dilakukan, jika memiliki udhur sholatnya wajib atau harus
dilakukan, walaupun dengan isyarat hukum sholat ini wajib atau harus dilakukan.
Jika sudah tidak mampu sama sekali untuk dilakukan maka wajib diganti dengan
membayar fidyah. Begitu pula puasa pada bulan Ramadhan, membayar zakat setelah
sampai nisabnya dan melaksanakan ibadah haji jika mampu dan lain sebagainya.
2-
WAJIB/FARDHU KIFAYAH
Wajib
Kifayah atau Fardhu Kifayah: yaitu pekerjaan yang wajib dilaksanakan oleh
setiap muslim mukallaf (berakal sehat dan baligh). Tetapi jika sudah ada satu
diantara sekian banyak orang yang sanggup melaksanakannya, maka terlepaslah
kewajibannya untuk dilakukan. Contohnya: mendirikan sholat jenazah. Sholat ini
wajib dilakukan oleh setiap muslim. Jika tidak dilakukan sholat bagi mayat maka
semua muslim akan berdosa dan jika salah seorang telah melakukanya maka
terlepaslah kewajiban bagi semuanya.
B-
HARAM
Haram
ialah suatu larangan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan jika
dilakukan akan berdosa. Setiap pelanggaran dari perbuatan yang dilarang itu
dinamakan perbuatan ma’siat dan dosa, diantaranya: minum arak, berzina,
membunuh, berjudi, berdusta, menipu, mencuri, mencaci maki dan masih banyak
lagi contoh contoh lainnya. Dengan sangsi, jika seorang muslim mati dan belum
sempat bertaubat, menurut hukum syara’ ia akan disiksa karena dosa-dosa yang
telah diperbuatnya.
C-
MANDUB (SUNNAH)
Mandub
atau Sunnah ialah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan
jika ditinggalkan tidak berdosa. Sesuatu yang mandub atau sunnah akan lebih
baik jika dilaksanakan karena bisa menambal sulam kekurangan ibadah kita.
Mandub atau Sunnat ini sering juga disebut Mustahab yaitu sesuatu perbuatan
yang dicintai Allah dan Rasul Nya.
Hukum
Mandub /Sunnat terbagi 4 bagian:
1-
Sunnah Hai-at atau Sunnat ‘Ain: yaitu suatu perbuatan yang dianjurkan untuk
dilaksanakan oleh setiap muslim, seperti sholat sunat rawatib. (sebelum atau
sesudah sholat fardhu), sholat tahajjut, sholat tasbih, sholat dhuha dan
sholat-sholat yang banyak lagi.
2-
Sunnah Kifayah: yaitu suatu pekerjaan yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh
setiap muslim, namun sunnah ini cukup jika telah dilaksanakan oleh satu orang.
Misalnya memberi salam, menjawab orang yang bersin dan lain-lain.
3-
Sunnah Muakkadah yaitu suatu pekerjaan yang selalu dilaksanakan oleh Rasulullah
saw seperti sholat Idul Fitri dan sholat Idul Adhha dan sebagainya.
4-
Sunnah Ghairu Muakkadah: yaitu segala sunat yang tidak selalu dikerjakan oleh
Rasulullah saw, misalnya puasa tasua’ pada tanggal 9 Muharram yang ingin
dilaksanakan oleh Nabi saw namun belum sempat dilakukannya beliau keburu wafat,
kemudian para sahabat melanjutkannya berpuasa pada tanggal tersebut. Dan masih
banyak lagi yang kita bisa cari dalam kitab fiqih
Hikmah
Dan Atsar:
Ada
yang perlu diketahui bahwa di dalam Wajib ada yang terkandung Sunnah,
contohnya, sebelum shalat dianjurkan untuk berwudhu’. Dan berwudhu’ itu wajib
hukumnya, adapun meratakan air ke tempat anggota wudhu’ adalah sunah. Begitu
pula sebaliknya di dalam Sunnah ada yang terkandung Wajib. Contohnya: jika
seseorang melaksanakan sholat sunnat tanpa wudhu’, maka sudah pasti sholatnya
tidak sah. Karena wudhu’ merupakan perbuatan yang wajib dilakukan oleh
seseorang sebelum melaksanakan sholat,
tidak perduli apakah itu sholat sunnat atau sholat wajib. Sebagaimana wajib
Berwudhu’, wajib pula menghadap kiblat, wajib pula membaca surat Fatihah dalam
sholat, wajib pula ruku’ dan sujud dan
wajib pula salam. Demikian seterusnya.
D-
MAKRUH
Makruh
ialah sesuatu perbuatan yang dibenci didalam agama Islam, tetapi tidak berdosa
jika dilakukan, dan berpahala jika ditinggalkan, misalnya memakan makanan yang
membuat mulut menjadi bau seperti memakan bawang putih, jengkol dan petai, juga
merokok dan lain sebagainya.
E-
MUBAH
Mubah
dalam Syara’ ialah sesuatu pekerjaan yang boleh dilakukan atau boleh juga
ditinggalkan. Jika ditinggalkan tidak berdosa dan jika dikerjakan tidak
berpahala, misalnya makan, minum, tidur, mandi dan masih banyak lagi contoh
contoh lainya. Mubah dinamakan juga Halal atau Jaiz. Namun, kadang-kadang yang
mubah itu, bisa menjadi sunnah. Umpamanya, kita makan tetapi diniatkan untuk
menguatkan tubuh agar lebih giat beribadah kepada Allah, atau berpakaian yang
bagus dengan niat untuk menambah bersihnya dalam beribadah kepada Allah, bukan
untuk ria’ atau menunjukkan kesombongan dalam berpakaian, dan lain sebagainya.
(lihat kitab Ad-Durusul Fiqhiyyah juz ke 4 oleh Habib Abdurahman bin Saggaf
Assagaf)
2-
HUKUM ’ADI (HUKUM ADAT/KEBIASAAN)
Hukum
‘Adi atau Hukum Adat/Kebiasaan ialah menetapkan sesuatu bagi sesuatu yang lain,
atau menolak sesuatu karena sesuatu itu sudah ada karena kejadian yang
berulang-ulang.
Misalnya
api itu panas dan dapat membakar kertas. Jika orang berpegang teguh pada
kebiasaan yang telah diketahui secara berulang-ulang itu, maka ditetapkan suatu
hukum bahwa setiap api itu panas dan mesti dapat membakar segala macam kertas.
Dan apabila dikatakan sebaliknya maka adalah muhal atau mustahil, atau hal yang
aneh atau tidak bisa dipercaya dan tidak diterima oleh akal.
Kejadian
diatas merupakan kepastian dari kebiasaan yang telah terbukti kepastiannya
dengan berulang kali. Adapun menurut pendapat akal, kejadian itu masih harus
disebut hal yang mungkin saja terjadi, dan mungkin saja tidak terjadi.
Maka
dari itu, jelas bahwa hukum adat/kebiasaan tidak sama dengan hukum akal.
Menurut
akal, masih perlu diselidiki apakah yang menyebabkan adanya adat atau kebiasaan
itu? Apakah yang menyebabkan api itu panas dan dapat membakar? Dan apakah yang
menyebabkan air mengalir ke tempat yang rendah? Dan apa yang menyebabkan
tiap-tiap zat mempunyai sifat dan tabiat yang berlainan? Demikian seterusnya.
3-
HUKUM AKLI (HUKUM AKAL)
Arti
hukum Akal itu, adalah menetapkan sesuatu keadaan untuk adanya sesuatu. Atau
mentiadakan sesuatu karena ketidakadaanya sesuatu itu.
Misalnya,
tidak mungkin ada sebuah rumah jika tidak ada tukang pembuat rumah tersebut.
Maka jatuhlah hukum mustahil adanya. Karena tidak mungkin rumah itu bisa
membentuk dirinya sendiri. Jadi harus ada yang membentuk rumah itu. Rumah
merupakan bukti nyata akan keberadaanya tukang pembuat rumah. Demikian pula
kayu tidak mungkin akan bisa menjadi kursi dengan sendirinya jika tidak ada
tukang kayu yang memotong kayu lalu membuatnya menjadi kursi. Jadi kursi
merupakan bukti nyata akan keberadaannya tukan kayu. Demikianlah suatu contoh pengambilan hukum
akal. Dan kita bisa mengkiyaskan dengan contoh contoh yang lainya sehingga
selanjutnya menjadi berkembang pengertiannya yang kemudian menjadi suatu cabang
ilmu yang sangat penting bagi masyarakat.
Dari
contoh contoh diatas kita bisa menggambil bukti akan keberadaan Allah. Allah
itu ada karena adanya ciptaan yang diciptakan-Nya. Adanya langit, bumi dan seisi
isinya merupakan bukti kuat akan keberadaan Allah. Tidak mungkin langit, bumi
dan seisi isinya jadi dengan sedirinya. Sudah pasti ada yang
menciptakannya.yaitu Allah.
Hikmah
Dan Atsar
Ada
satu kisah menarik. Seorang Arab Badui (Arab dari pegunungan) ditanya ”Dari
mana kamu mengetahui bahwa Allah itu ada” . kebetulan di muka orang Badui tadi
ada segunduk kotoran unta. Badui itu menjawab ”Kamu lihat kotoran unta ini!
Setiap ada kotoran unta pasti ada untanya”.
Jadi
yang dinamakan Akal yang sempurna ialah suatu cahaya yang gemilang dan terletak
didalam hati seorang mukmin dan dengan Akal yang jernih itu kita akan bisa
membagi Hukum Akal ini menjadi tiga bagian:
1-
Wajib
2-
Mustahil
3-
Jaiz
1-
WAJIB
Wajib
yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal akan ketidakberadaanya. Wajib
di sini terbagi atas dua bagian:
a-
Wajib Dharuri yaitu sesuatu yang bisa dimengerti tanpa bukti, atau sesuatu yang
tidak bisa diterima oleh akal akan ketidakberadaanya tanpa memerlukan dalil
atau keterangan secara rinci. Contohnya setiap dzat yang hidup itu wajib ada
nyawanya, jika tidak bernyawa maka sudah pasti ia tidak akan bisa hidup alias
mati.
b-
Wajib Nadhari yaitu sesuatu yang bisa dimengerti setelah menggunakan bukti,
atau sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan ketidakberadaanya dengan
bersenderkan kepada dalil atau keterangan. Misalnya Allah itu wajib ada. Hal
ini memerlukan dalil dan keterangan yang kuat.
2-
MUSTAHIL
Mustahil
merupakan kebalikan dari wajib yaitu sesuatu yang tidak bisa diterima akal akan
keberadaanya. Mustahil juga dibagai menjadi dua bagian:
a-Mustahil
Dharuri yaitu sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan keberadaanya
tanpa memerlukan dalil atau keterangan. Misalnya mustahil seorang anak
melahirkan Ibunya. Mustahil keberadaan sang ibu berasal dari anaknya. Bukankah
ini sesuatu yang mustahil? Sudah pasti ini merupakan hal yang mustahil terjadi
tanpa menggunakan dalil atau keterangan.
b-Mustahil
Nadhari yaitu suatu yang tidak bisa diterima oleh akal akan keberadanya dengan
memerlukan dalil atau keterangan. Misalnya Allah itu mustahil mempunyai anak.
Ini memerlukan dalil dan keterangan yang kuat.
3-
JAIZ (MUNGKIN)
Jaiz
yaitu sesuatu yang mungkin saja ada atau mungkin tidak adanya. Jaiz ini pula
dibagi dua:
a-
Jaiz Dharuri yaitu jaiz yang tidak memerlukan dalil atau keterangan, contohnya,
ada seorang ibu melahirkan anak kembar sebanyak 4. Kejadian seperti ini mungkin
saja bisa terjadi atau mungkin saja tidak terjadi tanpa menggunakan dalil atau
keterangan lebih dahulu.
b-
Jaiz Nadhari: yaitu Jaiz yang memerlukan dalil atau keterangan yang kuat.
Contohnya sebuah batu mungkin bisa berobah menjadi emas. Hal ini memerlukan
dalil dan keterangan yang kuat. Contoh lainya sebuah tongkat mungkin bisa
berobah mejadi ular. Kemungkinan ini memerlukan dalil dan keterangan yang kuat.
Tentu semua ini terjadi dengan seizin Allah tapi harus menggunakan dalil dan
keterangan yang kuat.
Yang
tertera diatas adalah pengambilan contoh pada Hukum Akal. Dan kita bisa
mengembangkannya jauh lebih luas lagi, sehingga benar-benar bisa menjadi
pelajaran yang mendalam tentang ilmu tauhid.
Hikmah
Dan Atsar
jika
ada orang mengatakan wajib atas tiap tiap Mukallaf (akil dan baligh) maksudnya
adalah wajib menurut hukum syara’. Dan jika orang mengatakan wajib bagi Allah
dan Rasul-Nya maksudnya adalah wajib menurut
hukum akal. Dan jika orang mengatakan wajib bagi makhluk Nya, maksudnya
adalah wajib menurut hukum ‘adi atau hukum adat/kebiasaan, dan seterusnya.
Demikian
sekilas tentang pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi
kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.
*Editor.
Ust. Ahmad Asrori, S.H.