Mata Pelajaran : Fiqih (Mabadi Fiqh Juz 2)
Materi :
Thaharah
Pemateri :
Ust. Muwato, M.Pd.
Thaharah berasal dari bahasa Arab yang berarti bersih atau suci dan
ini sudah disarikan ke dalam bahasa Indonesia. Pengertian thaharah secara
bahasa adalah an-Nadafatu yang artinya bersih atau suci. Sedangkan menurut
istilah, thaharah adalah membersihkan diri, pakaian, dan tempat dari najis dan
hadas, sehingga seseorang diperbolehkan beribadah yang ditentukan harus dalam
keadaan suci.
Bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan berwudu, (untuk hadas
kecil), atau mandi (untuk hadas besar) dan tayamum bila dalam keadaan terpaksa.
Bersuci dari najis meliputi suci badan, pakaian, tempat, dan lingkungan yang
menjadi tempat beraktivitas bagi kita semua. Islam memberi perhatian yang
sangat besar terhadap bersuci (thahârah).
Bersuci merupakan perintah agama yang bisa dikatakan selevel lebih
tinggi dari sekadar bersih-bersih. Sebab, tidak semua hal yang bersih itu suci.
Hukum Thaharah Hukum thahârah (bersuci) ini adalah wajib, khususnya bagi orang
yang akan melaksanakan shalat. Bersih dari najis dan menghilangkannya merupakan
suatu kewajiban bagi yang tahu akan hukum dan mampu melaksanakannya. Allah SWT
berfirman: وَثِيَابَكَ فَطَهِّرۡ Wa siyaabaka fatahhir
Artinya: "Dan bersihkanlah pakaianmu". (QS.Al-Muddassir: 4) Lalu
terdapat juga dalam surah berikut ini: اَنۡ طَهِّرَا
بَيۡتِىَ لِلطَّآٮِٕفِيۡنَ وَالۡعٰكِفِيۡنَ وَالرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ.... ...An tahhiraa Baitiya littaaa'ifiina wal'aakifiina
warrukka'is sujuud Artinya: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang
tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!! (Qs. Al
Baqarah: 125)
Sementara bersih dari hadas merupakan suatu kewajiban yang
sekaligus sebagai syarat sah shalat. Hal ini berdasarkan pada sabda Nabi
shalallahu alaihi wasallam: “Shalat tidak diterima tanpa -didahului dengan
bersuci.” (HR. Muslim no. 224) Baca juga: Apa Hukum Bersuci Menggunakan Tisu,
Boleh atau Tidak? Tata Cara Thaharah Thaharah secara umum dapat dilakukan
dengan empat cara berikut ini: 1. Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan
kelebihan-kelebihan yang ada dalam badan. 2. Membersihkan anggota badan dari
dosa-dosa. 3. Membersihkan hati dari akhlak tercela. 4. Membersihkan hati dari
selain Allah.
Hikmah Thaharah Thahârah terbagi menjadi dua, yakni bersuci dari
najis dan bersuci dari hadas. Bersuci dari najis dilakukan dengan berbagai cara
tergantung dengan tingkatan najis: berat (mughalladhah), sedang
(mutawassithah), atau ringan (mukhaffafah). Dikutip dari NU Online, ada empat
hikmah tentang disyariatkannya thahârah sebagaimana disarikan dari kitab
al-Fiqh al-Manhajî ‘ala Madzhabil Imâm asy-Syâfi‘î karya Musthafa al-Khin,
Musthafa al-Bugha, dan 'Ali asy-Asyarbaji. Pertama, bersuci merupakan bentuk
pengakuan Islam terhadap fitrah manusia. Manusia memiliki kecenderungan alamiah
untuk hidup bersih dan menghindari sesuatu yang kotor dan jorok. Karena Islam
adalah agama fitrah, maka ia pun memerintahkan hal-hal yang selaras dengan
fitrah manusia. Kedua, menjaga kemuliaan dan wibawa umat Islam. Orang Islam
mencintai kehidupan bermasyarakat yang aman dan nyaman.
Islam tidak menginginkan umatnya tersingkir atau dijauhi dari
pergaulan lantaran persoalan kebersihan. Seriusnya Islam soal perintah bersuci
ini menunjukkan komitmennya yang tinggi akan kemuliaan para pemeluknya. Ketiga,
menjaga kesehatan. Kebersihan merupakan bagian paling penting yang memelihara
seseorang dari terserang penyakit. Ragam penyakit yang tersebar umumnya
disebabkan oleh lingkungan yang kotor. Karena itu tidak salah pepatah
mengungkapkan, "kebersihan adalah pangkal kesehatan".
Anjuran untuk membersihkan badan, membasuh wajah, kedua tangan,
hidung, dan kedua kaki, berkali-kali saban hari relevan dengan kondisi dan
aktivitas manusia. Sebab, anggota-anggota tubuh itu termasuk yang paling sering
terpapar kotoran. Keempat, menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap
Allah: tidak hanya bersih tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya,
seorang hamba memang seharusnya dalam keadaan suci secara lahir batin, bersih
jasmani dan rohani, karena Allah yuhhibbut tawwâbîna yayuhibbul mutathahhirîna
(mencintai orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri).
No comments:
Post a Comment