Friday, 20 August 2021

Akhlak; Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat (Kitab Ta’lim Al-Muta’alim)

 Mata Pelajaran            : Akhlak (Ta’lim AL-Muta’alim)

Materi                          : Memilih Guru

Pemateri                      : Ust. Setyo Darussalam, S.Pd.I.

 

Syarat-syarat Guru Yang dipilih

 

Dalam memilih guru, hendaklah mengambil yang lebih alim, waro’ dan juga lebih tua usianya. Sebagaimana Abu Hanifah setelah lebih dahulu memikir dan mempertimbangkan lebih lanjut, maka menentukan pilihannya kepada tuan Hammad Bin Abu Sulaiman.

 

Dalam hal ini dia berkata : “beliau saya kenal sebagai orang tua yang budi luhur, berdada lebar serta penyabar. Katanya lagi: saya mengabdi di pangkuan tuan Hammad Bin Abu Sulaiman, dan ternyata sayapun makin berkembang.”

Menggali Dasar Islam Yang Ke-Dua (Kitab Bulughul Marom)

Mata Pelajaran            : Hadist (Bulughul Marom)

Materi                          : Kebolehan Niat Puasa Pagi Hari

Pemateri                      : Ust. Ahmad Yazid, S.Pd.I.

 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( دَخَلَ عَلَيَّ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ يَوْمٍ. فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ?  قُلْنَا: لَا. قَالَ:  فَإِنِّي إِذًا صَائِمٌ  ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ, فَقُلْنَا: أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ, فَقَالَ:  أَرِينِيهِ, فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا  فَأَكَلَ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

 

Hadits No. 676                       

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Suatu hari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ke rumahku, lalu beliau bertanya: "Apakah ada sesuatu padamu?" Aku menjawab: Tidak ada. Beliau bersabda: "Kalau begitu aku shaum." Pada hari lain beliau mendatangi kami dan kami katakan: Kami diberi hadiah makanan hais (terbuat dari kurma, samin, dan susu kering). Beliau bersabda: "Tunjukkan padaku, sungguh tadi pagi aku shaum." Lalu beliau makan. Riwayat Muslim.

Belajar Membaca Al-Quran Dengan Alat Kitab Yanbu’a Jilid 7


 Mata Pelajaran            : Tajwid (Yanbu’a jilid 7)

Materi                          : Hukum Nun sukun dan tanwin bertemu huruf hijaiyah

Pemateri                      : Ust. Luqman, S.H.I.

 

Iqlab adalah hukum bacaan dalam ilmu tajwid Al Quran yang termasuk dalam hukum nun mati/nun sukun dan tanwin. Secara bahasa, iqlab artinya menukar atau mengganti.

 

Bisa dikatakan bahwa iqlab adalah mengganti bunyi nun mati atau tanwin kepada suara mim mati saat bertemu dengan huruf iqlab. Huruf iqlab sendiri hanya terdiri dari satu huruf hijaiyah, yaitu ba (ب).

 

Mengutip buku Panduan Praktis & Lengkap Tahsin Tajwid Tahfizh untuk Pemula oleh Raisya Maulana Ibnu Rusyd (2019), cara membaca iqlab adalah dengan merapatkan kedua bibir, mendengungkan, dan menahan selama 2 harakat/ketukan.

 

Kesalahan yang sering terjadi dalam membaca iqlab adalah tidak menukar bunyi nun mati atau tanwin kepada huruf mim mati sehingga bunyi bacaannya tidak mendengung. Untuk lebih jelasnya, berikut contoh hukum bacaan iqlab di dalam Al Quran.

 

Hukum Bacaan Iqlab dan Contohnya di Dalam Al Quran (1)

 

Contoh Hukum Bacaan Iqlab

كَلَّا‌ لَيُنۡۢبَذَنَّ فِى الۡحُطَمَةِ (Al Humazah ayat 4)

Nun sukun bertemu ba sehingga dibaca kalla layum ba zanna fil hutamah.

لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ (Al Alaq ayat 15)

Tanwin bertemu ba sehingga dibaca la nasfa'am bin nasiyah.

وَاَنۡتَ حِلٌّ ۢ بِهٰذَا الۡبَلَدِۙ (Al Balad ayat 2)

Tanwin bertemu ba sehingga dibaca wa anta hillum bihaazal balad.

وَاَمَّا مَنۡۢ بَخِلَ وَاسۡتَغۡنٰىۙ (Al Lail ayat 8)

Nun sukun bertemu ba sehingga dibaca wa ammaa mam bakhila wastaghnaa.

اِلَّا مِنۡۢ بَعۡدِ (Al Bayyinah ayat 4)

Nun sukun bertemu ba sehingga dibaca il-la mim ba'di.

Mendalami Kitab Klasik Aqoid Diniyah Juz 4

Mata Pelajaran            : Aqidah (Durus Al-Aqāid Ad-Diniyyah Juz 4)

Materi                          : Mempelajari Sifat Allah Qidam

Pemateri                      : Ust.Khosim, S.H.

 

2. Kidam

Kidam berasal dari bahasa Arab yang artinya awal atau terdahulu. Maknanya, Allah SWT merupakan Sang Pencipta yang ada terlebih dahulu dari yang diciptakannya. Dalilnya adalah firman Allah dalam surah Al-Hadid ayat 3: “Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu,” (QS. Al-Hadid [57]: 3).

 

Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Mabadi Fiqh Juz 2)

  Mata Pelajaran            : Fiqih (Mabadi Fiqh Juz 2)

Materi                          :Pembagian Najis

Pemateri                      : Ust. Muwato, M.Pd.

 

Bagi umat Muslim, najis harus dihindari. Sebab dalam kepercayaan Islam, najis bisa membuat ibadah tidak diterima oleh Yang Maha Islam. Apa saja macam-macam najis dalam Islam?

 

Oleh karena itu, sebagai umat Muslim, mereka wajib mengetahui macam-macam najis dalam Islam. Berikut adalah uraian singkat mengenai macam-macam najis dalam Islam.

 

1. Najis Mukhaffafah atau najis ringan

 

Najis ringan atau Najis Mukhaffafah ialah yang berupa air kencing bayi laki-laki yang belum berusia dua tahun. Najis yang tergolong ringan ini, cara membersihkannya cukup mudah cukup dengan membersihkan tubuh atau bagian tubuh yang terkencingi.

 

Akan tetapi, walau najis ini tergolong ringan, akan lebih baik jika tidak terkena olehnya. Setelah membersihkan diri dari najis ringan ini, Anda harus mensucikan diri dengan air wudhu.

 

Najis Mukhaffafah dapat dibersihkan dengan tiga cara, antara lain sebagai berikut:

 

    Dengan memercikkan air sekali percikan ke area yang terkena najis lalu mengambil wudhu

    Mandi lalu mengambil wudhu

    Mencuci badan yang terkena kencing dengan sabun sehingga tidak bau lalu mengambil wudhu

 

2. Najis Mutawwasithah

 

Najis Mutawwasithah ialah najis yang cukup berat. Contoh najis Mutawwasithah ialah kotoran manusia, darah haid, air mani yang cair, minuman keras, kotoran hewan yang haram dimakan, bangkai hewan kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang.

 

Najis mutawassithah sendiri dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

 

    Najis Ainiyah yakni najis yang terlihat rupa, rasa atau tercium baunya.

    Najis Hukmiyah yakni najis yang tidak tampak seperti bekas kencing dan miras.

 

Untuk mensucikan diri dari Najis Mutawwasithah, Anda harus membasuh diri dengan menggunakan air yang mengalir sampai najis benar-benar hilang. Anda harus membersihkannya sampai tuntas tanpa ada bekas yang melekat.

 

Caranya gunakan air mengalir, gosok-gosok bagian tubuh yang terkena najis, bisa dibantu dengan menggunakan tanah atau debu. Setelah itu, basuh tubuh dengan air mengalir. Cuci tubuh dengan sabun sampai bersih.

 

Hilangkan keberadaan najis di tubuh sampai najis itu tidak bersisa, tidak ada lagi bau yang tercium, dan rasanya tentu saja harus sudah hilang sama sekali.

 

3. Najis Mughallazah

 

Najis ketiga dari salah satu macam-macam najis dalam Islam ialah najis Mughallazah. Najis ini antara lain menyentuh atau disentuh babi, terkena air liur anjing baik secara sengaja ataupun tidak disengaja.

 

Najis ini tergolong najis berat. Untuk membersihkan diri dari najis ini, diperlukan bilasan air sebanyak tujuh kali dari air mengalir. Hilangkan juga dengan mencuci tubuh pakai sabun.

 

4. Najis Lainya

 

Selain macam-macam najis di atas, masih ada jenis najis lainnya, yaitu najis Mafu atau najis yang dimaafkan. Najis Mafu adalah najis yang tidak perlu dicuci atau dibasuh. Contohnya menyentuh bangkai yang tidak mengalirkan darah, keluar darah atau nanah dari kulit karena sakit.

 

Demikian penjelasan singkat terkait macam-macam najis dalam Islam dan cara mensucikan diri darinya. Semoga informasi di atas bermanfaat untuk Anda..

Mata Pelajaran :Tarikh (Khulasoh Nurul Yaqin Juz 1)


Materi                          : Pendidikan Nabi saw dan Wafatnya Kakek Beliau

Pemateri                      : Ust. Nur Kadiq, S.Pd.I.

 


 

– Yang mendidik Nabi saw sesudah ibunya wafat ialah kakeknya Abdul Muthalib, beliau sangat cinta kepada Nabi saw melebihi cintanya kepada anak-anaknya sendiri

– Ketika umur nabi 8 tahun kakek Beliau wafat setelah mengasuh nabi selama dua tahun

– Sesudah kekek Beliau saw wafat, Beliau saw diasuh oleh pamannya Abu Thalib {Abu Thalib awalnya miskin lalu Allah meliakan dia menjadi banyak rizki setelah mengasuh Nabi saw}

– Kehidupan Nabi saw pada waktu diasuh oleh pamannya dikatakan cukup, dimudahkan oleh Allah segala sesuatunya

 

Ringkasan

 

Kakek Nabi saw Adul Muthalib mendidik beliau sesudah ibunya wafat dan Abdul Muthalib wafat ketika Nabi saw berumur 8 tahun kemudian paman Beliau saw yang mengasuhnya.

Wednesday, 18 August 2021

Akhlak; Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat (Kitab Washoya Al-Abaa' Lil Abnaa')


 

Mata Pelajaran            : Akhlak (Washoya Al-Abaa' Lil Abnaa')

 

Materi                          : Adab mu'asyarah/bergaul

 

Pemateri                      : Ust. Setyo Darussalam, S.Pd.I.

Adab mu'asyarah ada banyak, di antaranya adalah :

 

·         Manisnya wajah (saat bergaul)

·         Lemes lambunge (lemah lembut saat bergaul)

·         Memperhatikan perkataan teman yang bergaul

·         Bersikap waqar (tenang dan santai) tanpa adanya sombong

·         Diam ketika bersenda gurau

·         Memaafkan kesalahan

·         Meninggalkan sifat kemewahan dengan jabatan dan kekayaan, karena sesungguhnya demikian itu menyebabkan jatuhnya martabat dalam pandangan orang-orang lain

·         Di antaranya adalah menjaga rahasia karena sesungguhnya tidak ada harga (yang harus dibayar) bagi orang yang tidak bisa menyimpan rahasia.

Belajar Bahasa Ahli Surga (Arab) Dengan Nahwu Shorof


 Mata Pelajaran            : Shorof (Jurmiyah)

Materi                        : Pengertian Haal ( حال )

Pemateri                      : Ust. Ahmad Najih, S.Pd

 

Haal ialah  isim Manshub yang menyatakan  keterangan suasana  yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana  fa’il. Seperti dalam misal  :

 

جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا = Zaid sudah  datang sambil  berkendara

 

Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada  di dalam firman Allah Swt, inilah  :

 

فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا = “ Maka keluarlah Musa dari kota tersebut  ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).

 

Lafazd خَٰائِفًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana  Musa masa-masa  keluarnya.        

 

Atau menjelaskan suasana  maf’ul, laksana  dalam misal  :

 

رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku sudah  menunggang kuda sambil  berpelana.

 

Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana  kuda waktu dipakai  angkutan di atasnya. Dan laksana  yang ada  dalam firman Allah Swt. Berikut :

 

وَأرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا

“ Kami mengutusmu menjadi rasul untuk  segenap manusia.”(An-Nisa:79)

Lafazh رَسُوْلًا menjadi haal dari maf’ul huruf   kaf yang ada  pada lafazh وَاَرْسَلْنٰكَ.

 

Atau menyatakan  kedua-duanya ( fa’il dan maf’ul ), Seperti dalam misal  :

 

لَقَيْتُ عَبْدَاللَّهِ رَاكِبًا = Aku sudah  bertemu Abdullah sambil  berkendaraan.

 

Yang dimaksud sambil  berkendaraan tersebut  ialah  aku atau Abdullah, atau kedua-duanya.

 

 

B.     SYARAT- SYARAT HAAL DAN CONTOHNYA

 

1. Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali nakirah. Apabila terdapat  haal dengan lafazh ma’rifat, maka me sti di-takwil-kan dengan lafazh nakirah, seperti misal  :

 

جَاءَ زَيْدٌ وَحْدَهُ = Zaid sudah  datang sendirian.

Taqdirnya ialah  :

جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah  datang sendirian

 

Keterangan :

Lafazh وَحْدَهُ Berkedudukan sebagai haal. Sekalipun lafazhnya menunjukan format  ma’rifat, namun  maknanya di takwil-kan nakirah. Bentuk lengkapnya ialah  :

 

جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah  datang sendirian.

 

2. Kebanyakan haal tersebut  dalam format  musytaq (terbentuk dari tasrif/pergantian bentuk), berakar dari mashdar, Misalnya : Lafazh رَاكِبًا Berakar dari lafazh رُكُوْبٌ (mashdar ) dan lafazh خَائِفًا berakar dari lafazh خَوْفٌ . Terkadang haal ada pula  yang berbentuk jamid ( tidak musytaq ), namun  berisi  arti  musytaq, laksana  dalam contoh-contoh inilah  :

 

بَدَتِ الجَارِيَةُ قَمَرًا = Anak perempuan tersebut  tampak laksana  bulan.

Yang dimaksud dengan bulan merupakan   bercahaya.

 

بِعْتُهُ يَدًا بِيَدٍ= Aku telah memasarkan  barang tersebut  secara timbang terima.

Yang dimaksud dengan istilah timbang terima merupakan   jual beli secara kontan.

 

وَادْخُلُوْا رَجُلًا رَجُلًا = Masuklah kalian seorang-seorang.

Yang dimaksud dengan seorang –seorang merupakan   berurutan.

 

3. Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali me sti setelah  sempurna kalam-nya, yaitu  sesudah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan arti  bahwa lafazh haal tersebut  tidak termasuk di antara  dari kedua unsur  lafazh jumlah, namun  tidak pun  yang dimaksud bahwa suasana  kalam itu lumayan  dari haal ( tidak memerlukan  haal ) dengan berlandaskan firman Allah Swt :

 

وَلَاتَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا

“Dan janganlah anda  berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra`:37)

rdapat  shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali me sti dalam format  ma’rifat, sebagaimana yang telah diajukan  pada contoh-contoh tadi atau dalam format  nakirah bila   ada haal yang membolehkannya, yakni  : Hendaknya haal melampaui  nakirah. Hendaknya nakirah di-takhshish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak setelah  nafi. Contoh haal yang melampaui  nakirah laksana  :

 

فِي الدََارِ رَجُلٌ جَالِسًا = Didalam rumah tersebut  ada  seorang laki-laki sedang duduk.

Lafazh جَالِسًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh رَجُلٌ . Contoh shahibul haal yang di-takhshish oleh idhafah laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt. Berikut :

 

فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً

“Dalam empat hari yang genap”. ( Fushshilat:10)

Lafazh سَوَٰاءً berkedudukan sebagai haal dari lafazh اَرْبَعَةِ .

 

Contoh lainnya merupakan   firman Allah Swt :

وَمَا أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنْذِرُونَ

“Dan kami tidak memusnahkan  sesuatu negeri pun, tetapi  sesudah terdapat  baginya orang-orang yang memberi peringatan”, (Asy-Syu’ra:208)

Lafazh  لَهَامُنْذِرُوْنَ ialah  jumlah ismiyyah yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh قَرْيَةٍ .

 

5. Keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dirasakan  sah sebab  ada huruf   nafi yang mendahuluinya.

Dan qiraat (bacaan) beberapa  mereka (ulama) lafazh مُصَدِّقًا pada ayat inilah  bacaanya dengan nashab, yakni  :

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِندِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَهُمْ

“Dan sesudah  datang untuk  mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan”. (Al-Baqarah:89)

Lafazh مُصَدِّقًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh كِتَابٌ yang nakirah sebab  di-takhshish oleh zharaf, yakni  : عِنْدِاللّٰهِ مِنْ.

 

Haal (الحال) itu ada yang berbentuk zharaf, laksana  dalam misal  :

رَأيْتُ الهِلاَلَ بَيْنَ السَحَابِ= Aku telah menyaksikan  bulan di antara awan.

Lafazh بَيْنَ ialah  zharaf makanan yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh الْهِلَالَ .

 

Ada pun  yang berbentuk jar dan majrur, laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt . inilah  ini  :

فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ

“Maka keluarlah karun untuk  kaumnya dalam kemegahannya”.(Al-Qashash:79)

Lafazh زِيْنَتِهِ فِيْ berkedudukan sebagai haal dari dhamir yang terdapat  di dalam lafazh خَرَجَ .

 

Ada pula yang berbentuk jumlah khabariyyah (kalimat berita) yang sehubungan  dengan wawu dan dhamir (sekaligus). Contohnya laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt. Berikut ini :

 خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ

“ Mereka tersebut  keluar dari dusun  halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)”. (Al-Baqarah:243)

Jumlah atau kalimat وَهُمْ أُلُوفٌ berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazh خَرَجُوْا

 

yang sehubungan  dengan dhamir saja, laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt inilah  :

 اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ

“Turunlah kamu! Sebahagiaan kalian menjadi musuh untuk  yang lain”. (Al-Baqarah:36)

Lafazh بَعْضُكُمْ berkedudukan menjadi mubtada dan lafazh عَدُوٌّ menjadi khabar-nya, sementara  lafazh لِبَعْضٍ sehubungan  dengan khabar dan jumlah mubtada dan khabar menjadi haal dari fa’il lafazh اِهْبِطُوْا , yakni  lafazh أَنْتُمْ yang tersimpan.

 

Atau sehubungan  dengan wawu (saja), laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt inilah  :

لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْب وَنَحْنُ عُصْبَة

“Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami kelompok  (yang kuat)”. (Yusuf:14)

Jumlah atau kalimat عُصْبَةٌ وَنَحْنُ berkedudukan sebagai haal dari lafazh الذِّئْبُ yang sehubungan  dengan wawu saja.

Kata Nazhim :

الحَالُ وَصْفٌ ذُو انْتِصَابٍ آتِي مُفَسِّرٌ لِمُبْهَمِ الهَيْئَاتِ

Haal ialah  washf (sifat) yang di nashob-kan yang bermanfaat  menjelaskan suasana  yang samar.

 

 

وَإِنَّمَا يُؤْتَى بِهِ مُنْكَّرَا وَغَالِباً يُؤْتَى بِهِ مُؤَخَّرًا

Sesungguhnya eksistensi  haal tersebut  dinakirahkan dan pada ghaib-nya ( Umumnya ) diakhirkan (letaknya).

Menggali Dasar Islam Yang Ke-Dua (Kitab Bulughul Marom)

Mata Pelajaran            : Hadist (Bulughul Marom)

Materi                          : Adab Begaul Dengan Teman (Mu'asyarah)

Pemateri                      : Ust. Ahmad Yazid, S.Pd.I.

Adab mu'asyarah ada banyak, di antaranya adalah :

 

1.      Manisnya wajah (saat bergaul)

2.      Lemes lambunge (lemah lembut saat bergaul)

3.      Memperhatikan perkataan teman yang bergaul

4.      Bersikap waqar (tenang dan santai) tanpa adanya sombong

5.      Diam ketika bersenda gurau

6.      Memaafkan kesalahan

7.      Meninggalkan sifat kemewahan dengan jabatan dan kekayaan, karena sesungguhnya demikian itu menyebabkan jatuhnya martabat dalam pandangan orang-orang lain

8.      Di antaranya adalah menjaga rahasia karena sesungguhnya tidak ada harga (yang harus dibayar) bagi orang yang tidak bisa menyimpan rahasia.