Saturday, 17 July 2021

Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Sulam Taufik)

 Mata Pelajaran            : Fiqih (Sulam Taufik)

Materi                          : Muqoddimah

Pemateri                      : Ust. Qomaria, S.Pd.

Pentingnya belajar menjadi hal yang harus dipelajari. Sebab, manusia diciptkan di dunia salah satu tujuanya adalah untuk beribadah, seperti yang tercantum dalm QS. Adz-Zariat : 56. Yang memiliki arti: “Allah tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah”. Pertanyaanya adalah bagiamana cara beribadah kepada Allah secara benar?

Maka, perlunya belajar kitab fiqih karya para ulama sebagai dasar dalm beribadah. Di antaranya adalh kitab kitab Sulam Taufik karya Sayyid Abdulloh bin Al-Husain bin Thohir Al-Ba‘lawi At-Tarimi Al-Hadhromi. Abdullah Ba’alawi adalah seorang ulama’ yang dikenal sebagai ahli ilmu fiqih yang bermadzhab Syafi’i dan sekaligus ahli ilmu nahwu. Beliau dilahirkan di Tarim, Hadhromaut, Yaman pada tahun 1191 H. Beliau pernah mukim beberapa tahun di Mekah dan Madinah dan belajar kepada beberapa ulama’ yang masyhur disana.

Nama lengkap kitab ini adalah “Sullamu At-Taufiq Ila Mahabbatillah ‘Ala At-Tahqiq” (سلم التوفيق إلى محبة الله على التحقيق). Arti “sullam” adalah “tangga”, lafaz “taufiq” bermakna “pertolongan”. “Mahabbah” bermakna “cinta”, sementara “‘ala at-tahqiq” bermakna “haqqon/yaqinan” (secara meyakinkan). Jadi terjemahan bebas dari judul kitab ini adalah “Tangga (untuk memperoleh) pertolongan (Allah) menuju cinta Allah secara pasti/meyakinkan”. Seakan-akan pengarangnya berharap siapapun yang mengamalkan kandungan kitab ini dengan baik, maka amal salihnya itu akan mengantarkannya pada cinta Allah tanpa keraguan lagi.

Di antara bab-bab dalam kitab “Sullam At-Taufiq” adalah ushuluddin, thoharoh, salat, zakat, puasa, haji, muamalat, tazkiyatun nafsi, dan bayanul ma’ashi. Jadi, sebagaimana kitab “Safinatu An-Najah”, kitab “Sullam At-Taufiq” bukanlah kitab fikih murni tetapi kitab yang mengandung pembahasan akidah, hukum dan pembersihan jiwa. Kendati demikian, isinya hanya dibatasi ilmu-ilmu yang dihukumi fardhu ain yang wajib dipelajari setiap mukallaf. Bisa dikatakan, kitab ini adalah “kitab mentoring” untuk kaum muslimin awam. Ilmu yang dikandung kitab ini diperkirakan sudah cukup membentuk pribadi muslim salih yang sanggup menjalankan kewajiban-kewajiban utama dalam beragama.

Demikian sekilas tentang muqoddimah dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

 

Belajar Membaca Al-Quran Dengan Alat Kitab Yanbu’a Jilid 7

 Mata Pelajaran            : Tajwid (Yanbu’a jilid 7)

Materi                          : Muqoddimah

Pemateri                      : Ust. Luqman, S.H.I.

            Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud berkata, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Qur’an), maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan dilipat gandakan dengan sepuluh kalilipat. Saya tidak mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, melainkan Alif satu huruf, lam satu hurf dan Miim satu huruf. (H.R. At-Tirmidzi). Maka, para ulama, membuat rumusan dalam membaca al-Quran agar masyarakat mampu membaca al-Quran dengan baik dan benar, di antaranya adalah kitab Yanb u’a.

            Metode dengan Yanb u’a diperkenalkan oleh putra KH. Arwani Amin, yakni KH. Ulin Nuha Arwani, KH. Ulil Albab Arwani dan KH. Mansur Maskan Alm pada awal tahun 2004. ecara umum, tujuan inti yang hendak dicapai dari metode yanbu’a adalah siswa atau santri mampu membaca huruf-huruf serta ayat-ayat al- qur’an dengan lancar, benar dan fasih sesuai makhraj makharijul huruf. Kelebihan dari metode yanbu’a adalah materi yang diajarkan ditulis dengan khat Rasm Usmany, di mana khat Rasm Usmany tersebut merupakan khat al- qur’an standar Internasional. Dan yanbu’a dapat diajarkan oleh orang yang sudah dapat membaca al- qur’an dengan lancar dan bermusyafahah kepada ahli qur’an yang mu’tabarahdiakui kredibilitasnya, serta dapat membaca al- qur’an dengan benar, lancar dan fasih.

Timbulnya Yanbua adalah dari usulan dan dorongan Alumni Pondok Tahfidh Yanbuul Quran, supaya mereka selalu ada hubungan dengan pondok disamping usulan dari masyarakat luas juga dari lembaga pendidikan Maarif serta Muslimat terutama dari cabang Kudus dan Jepara. Mestinya dari pengasuh pondok sudah menolak, karena menganggap cukup metode yang sudah ada, tetapi karena desakan yang terus menerus dan memang dipandang perlu, terutama untuk menjalin keakraban antara alumni dengan pondok serta untuk menjaga dan memelihara keseragaman bacaan, maka dengan tawakkal dan memohon pertolongan Allah tersusun kitab Yanbua yang meliputi Thoriqoh Baca Tulis dan Menghafal Al- qur’an.

Penyusun buku Metode yanbu’a diprakarsai oleh tiga tokoh pengasuh Pondok Tahfidh Yanbuul Quran putra KH. Arwani Amin Al Kudsy Alm yang bernama : KH. Agus M. Ulin Nuha Arwani, KH. Ulil Albab Arwani dan KH. M. Manshur Maskan Alm dan tokoh lain diantaranya : KH. Syaroni Ahmadi Kudus, KH. Amin Sholeh Jepara, Mamun Muzayyin Kajen Pati, KH. Sirojuddin Kudus dan KH. Busyro Kudus beliau adalah 6 M. Ulinnuha Arwani, Thoriqoh Baca Tulis Dan Menghafal Al- qur’an Yanbua Jilid I, Kudus : Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, 2004, h. 1

Demikian sekilas tentang muqoddimah dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

 

Belajar Bahasa Ahli Surga (Arab) Dengan Nahwu Shorof

Pendidikan Berbasis Pancasila Memperkuat Persatuan Bangsa

Oleh: Ahmad Asrori, S.H.

Peneliti di Lembaga Hukum dan HAM Kendal  dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

Pendidikan adalah senjata paling kuat yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia

               Demikianlah, petuah yang disampaikan oleh Nelson Mandale—Presiden Afrika Selatan periode 1994-1999—tentang pentingnya sebuah pendidikan dalam mengubah tatanan masyarakat dunia. Pendidikan yang baik dan benar serta berbasis—dasar—Pancasilaharus ditanamkan sejak se-dini mungkin untuk menjaga persatuan dan perdamaian NKRI. Sebab, NKRI sebagai negera kepulauan yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, dan budaya sangat rawan akan gesekan dan pertikaian antar sesama, dengan begitu perlu adanya penguatan karakter Pancasila sejak dini untuk mengatasi permasalahan tersebut.

               Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan upaya untuk memajukan budi pakerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakat. Dalam hal ini, pendidikan dapat kita artikan kedalam berbagai macam, kalau dalam segi formal ada tingkat SD sampai Perguruan Tinggi, sedangkan yang non formal bisa melalui orang tua, keluarga dan masyarakat sekitar.

            Pentingnya pendidikan berbasis atau berdasar pada nilai Pancasila sejak dini menjadi hal yang harus dilakukan, baik di ranah pendidikan formal maupun non formal. Sebab, dengan nilai Pancasila akan lebih mudah mencapai tujuan Negara Indonesia—memajukan kesejahteraan umum—serta dengan nila Pancasila tersebut pula kehidupan sehari-hari masyarakat, akan tercipta suasana cinta kasih, harmoni, dan damai. Namun, perdamian tersbut sangat sulit dicapai, bila masyarakat Indonesia hanya mengedepankan nafsu menguasai sehingga memicu adanya konflik, penindasan, dan intimidasi dll.

            Di era digital ini, pendidikan literasi berbasis Pancasila juga harus diperjuangkan di dunia maya. Sebab, menurut lembaga pasar e-Market, pengguna internet di seluruh alam mini diperkirakan mencapai 3 miliar pada 2015 dan tiga tahun setelahnya, yakni 2018 diperkirakan akan mencapai 3,6 miliarpengguna internet. Perlu kita ketahui, bahwa pengguna internet atau user tentu tidak hanya menerima informasi di media, malainkan mereka juga memproduksi. Dengan demikian, perlu orang-orang yang terdidik untuk meminimalisir berita yang bersifat hoax, kebencian, fitnah, adu domba, dll yakni generasi yang memiliki kepribadian nilai-nilai luhur Pancasila.

Kekuatan Pancasila diuji kembali

            Dewasa ini, terjadi kasus teror dan kasus yang membelot dari nilai Pancasila, sebut saja peristiwa Ibu yang meledakan dirinya dengan bayinya yang berumur 2 tahun. Ibu tersebut adalah Mak Abu, yang merupakan Istri dari Husain—Abu Hamzah— yang pada hari selasa, 12-03-19 ditangkap oleh Densus 88/Anti terror Polri, karena terduga sebagai teroris. Mabes polri telah menyelidiki, bahwa Mak Abu dan anaknya yang berusia 2 tahun telah meledakan diri di kediamanya sekitar pukul 01.20 pada hari Rabu, 13-03-19. (Tribun Jateng: 14-11-20).

            Peristiwa tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Perlu adanya upaya dan peran dari lembaga pemerintahan yang konkrit untuk membasmi teroris dan paham radikal. Tentu peran sekolah dalam penenaman nilai-nilai Pancasila dan anti paham radikalisme juga menjadi faktor penentu. Penanaman tersebut dapat dilakukan dengan memberi mata pelajaran Pancasila, Pendidikan Agama, dan Kewarganegaraan. Dan yang paling urgen lagi adalah bagaimana sistem pendidikan sekolah tidak hanya dalam ranah teori saja, melainkan juga diranah praktek sehari-hari.

            Senada dengan itu, penanaman pendidikan berbasis Pancasila juga harus dipraktekan di masyarakat. Lemahnya praktik dan pendidikan Pancasila di masyarakat akan berimplikasi kepada kualitas generasi penerus bangsa, karena lingkungan masyarakat juga ikut andil dalam membentuk kepribadian seorang anak. Dengan demikian, perlu upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut, di antaranya adalah dengan memasang poster-poster yang bersifat nasionalisme di lingkungan sekitar, mendirikan kampung perdamaian dll.

            Maka dari itu, perlu adanya sinergitas dari seluruh elemen masyarakat untuk mendidik generasi penerus estafet kepemimpinan bangsa agar mereka memilki kepribadian dan kualitas berkepribadian Pancasila, sehingga akan mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Mari, kita berbondong-bondong mempraktikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dan kita juga harus ikut andil dalam menyalurkan nilai tersebut ke generas berikutnya, agar persatuan dan perdamian Indonesia senantiasa terjaga.Wallahu a’lam bi al-shawaab

 


Akhlak; Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat (Kitab AkhlaQ Lil banin Juz 3)

Mata Pelajaran : Akhlak (AkhlaQ Lil banin Juz 3)

Materi : Muqoddimah

Pemateri         : Ust. Kharisman, S.Pd.I.

    Pentingya sebuah akhlak, menjadi poin tersendiri dalam bergaul antar sesame manusia. Bahkan, Allah mengutus Nabi Muhammad tidak lain dan tidak bukan, tujuanya adalah untuk menyempurnakan aklhak para manusia. Maka, penting bagi kita khususnya para kaum pelajar untuk mempelajari, mendalami dan mengaktualisasikanya dalam kehidupan sehari-hari. 

    Dari hal itu, maka ada beberapa ulama yang mengarang kitab sebagai referensi masyarakat untuk berakhlak yang baik sesuai tuntunan agama Islam, di antranya kitab Akhlak lilbanin juz 3 karya Syekh Umar bin Ahmad Baroja. 

    Syekh Umar bin Ahmad Baroja lahir pada 10 Jumadil Akhir 1331 H/17 Mei 1913 M, di kampung Ampel Maghfur, Surabaya. Adapun di antara guru-guru Syekh Umar Baradja, adalah sebagai berikut Al-Ustadz Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih (Malang), Al-Ustadz Muhammad bin Husein Ba’bud (Lawang), Al-Habib Abdul Qodir bin Hadi Assegaf, Al-Habib Muhammad bin Ahmad Assegaf (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Abdullah Assegaf (Solo), Al-Habib Ahmad bin Alwi Al-Jufri (Pekalongan), Al-Habib Ali bin Husein Bin Syahab, Al-Habib Zein bin Abdullah Alkaf (Gresik), Al-Habib Ahmad bin Ghalib Al-Hamid (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Muhdhar (Bondowoso), Al-Habib Abdullah bin Hasa Maulachela, Al-Habib Hamid bin Muhammad As-Sery (Malang), Syekh Robaah Hassunah Al-Kholili (Palestina), Syekh Muhammad Mursyid (Mesir) – keduanya tugas mengajar di Indonesia.

    Demikian sekilas tentang muqoddimah dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.


*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H. 


Menggali Dasar Islam Yang Ke-Dua (Kitab Lubabul Hadist)

Mata Pelajaran            : Hadist (Lubabul Hadist)

Materi                          : Muqoddimah

Pemateri                      : Ust. Oko Haryono, S.Ag.

Manusia dalam menjalani kehidupan harus memiliki dasar atau fondasi, baik dalam perkataan dan perbuatan. Sebab, tindakan kita di dunia akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat. Maka diperlukan landasan yang benar dan tepat, yakni al-Quran dan Sunnah.

Sunnah atau hadist merupakan perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhamad SAW. lantas, pertanyaanya, bagaimana kita meneladai Nabi? Sedangkan kita dan Nabi Muhammad terpaut waktu berabad-abad. Nah, di antara metodenya adalah dengan mempelajari hadist yang sudah dikumpulkan oleh para ulama, seperti kitab Lubabul Hadist karya Syeh Jalaluddin As-Suyui.

Jalaluddin As-Suyui (gelar lengkapnya Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari) merupakan seorang ulama dan cendekiawan muslim yang lahir pada 1445 M – 1505 M, tepatnya pada abad ke-15 di Kairo Mesir.  

Demikian sekilas tentang muqoddimah dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

 

 


Friday, 16 July 2021

Mari Mudahkan Urusan Orang Lain

 

اَلْحَمْدُ للهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ في مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى، وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَاب . وَقَالَ: فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

 

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,

Pada kesempatan mulia ini mari kita terus meningkatkan dan meneguhkan ketakwaan kita pada Allah SWT. Takwa inilah yang akan membedakan kemuliaan seseorang di sisi Allah SWT dibandingkan dengan orang lain. Sebagaimana ditegaskan dalam QS Al Hujurat ayat 13:

اِنَّ  اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

 

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Dalam setiap aktivitas kehidupan, manusia selalu membutuhkan orang lain. Oleh karenanya, diperlukan kehidupan yang harmonis dengan saling membantu dan memudahkan urusan orang lain. Ketika kita bisa menjadi jiwa yang baik dan mampu memberi jalan kemudahan bagi kesulitan orang lain, maka Allah pun akan memberikan balasan berupa kemudahan pada kesulitan yang kita hadapi baik di dunia maupun di akhirat.

Seperti ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ

Artinya: “Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat."

Oleh karena itu, mari hindari berprilaku buruk dengan mempersulit orang lain melalui berbagai macam alasan yang direkayasa sedemikian rupa. Apalagi kita memanfaatkan kesulitan yang dihadapi orang lain untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri, terlebih hal itu melanggar ketentuan dan syariat yang telah ditetapkan oleh agama. Mari berikan hak-hak yang memang itu menjadi milik orang lain dengan menjauhi sikap senang mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak kita.

Selayaknya, kita harus menjadi orang-orang yang mampu memberi manfaat pada orang lain, bukan orang yang memanfaatkan orang lain untuk kepentingan kita. Nabi Muhammad SAW bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ اَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

 Artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang dapat memberi manfaat kepada sesama.”

Terkait dengan saling menolong ini, Allah SWT telah mengingatkan kepada kita untuk saling membantu hanya dalam hal kebaikan dan bisa meningkatkan ketakwaan kita pada Allah SWT. Kita dilarang untuk saling membantu dalam hal keburukan dan kejahatan seperti manipulasi dan konspirasi yang menghantarkan kita kepada dosa.

Oleh karenanya, ketika ada orang lain yang memiliki keperluan dengan kita, maka bantulah dengan tidak menyulitkannya dan gunakan cara-cara yang baik. Mari budayakan membantu masalah yang dihadapi orang lain dengan prinsip: “Kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit”. Jangan sebaliknya yakni: “Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah”.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,

Kesulitan dan masalah dalam kehidupan di dunia ini merupakan sunnatullah yang bakal dihadapi setiap orang. Masalah yang kita hadapi tak boleh mematahkan semangat hidup kita. Allah SWT telah menegaskan bahwa Ia tidak akan memberikan beban berat pada manusia, kecuali manusia itu bisa menyelesaikannya. Dengan menyelesaikan masalah yang dihadapi, kita akan menemukan pelajaran atau hikmah yang bisa kita gunakan untuk menghadapi masalah-masalah yang pasti akan kita temui di masa depan. Janganlah lari dari masalah karena bisa jadi kita akan menghadapi masalah yang lebih besar lagi. Mari kita berikhtiar menyelesaikan masalah dan selanjutnya bertawakkal pada Allah SWT.

Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk tidak terbebani oleh masalah yang kita hadapi, namun kita diberi cara untuk menyelesaikan masalah itu. Allah SWT telah memberikan penegasan dalam Al-Qur’an surat Al-Insyirah ayat 5-6

: فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

Artinya: “ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Mari kita amalkan doa Nabi yang termaktub dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas r.a:

عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه وسلّم يقول : اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُبِكَ مِنَ الهَمِّ وَالحَزَنِ, والعَجْزِ وَاْلكَسَلِ، وَالجُبْنِ وَالبُخْلِ، وضَلْعِ الدَّينِ, وغَلَبةِ الرِّجَال.

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat gelisah (pesimis), sedih, malas, kikir, pengecut, terlilit hutang, dan keganasan orang lain." Maasyiral Muslimin Rahimakumullah, Demikian khutbah singkat kali ini, semoga kita diberikan kekuatan untuk menjadi orang baik yang senantiasa suka membantu orang lain. Dan semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk dapat menghadapi berbagai masalah yang kita hadapi dalam kehidupan di dunia ini. Mudah-mudahan bermanfaat. Amin

 بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Khutbah II

 اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ . اللَّهُمَّ إِنِّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَ مِن سَيِّئِ الأَسْقَامِ. إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ




 

Menggali Dasar Islam Yang Ke-Dua (Kitab Bulughul Marom)

Pendidikan Berbasis Pancasila Memperkuat Persatuan Bangsa

Oleh: Ahmad Asrori, S.H.

Peneliti di Lembaga Hukum dan HAM Kendal  dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

Pendidikan adalah senjata paling kuat yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia

               Demikianlah, petuah yang disampaikan oleh Nelson Mandale—Presiden Afrika Selatan periode 1994-1999—tentang pentingnya sebuah pendidikan dalam mengubah tatanan masyarakat dunia. Pendidikan yang baik dan benar serta berbasis—dasar—Pancasilaharus ditanamkan sejak se-dini mungkin untuk menjaga persatuan dan perdamaian NKRI. Sebab, NKRI sebagai negera kepulauan yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, dan budaya sangat rawan akan gesekan dan pertikaian antar sesama, dengan begitu perlu adanya penguatan karakter Pancasila sejak dini untuk mengatasi permasalahan tersebut.

               Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan upaya untuk memajukan budi pakerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakat. Dalam hal ini, pendidikan dapat kita artikan kedalam berbagai macam, kalau dalam segi formal ada tingkat SD sampai Perguruan Tinggi, sedangkan yang non formal bisa melalui orang tua, keluarga dan masyarakat sekitar.

            Pentingnya pendidikan berbasis atau berdasar pada nilai Pancasila sejak dini menjadi hal yang harus dilakukan, baik di ranah pendidikan formal maupun non formal. Sebab, dengan nilai Pancasila akan lebih mudah mencapai tujuan Negara Indonesia—memajukan kesejahteraan umum—serta dengan nila Pancasila tersebut pula kehidupan sehari-hari masyarakat, akan tercipta suasana cinta kasih, harmoni, dan damai. Namun, perdamian tersbut sangat sulit dicapai, bila masyarakat Indonesia hanya mengedepankan nafsu menguasai sehingga memicu adanya konflik, penindasan, dan intimidasi dll.

            Di era digital ini, pendidikan literasi berbasis Pancasila juga harus diperjuangkan di dunia maya. Sebab, menurut lembaga pasar e-Market, pengguna internet di seluruh alam mini diperkirakan mencapai 3 miliar pada 2015 dan tiga tahun setelahnya, yakni 2018 diperkirakan akan mencapai 3,6 miliarpengguna internet. Perlu kita ketahui, bahwa pengguna internet atau user tentu tidak hanya menerima informasi di media, malainkan mereka juga memproduksi. Dengan demikian, perlu orang-orang yang terdidik untuk meminimalisir berita yang bersifat hoax, kebencian, fitnah, adu domba, dll yakni generasi yang memiliki kepribadian nilai-nilai luhur Pancasila.

Kekuatan Pancasila diuji kembali

            Dewasa ini, terjadi kasus teror dan kasus yang membelot dari nilai Pancasila, sebut saja peristiwa Ibu yang meledakan dirinya dengan bayinya yang berumur 2 tahun. Ibu tersebut adalah Mak Abu, yang merupakan Istri dari Husain—Abu Hamzah— yang pada hari selasa, 12-03-19 ditangkap oleh Densus 88/Anti terror Polri, karena terduga sebagai teroris. Mabes polri telah menyelidiki, bahwa Mak Abu dan anaknya yang berusia 2 tahun telah meledakan diri di kediamanya sekitar pukul 01.20 pada hari Rabu, 13-03-19. (Tribun Jateng: 14-11-20).

            Peristiwa tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Perlu adanya upaya dan peran dari lembaga pemerintahan yang konkrit untuk membasmi teroris dan paham radikal. Tentu peran sekolah dalam penenaman nilai-nilai Pancasila dan anti paham radikalisme juga menjadi faktor penentu. Penanaman tersebut dapat dilakukan dengan memberi mata pelajaran Pancasila, Pendidikan Agama, dan Kewarganegaraan. Dan yang paling urgen lagi adalah bagaimana sistem pendidikan sekolah tidak hanya dalam ranah teori saja, melainkan juga diranah praktek sehari-hari.

            Senada dengan itu, penanaman pendidikan berbasis Pancasila juga harus dipraktekan di masyarakat. Lemahnya praktik dan pendidikan Pancasila di masyarakat akan berimplikasi kepada kualitas generasi penerus bangsa, karena lingkungan masyarakat juga ikut andil dalam membentuk kepribadian seorang anak. Dengan demikian, perlu upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut, di antaranya adalah dengan memasang poster-poster yang bersifat nasionalisme di lingkungan sekitar, mendirikan kampung perdamaian dll.

            Maka dari itu, perlu adanya sinergitas dari seluruh elemen masyarakat untuk mendidik generasi penerus estafet kepemimpinan bangsa agar mereka memilki kepribadian dan kualitas berkepribadian Pancasila, sehingga akan mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Mari, kita berbondong-bondong mempraktikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dan kita juga harus ikut andil dalam menyalurkan nilai tersebut ke generas berikutnya, agar persatuan dan perdamian Indonesia senantiasa terjaga.Wallahu a’lam bi al-shawaab

 


Akhlak; Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat (Kitab Ta’lim Al-Muta’alim)

Mata Pelajaran : Akhlak (Ta’lim AL-Muta’alim)

Materi : Muqoddimah

Pemateri     : Ust. Setyo Darussalam, S.Pd.I.

Pentingya sebuah akhlak, menjadi poin tersendiri dalam bergaul antar sesame manusia. Bahkan, Allah mengutus Nabi Muhammad tidak lain dan tidak bukan, tujuanya adalah untuk menyempurnakan aklhak para manusia. Maka, penting bagi kita khususnya para kaum pelajar untuk mempelajari, mendalami dan mengaktualisasikanya dalam kehidupan sehari-hari. 

Dari hal itu, maka ada beberapa ulama yang mengarang kitab sebagai referensi masyarakat untuk berakhlak yang baik sesuai tuntunan agama Islam, di antranya kitab Ta’lim AL-Muta’alim karya Syekh al-Zarnuji. Nama lengkap al-Zarnuji adalah Burhan al-Din Ibrahim al-Zarnuji al-Hanafi. Nama lain yang disematkan kepadanya adalah Burhan al-Islam dan Burhan al-Din. Namun, hingga kini belum diketahui secara pasti waktu dan tempat lahirnya al-Zarnuji. Nama “al-Zarnuji” sendiri dinisbatkan pada suatu tempat bernama Zurnuj, sebuah tempat yang berada di wilayah Turki. Sementara kata “al-Hanafi” diyakini dinisbatkan kepada nama mazhab yang dianutnya, yakni mazhab Hanafi.

Al-Quraisyi berpendapat, bahwa al-Zarnuji hidup pada abad ke-13 M. Sementara para orientalis seperti G.E. Von Grunebaun, Theodora M. Abel, Plessner dan J.P. Berkey meyakini bahwa al-Zarnuji hidup dipenghujung abad 12 dan awal abad 13 M.

Al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand, dua tempat yang disebut-sebut sebagai pusat keilmuan, pengajaran dan sebagainya. Semasa belajar, al-Zarnuji banyak menimba ilmu dari; syeikh Burhan al-Din, pengarang buku al-Hidayah; Khawahir Zadah, seorang mufti di Bukhara; Hamad bin Ibrahim, seorang yang dikenal sebagai fakih, mutakallim, sekaligus adib; Fakhr al-Islam al-Hasan bin Mansur al-Auzajandi al-Farghani; al-Adib al-Mukhtar Rukn al-Din al-Farghani yang dikenal sebagai tokoh fikih dan sastra; juga pada Syeikh Zahir al-Din bin ‘Ali Marghinani, yang dikenal sebagai seorang mufti.

Demikian sekilas tentang muqoddimah dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.


*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H. 


Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Mabadi Fiqh Juz 2)

Mata Pelajaran : Fiqih (Mabadi Fiqh Juz 2)

Materi : Muqoddimah

Pemateri         : Ust. Muwato, M.Pd.

Pentingnya belajar menjadi hal yang harus dipelajari. Sebab, manusia diciptkan di dunia salah satu tujuanya adalah untuk beribadah, seperti yang tercantum dalm QS. Adz-Zariat : 56. Yang memiliki arti: “Allah tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah”. Pertanyaanya adalah bagiamana cara beribadah kepada Allah secara benar? 

Maka, perlunya belajar kitab fiqih karya para ulama sebagai dasar dalm beribadah. Di antaranya adalh kitabMabadi Fiqs juz 2 karya Umar Abdul Jabbar. Beliau lahir di Kampung Dagang, Sambas.Tanggal lahirnya pada bulan Safar 1217 H (±1802 M, pen:), tidak terdapat tulisan lainnya. Wafatnya di Mekah tetapi terdapat perbedaan pendapat mengenai tahun kewafatan Umar Abdul Jabbar. Abdullah Mirdad Abul Khair menyebut bahwa Syeikh Umar Abdul Jabbar wafat tahun 1280 H (± 1863 M, pen:), Syeikh Umar Abdul Jabbar yang tersebut itu di negeri Mekah al-Musyarrafah di dalam halwatnya, dan khatamnya pada hari Arba', tujuh hari bulan Zulhijjah sanah 1286 Hijrah''. Jadi berarti pada 7 Zulhijah 1286 H, Syeikh Umar Abdul Jabbar Sambas masih hidup. Oleh karena itu Syeikh Ahmad Khathib Sambas wafat tahun 1289 H.

Demikian sekilas tentang muqoddimah dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.


*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H. 



Mengkaji Sejarah Nabi (Kitab Khulasoh Nurul Yaqin Juz 1)

Pendidikan Berbasis Pancasila Memperkuat Persatuan Bangsa

Oleh: Ahmad Asrori, S.H.

Peneliti di Lembaga Hukum dan HAM Kendal  dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

Pendidikan adalah senjata paling kuat yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia

               Demikianlah, petuah yang disampaikan oleh Nelson Mandale—Presiden Afrika Selatan periode 1994-1999—tentang pentingnya sebuah pendidikan dalam mengubah tatanan masyarakat dunia. Pendidikan yang baik dan benar serta berbasis—dasar—Pancasilaharus ditanamkan sejak se-dini mungkin untuk menjaga persatuan dan perdamaian NKRI. Sebab, NKRI sebagai negera kepulauan yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, dan budaya sangat rawan akan gesekan dan pertikaian antar sesama, dengan begitu perlu adanya penguatan karakter Pancasila sejak dini untuk mengatasi permasalahan tersebut.

               Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan upaya untuk memajukan budi pakerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakat. Dalam hal ini, pendidikan dapat kita artikan kedalam berbagai macam, kalau dalam segi formal ada tingkat SD sampai Perguruan Tinggi, sedangkan yang non formal bisa melalui orang tua, keluarga dan masyarakat sekitar.

            Pentingnya pendidikan berbasis atau berdasar pada nilai Pancasila sejak dini menjadi hal yang harus dilakukan, baik di ranah pendidikan formal maupun non formal. Sebab, dengan nilai Pancasila akan lebih mudah mencapai tujuan Negara Indonesia—memajukan kesejahteraan umum—serta dengan nila Pancasila tersebut pula kehidupan sehari-hari masyarakat, akan tercipta suasana cinta kasih, harmoni, dan damai. Namun, perdamian tersbut sangat sulit dicapai, bila masyarakat Indonesia hanya mengedepankan nafsu menguasai sehingga memicu adanya konflik, penindasan, dan intimidasi dll.

            Di era digital ini, pendidikan literasi berbasis Pancasila juga harus diperjuangkan di dunia maya. Sebab, menurut lembaga pasar e-Market, pengguna internet di seluruh alam mini diperkirakan mencapai 3 miliar pada 2015 dan tiga tahun setelahnya, yakni 2018 diperkirakan akan mencapai 3,6 miliarpengguna internet. Perlu kita ketahui, bahwa pengguna internet atau user tentu tidak hanya menerima informasi di media, malainkan mereka juga memproduksi. Dengan demikian, perlu orang-orang yang terdidik untuk meminimalisir berita yang bersifat hoax, kebencian, fitnah, adu domba, dll yakni generasi yang memiliki kepribadian nilai-nilai luhur Pancasila.

Kekuatan Pancasila diuji kembali

            Dewasa ini, terjadi kasus teror dan kasus yang membelot dari nilai Pancasila, sebut saja peristiwa Ibu yang meledakan dirinya dengan bayinya yang berumur 2 tahun. Ibu tersebut adalah Mak Abu, yang merupakan Istri dari Husain—Abu Hamzah— yang pada hari selasa, 12-03-19 ditangkap oleh Densus 88/Anti terror Polri, karena terduga sebagai teroris. Mabes polri telah menyelidiki, bahwa Mak Abu dan anaknya yang berusia 2 tahun telah meledakan diri di kediamanya sekitar pukul 01.20 pada hari Rabu, 13-03-19. (Tribun Jateng: 14-11-20).

            Peristiwa tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Perlu adanya upaya dan peran dari lembaga pemerintahan yang konkrit untuk membasmi teroris dan paham radikal. Tentu peran sekolah dalam penenaman nilai-nilai Pancasila dan anti paham radikalisme juga menjadi faktor penentu. Penanaman tersebut dapat dilakukan dengan memberi mata pelajaran Pancasila, Pendidikan Agama, dan Kewarganegaraan. Dan yang paling urgen lagi adalah bagaimana sistem pendidikan sekolah tidak hanya dalam ranah teori saja, melainkan juga diranah praktek sehari-hari.

            Senada dengan itu, penanaman pendidikan berbasis Pancasila juga harus dipraktekan di masyarakat. Lemahnya praktik dan pendidikan Pancasila di masyarakat akan berimplikasi kepada kualitas generasi penerus bangsa, karena lingkungan masyarakat juga ikut andil dalam membentuk kepribadian seorang anak. Dengan demikian, perlu upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut, di antaranya adalah dengan memasang poster-poster yang bersifat nasionalisme di lingkungan sekitar, mendirikan kampung perdamaian dll.

            Maka dari itu, perlu adanya sinergitas dari seluruh elemen masyarakat untuk mendidik generasi penerus estafet kepemimpinan bangsa agar mereka memilki kepribadian dan kualitas berkepribadian Pancasila, sehingga akan mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Mari, kita berbondong-bondong mempraktikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dan kita juga harus ikut andil dalam menyalurkan nilai tersebut ke generas berikutnya, agar persatuan dan perdamian Indonesia senantiasa terjaga.Wallahu a’lam bi al-shawaab

 


Belajar Tuhfatul Athfal Untuk Membaca Al-Qur’an

Mata Pelajaran : TAjwid (Tuhfatul Atfal)

Materi : Muqoddimah

Pemateri          : Ust. Luqman, S.H.I.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud berkata, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Qur’an), maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan dilipat gandakan dengan sepuluh kalilipat. Saya tidak mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, melainkan Alif satu huruf, lam satu hurf dan Miim satu huruf. (H.R. At-Tirmidzi). Maka, para ulama, membuat rumusan dalam membaca al-Quran agar masyarakat mampu membaca al-Quran dengan baik dan benar, di antaranya adalah kitab Tuhfatul Atfal.

Kitab Matan Tuhfatul Athfal merupakan sebuah kitab berupa nadzham (syair) yang mengandung kaidah-kaidah dasar ilmu tajwid yang dirangkai dengan bait-bait syair yang indah, Maka dari itu, kitab ini di beri judul Tuhfatul Athfal yang memiliki arti “Senandung Anak-Anak”.

Pengarang kitab tersebut adalah Syaikh Sulaiman bin Hasan bin Muhammad Al Jamzuriy yang dinisbatkan pada Jamzur, yaitu nama salah satu kampung di Mesir, dekat daerah Thanthaa. Beliau lahir pada bulan Rabiul Awal tahun 1160-an. Belajar ilmu tajwid dan qiroah (bacaan Qur’an) diantaranya dengan Syaikh Nuruddin Al Mihiy. Diantara karangannya adalah Matan Tuhfathul Athfal, Fathul Aqfal Fi Syarhi Tuhfatil Athfal, dan Fathurrahmaaniy fi Qiroatil Qur’an.

Kitab ini dijadikan sebagai salah satu materi dalam kurikulum di PP Salman Al-Farisi untuk membangun dasar pengetahuan santri terhadap Ilmu Tajwid Al-Qur’an yang merupakan ilmu yang sangat penting dan mendasar tentang Al-Qur’an. Demikian sekilas tentang muqoddimah dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.


*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H. 




Mendalami Kitab Klasik Aqoid Diniyah Juz 3

Mata Pelajaran : Aqidah (Aqoid Diniyyah juz 2)

Materi : Muqoddimah

Pemateri         : Ust. Ahmad Khosim, S.H.I. 

Pentingnya sebuah keyakinan atau akidah dalam menjalani  kehidupan sekarang dan masa yang akan datang, menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan dipelajari. Sebab, dengan keyakinan yang benar akan melahirkan tatanilai yang baik dan tata nilai yang baik akan menjadikan masyarakat yang baik pula. Keyakinan yang dimaksud adalah keyakinan dalam menghamba kepada Allah. 

Maka, para ulama menulis kitab akidah agar masyarakat umum bisa mengkonsumsinya, sehingga masyarakat memiliki keyakinan yang benar. Di antaranya adalah kitab Aqoid Diniyyah, karya Habib Abdurrohman As-saqof. Beliau lahir di Cimanggu, Bogor dan wafat pada senin 7 Rabi’ul Awal 1428 atau 26 Maret 2007. Selain kitab tersebut, beliau juga beberapa kitab yang membahas tentang tauhid, tafsir, akhlak, fiqih bahkan sastra.

Dalam muqoddimah kitab Aqoid Diniyyah juz 3, seperti kitab-kitab klasik lainya, yakni Pertama, memahasucikan Allah sebagai dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kedua, memberikan muatan tentang tema dan metode dalam kitab tersebut, khususnya untuk para anak-anak didik. Ketiga, mengharap kepada Allah, agar kitab ini bermanfaat bagi semua orang.

Demikian sekilas tentang muqoddimah dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.


*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H. 




Thursday, 15 July 2021

Belajar Bahasa Ahli Surga (Arab) Dengan Nahwu Shorof

Pendidikan Berbasis Pancasila Memperkuat Persatuan Bangsa

Oleh: Ahmad Asrori, S.H.

Peneliti di Lembaga Hukum dan HAM Kendal  dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

Pendidikan adalah senjata paling kuat yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia

               Demikianlah, petuah yang disampaikan oleh Nelson Mandale—Presiden Afrika Selatan periode 1994-1999—tentang pentingnya sebuah pendidikan dalam mengubah tatanan masyarakat dunia. Pendidikan yang baik dan benar serta berbasis—dasar—Pancasilaharus ditanamkan sejak se-dini mungkin untuk menjaga persatuan dan perdamaian NKRI. Sebab, NKRI sebagai negera kepulauan yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, dan budaya sangat rawan akan gesekan dan pertikaian antar sesama, dengan begitu perlu adanya penguatan karakter Pancasila sejak dini untuk mengatasi permasalahan tersebut.

               Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan upaya untuk memajukan budi pakerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakat. Dalam hal ini, pendidikan dapat kita artikan kedalam berbagai macam, kalau dalam segi formal ada tingkat SD sampai Perguruan Tinggi, sedangkan yang non formal bisa melalui orang tua, keluarga dan masyarakat sekitar.

            Pentingnya pendidikan berbasis atau berdasar pada nilai Pancasila sejak dini menjadi hal yang harus dilakukan, baik di ranah pendidikan formal maupun non formal. Sebab, dengan nilai Pancasila akan lebih mudah mencapai tujuan Negara Indonesia—memajukan kesejahteraan umum—serta dengan nila Pancasila tersebut pula kehidupan sehari-hari masyarakat, akan tercipta suasana cinta kasih, harmoni, dan damai. Namun, perdamian tersbut sangat sulit dicapai, bila masyarakat Indonesia hanya mengedepankan nafsu menguasai sehingga memicu adanya konflik, penindasan, dan intimidasi dll.

            Di era digital ini, pendidikan literasi berbasis Pancasila juga harus diperjuangkan di dunia maya. Sebab, menurut lembaga pasar e-Market, pengguna internet di seluruh alam mini diperkirakan mencapai 3 miliar pada 2015 dan tiga tahun setelahnya, yakni 2018 diperkirakan akan mencapai 3,6 miliarpengguna internet. Perlu kita ketahui, bahwa pengguna internet atau user tentu tidak hanya menerima informasi di media, malainkan mereka juga memproduksi. Dengan demikian, perlu orang-orang yang terdidik untuk meminimalisir berita yang bersifat hoax, kebencian, fitnah, adu domba, dll yakni generasi yang memiliki kepribadian nilai-nilai luhur Pancasila.

Kekuatan Pancasila diuji kembali

            Dewasa ini, terjadi kasus teror dan kasus yang membelot dari nilai Pancasila, sebut saja peristiwa Ibu yang meledakan dirinya dengan bayinya yang berumur 2 tahun. Ibu tersebut adalah Mak Abu, yang merupakan Istri dari Husain—Abu Hamzah— yang pada hari selasa, 12-03-19 ditangkap oleh Densus 88/Anti terror Polri, karena terduga sebagai teroris. Mabes polri telah menyelidiki, bahwa Mak Abu dan anaknya yang berusia 2 tahun telah meledakan diri di kediamanya sekitar pukul 01.20 pada hari Rabu, 13-03-19. (Tribun Jateng: 14-11-20).

            Peristiwa tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Perlu adanya upaya dan peran dari lembaga pemerintahan yang konkrit untuk membasmi teroris dan paham radikal. Tentu peran sekolah dalam penenaman nilai-nilai Pancasila dan anti paham radikalisme juga menjadi faktor penentu. Penanaman tersebut dapat dilakukan dengan memberi mata pelajaran Pancasila, Pendidikan Agama, dan Kewarganegaraan. Dan yang paling urgen lagi adalah bagaimana sistem pendidikan sekolah tidak hanya dalam ranah teori saja, melainkan juga diranah praktek sehari-hari.

            Senada dengan itu, penanaman pendidikan berbasis Pancasila juga harus dipraktekan di masyarakat. Lemahnya praktik dan pendidikan Pancasila di masyarakat akan berimplikasi kepada kualitas generasi penerus bangsa, karena lingkungan masyarakat juga ikut andil dalam membentuk kepribadian seorang anak. Dengan demikian, perlu upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut, di antaranya adalah dengan memasang poster-poster yang bersifat nasionalisme di lingkungan sekitar, mendirikan kampung perdamaian dll.

            Maka dari itu, perlu adanya sinergitas dari seluruh elemen masyarakat untuk mendidik generasi penerus estafet kepemimpinan bangsa agar mereka memilki kepribadian dan kualitas berkepribadian Pancasila, sehingga akan mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Mari, kita berbondong-bondong mempraktikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dan kita juga harus ikut andil dalam menyalurkan nilai tersebut ke generas berikutnya, agar persatuan dan perdamian Indonesia senantiasa terjaga.Wallahu a’lam bi al-shawaab