Friday, 30 July 2021

Refleksi Sejarah Nabi dan Sahabat (Kitab Akhlak Lilbanin Juz 3)

 Mata Pelajaran            :Tarikh (Khulasoh Nurul Yaqin Juz 3)

Materi                          : Perjalanan Ke Tiga : Perjalanan Abu Bakar Sesudah Islam

Pemateri                      : Ust. Misbah, S.Pd.I.

1. Abu Bakar rodi allahu ’anhu adalah selalu menjadi sahabat yang setia pada Rasulullah s.a.w. sebelum diangkatnya menjadi nabi.

2 . Ketika Nabi Muhammad S.A.W. telah diangkat sebagai rasul,  maka ’Abu Bakar itulah pertama-tama orang yang beriman (percaya) pada beliau di antara golongan orang-orang  lelaki.

3. Beliau juga mengajak kawan-kawannya, maka dengan beliau  inilah banyak orang yang masuk dalam agama Islam, diantaranya ialah ’Utsman bin ’Affan, Zubair bin ’Awwaam dan  Thalhah bin Abdullah.

4. Beliau juga seringkali membeli hamba sahaya yang mukmin  lalu dimerdekakan semata-mata untuk mencari keridlaan  Allah.

5. Ketika Rasululiah s.a.w. berhijrah, Abu Bakar selalu mengawani beliau, juga sampai masuknya ke dalam gua. Di Madinah beliau itu senantiasa membela Rasululiah dan terus mendampinginya dalam peperangan-peperangan. Abu Bakar pulalah yang membawa bendera perang ketika terjadi perang Tabuk.

6. Beliau beribadat haji dengan sekalian orang Islam pada tahun ke sembilan dari hijrah.

7. Sewaktu Rasululiah S.A.W. sakit Abu Bakar diperintahnya  untuk bersembah yang dengan para muslimin, maka shalatlah beliau sebagai Imam. Ini adalah suatu tanda bahwa beliau adalah mempunyai hak yang penuh untuk menduduki jabatan sebagai Khalifah.

Demikian sekilas pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Sulam Taufik)

Pendidikan Berbasis Pancasila Memperkuat Persatuan Bangsa

Oleh: Ahmad Asrori, S.H.

Peneliti di Lembaga Hukum dan HAM Kendal  dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

Pendidikan adalah senjata paling kuat yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia

               Demikianlah, petuah yang disampaikan oleh Nelson Mandale—Presiden Afrika Selatan periode 1994-1999—tentang pentingnya sebuah pendidikan dalam mengubah tatanan masyarakat dunia. Pendidikan yang baik dan benar serta berbasis—dasar—Pancasilaharus ditanamkan sejak se-dini mungkin untuk menjaga persatuan dan perdamaian NKRI. Sebab, NKRI sebagai negera kepulauan yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, dan budaya sangat rawan akan gesekan dan pertikaian antar sesama, dengan begitu perlu adanya penguatan karakter Pancasila sejak dini untuk mengatasi permasalahan tersebut.

               Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan upaya untuk memajukan budi pakerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakat. Dalam hal ini, pendidikan dapat kita artikan kedalam berbagai macam, kalau dalam segi formal ada tingkat SD sampai Perguruan Tinggi, sedangkan yang non formal bisa melalui orang tua, keluarga dan masyarakat sekitar.

            Pentingnya pendidikan berbasis atau berdasar pada nilai Pancasila sejak dini menjadi hal yang harus dilakukan, baik di ranah pendidikan formal maupun non formal. Sebab, dengan nilai Pancasila akan lebih mudah mencapai tujuan Negara Indonesia—memajukan kesejahteraan umum—serta dengan nila Pancasila tersebut pula kehidupan sehari-hari masyarakat, akan tercipta suasana cinta kasih, harmoni, dan damai. Namun, perdamian tersbut sangat sulit dicapai, bila masyarakat Indonesia hanya mengedepankan nafsu menguasai sehingga memicu adanya konflik, penindasan, dan intimidasi dll.

            Di era digital ini, pendidikan literasi berbasis Pancasila juga harus diperjuangkan di dunia maya. Sebab, menurut lembaga pasar e-Market, pengguna internet di seluruh alam mini diperkirakan mencapai 3 miliar pada 2015 dan tiga tahun setelahnya, yakni 2018 diperkirakan akan mencapai 3,6 miliarpengguna internet. Perlu kita ketahui, bahwa pengguna internet atau user tentu tidak hanya menerima informasi di media, malainkan mereka juga memproduksi. Dengan demikian, perlu orang-orang yang terdidik untuk meminimalisir berita yang bersifat hoax, kebencian, fitnah, adu domba, dll yakni generasi yang memiliki kepribadian nilai-nilai luhur Pancasila.

Kekuatan Pancasila diuji kembali

            Dewasa ini, terjadi kasus teror dan kasus yang membelot dari nilai Pancasila, sebut saja peristiwa Ibu yang meledakan dirinya dengan bayinya yang berumur 2 tahun. Ibu tersebut adalah Mak Abu, yang merupakan Istri dari Husain—Abu Hamzah— yang pada hari selasa, 12-03-19 ditangkap oleh Densus 88/Anti terror Polri, karena terduga sebagai teroris. Mabes polri telah menyelidiki, bahwa Mak Abu dan anaknya yang berusia 2 tahun telah meledakan diri di kediamanya sekitar pukul 01.20 pada hari Rabu, 13-03-19. (Tribun Jateng: 14-11-20).

            Peristiwa tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Perlu adanya upaya dan peran dari lembaga pemerintahan yang konkrit untuk membasmi teroris dan paham radikal. Tentu peran sekolah dalam penenaman nilai-nilai Pancasila dan anti paham radikalisme juga menjadi faktor penentu. Penanaman tersebut dapat dilakukan dengan memberi mata pelajaran Pancasila, Pendidikan Agama, dan Kewarganegaraan. Dan yang paling urgen lagi adalah bagaimana sistem pendidikan sekolah tidak hanya dalam ranah teori saja, melainkan juga diranah praktek sehari-hari.

            Senada dengan itu, penanaman pendidikan berbasis Pancasila juga harus dipraktekan di masyarakat. Lemahnya praktik dan pendidikan Pancasila di masyarakat akan berimplikasi kepada kualitas generasi penerus bangsa, karena lingkungan masyarakat juga ikut andil dalam membentuk kepribadian seorang anak. Dengan demikian, perlu upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut, di antaranya adalah dengan memasang poster-poster yang bersifat nasionalisme di lingkungan sekitar, mendirikan kampung perdamaian dll.

            Maka dari itu, perlu adanya sinergitas dari seluruh elemen masyarakat untuk mendidik generasi penerus estafet kepemimpinan bangsa agar mereka memilki kepribadian dan kualitas berkepribadian Pancasila, sehingga akan mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Mari, kita berbondong-bondong mempraktikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dan kita juga harus ikut andil dalam menyalurkan nilai tersebut ke generas berikutnya, agar persatuan dan perdamian Indonesia senantiasa terjaga.Wallahu a’lam bi al-shawaab

 


Belajar Bahasa Ahli Surga (Arab) Dengan Nahwu Shorof

Mata Pelajaran            : Shorof (Jurmiyah)

Materi                          : Pengertian I'rab (I'rob) dan Pembagianya

Pemateri                      : Ust. Yunus, S.E.I.



باب الإعراب

الإعراب : هو تغيير أواخرِ الكَلِم،لاختلافِ العوامل الداخلة عليها لفظا أو تقديرا،

وأقسامُه أربعة : رَفع، ونَصب ، وخَفْض ، وجَزْم.

فللأسماء من ذلك الرفع،والنصب، والخفض، ولا جزم فيها.

وللأفعالِ من ذلك : الرفع ، والنصب، والجزم ولا خَفضَ فيها.

 

I'rab adalah perubahan akhir kata karena perbedaan amil yang masuk padanya baik perubahan secara jelas (lafdzi) atau dikira-kira.

JENIS I'ROB

I'rab ada 4 (empat): rafa', nashab, jer (khafadh), jazm.

I'ROBNYA ISIM (KATA BENDA)

I'rab dari kata benda (isim) adalah rafa', nashab, jer (khafadh)

I'ROBNYA FI'IL (KATA KERJA)

I'rab dari kata kerja (fi'il) adalah rafa', nashab, jazm.

Demikian sekilas penjelasan  dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

Akhlak; Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat (Kitab Akhlak Lilbanin Juz 3)

 Mata Pelajaran            : Akhlak (Akhlak Lilbanin Juz 2)

Materi                          : Kewajiban mencari Ilmu bagi setiap muslim

Pemateri                      : Ust. Kharisman, S.Pd.I.

 

1. Wajib niat ketika mencari ilmu, karena segala sesuatu harus diawali dengan niat. Nabi bersabda"انماالاعمال بالنيات"  "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya". Ketika mencari ilmu hendaklah berniat untuk mencari ridho Allah, kebahagiaan akhirat, memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang banyak, menegakkan agama islam. Dan juga diniati karena untuk mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan.

2. Mencari ilmu jangan diniatkan untuk mencari pengaruh, memperkaya diri, atau ingin mendapat kehormatan didepan pemimpin negara.

3. Orang yang berilmu hendaknya janganlah menjadikan dirinya hina karena tamak terhadap sesuatu yang tidak pantas, jangan sampai terjerumus ke dalam kehinaan. Bersikaplah tawadu (rendah hati), dan berbuatlah iffah (berhati-hati dalam melakukan sesuatu).

Demikian sekilas pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

Pentingnya Belajar Fiqih Dalam Beribadah (Mabadi Fiqh Juz 2)

Mata Pelajaran            : Fiqih (Mabadi Fiqh Juz 2)

Materi                          : Ahkamul Islam dan penjelasanya

Pemateri                      : Ust. Muwato, M.Pd.

Dalam Islam terdapat hukum yang mengatur bagaimana kita berperilaku di kehidupan sehari-hari. Hukum tersebut biasanya didasari pada Al-Quran, Hadist, dan kesepakatan para ulama. Sehingga tolak ukur tersebut kerap kali disebut sebagai hukum Islam. Wajib, Sunnah, haram, makruh, dan mubah adalah lima istilah syara’ dalam hukum islam.

Berikut penjelasan hukum Wajib, Sunnah, haram, makruh, dan mubah beserta artinya.

1. Hukum Wajib

Hukum Wajib adalah suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan mendapat dosa. Kata lain dari hukum wajib adalah fardhu, fardhu dibagi menjadi dua yaitu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.

fardhu ‘ain yaitu harus dikerjakan oleh semua umat Islam, contohnya salat lima waktu, puasa, dan sejenisnya.

fardhu kifayah yaitu suatu kewajiban atau keharusan yang telah dianggap cukup apabila telah dikerjakan. Lalu, berdosalah seluruhnya jika tidak seorang pun muslim yang mengerjakannya, contohnya melayat dan menguburkan mayat.

2. Hukum Sunnah

Hukum Sunah adalah mendapat pahala apabila dikerjakan, dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.

Sama seperti Hukum Wajib, Hukum sunah juga dibagi menjadi dua yaitu sunah mu'akkad dan sunah ghairu'muakkad.

Sunah muakad adalah sunah yang sangat dianjurkan untuk mengerjakannya seperti salat tarawih, salat dua hari raya, dan sejenisnya.

Jika Sunah ghairu’muakad adalah hukum sunah yang biasa, contohnya seperti salat sunah dan puasa sunah.

3. Hukum Haram

Haram adalah suatu perbuatan yang ditinggalkan mendapat pahala dan jika dilaksanakan mendapat dosa, contohnya minum minuman keras, memakan babi, zina, berjudi, fitnah, ghibah.

4. Hukum Makruh

Hukum Makruh yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan tidak berdosa dan apabila ditinggalkan mendapat pahala, contohnya makan dan minum dalam keadaan berdiri, melakukan wudhu di dalam kamar mandi, sikat gigi saat berpuasa.

5. Hukum Mubah

Hukum Mubah yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan tidak mendapat pahala dan tidak mendapat dosa dan jika ditinggalakan juga tidak berdosa dan tidak mendapat pahala.

Sehingga hukum mubah inti jelasnya adalah boleh saja dikerjakan dan boleh ditinggalkan contoh perbuatannya yaitu melamun.

Thursday, 29 July 2021

Akhlak; Kunci Kesuksesan Dunia Akhirat (Kitab Ta’lim Al-Muta’alim)


Mata Pelajaran            : Akhlak (Ta’lim AL-Muta’alim)

Materi                          : BAB I Pengertian Ilmu dan keutamaannya

Pemateri                      : Ust. Setyo Darussalam, S.Pd.I.



lmu Itu Apa?
 Ilmu adalah kunci segala kebaikan. Ilmu merupakan sarana untuk menunaikan apa yang Allah wajibkan pada kita. Tak sempurna keimanan dan tak sempurna pula amal kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu Allah disembah, dengannya hak Allah ditunaikan, dan dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.

Kebutuhan pada ilmu lebih besar dibandingkan kebutuhan pada makanan dan minuman, sebab kelestarian urusan agama dan dunia bergantung pada ilmu. Imam Ahmad mengatakan, “Manusia lebih memerlukan ilmu daripada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dua atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu diperlukan di setiap waktu.”

Jika kita ingin menyandang kehormatan luhur, kemuliaan yang tak terkikis oleh perjalanan malam dan siang, tak lekang oleh pergantian masa dan tahun, kewibawaan tanpa kekuasaan, kekayaan tanpa harta, kedigdayaan tanpa senjata, kebangsawanan tanpa keluarga besar, para pendukung tanpa upah, pasukan tanpa gaji, maka kita mesti berilmu.

Namun, yang dimaksud dengan kata ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”

Mendalami Kitab Klasik Aqoid Diniyah Juz 4

Mata Pelajaran            : Aqidah (Durus Al-Aqāid Ad-Diniyyah Juz 4)

Materi                          : Pendiri Ilmu tauhid dan Hukum mempelajarinya

Pemateri                      : Ust. Ahmad Khosim, S.H.I.

 

Orang yang pertama tama mendirikan atau menyusun ilmu tauhid ialah Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur al-Maturidi dan pengikut pengikut mereka. Tentu kita jangan hanya mengetahui nama nama mereka sebagai pendiri pendiri ilmu Tauhid tapi sekurang kurangnya harus mengetahui siapa mereka itu? Di bawah ini terlampir ringkasan sejarah mereka:

1- ABU AL-HASAN AL-ASY’ARI

Nama lengkapnya Abu Al-Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Bisyr Ishaq al-Asy’ari al-Yamani al-Bashri. Al-Asy’ari kabilah yang berasal dari Yaman, tapi beliau lahir dan besar di Bashrah – Iraq.

Abu al-Hasan Al-Asy’ari lahir di Basra tahun 260 H, namun sebagian besar hidupnya di Baghdad sampai beliau wafat tahun 324H. Beliau adalah seorang pemikir muslim pendiri paham Asy’ari. Sebelum mendirikan faham Asy’ari, beliau sempat berguru pada seorang Mu’tazilah terkenal, yaitu Abi Ali al-Jubba’i, namun pada tahun 299 H dia mengumumkan keluar dari faham Mu’tazilah, dan mendirikan faham baru yaitu faham atau thariqah Ahli Sunnah Wal Jamaah yang kemudian dikenal sebagai thariqah Asy’ariah. Banyak tokoh pemikir islam yang mendukung pemikiran-pemikiran beliau, salah satunya yang terkenal adalah Imam besar Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu Kalam, Tauhid dan Ushuludin.

Walaupun banyak juga ulama yang menentang pamikirannya, tetapi banyak masyarakat muslim yang mengikuti pemikirannya. Orang-orang yang mengikuti dan mendukung pendapat dan faham beliau dinamakan pengikut “Asy’ariyyah”, bahkan tidak sedikit nama nama mereka dinisbatkan kepada nama imamnya (Al-Asy’ari). Diantaranya pengarang kitab ini ”Al’Aqaid Ad-Diniyyah”, Habib Abdurahman bin Saggaf Assagaf sangat menyenangi jika namanya dinisbatkan kepada nama Abu Hasan Al-Asy’ari

Di Asia mayoritas penduduknya muslim banyak yang mengikuti faham imam Abu Hasan Al-Asy’ari, yang diserasikan dengan faham ilmu Tauhid yang dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi terutama pelajaran yang menyangkut pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama “sifat 20”. Pelajaran ini banyak diajarkan di pesantren-pesantren di seluruh Indoneisa, dan di sekolah-sekolah formal pada umumnya seperti Jamiat Khair (dahulu) yang dipelopori oleh Habib Utsman bin Yahya dan Habib Ali Al-Habsyi.

2- ABU MANSHUR AL-MATURIDI

Abu Manshur Muhammad bin Muhammad al-Maturidi As-Samarqandi berasal diri daerah Maturid di Samarqand- Uzbekistan. Tidak diketahui dengan jelas tahun kelahiranya, tapi bisa dikatakan bahwa beliau lahir pada masa pemerintahan khalifah Al-Mutawakil Al-Abbasi, dan diperkirakan beliau lebih muda dari Abu al-Hasan Al-Asy’ari 20 tahunan

Abu Manshur al-Maturidi sama dengan Abu al-Hasan Al-Asy’ari adalah pemikir muslim dan pendiri faham Ahli Sunnah Wal Jama’ah dengan dalil dalil yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw dan juga bersendarkan kepada dalil Aqli. sehingga dia diberi julukan “Imam Al-Huda” atau “Imam al-Mutakalimin”. Abu Mansur al-Maturidi dan Abu al-Hasan merupakan tokoh tokoh pertama yang mendirikan faham Ahli Sunnah Wal Jama’ah terutama dalam ilmu yang bersangkutan dengan Aqidah dan mengenal Allah.

Pemikiran Abu Manshur berkisar sekitar ilmu Ta’wil al-Qur’an, Usul Fiqih, Ilmu Kalam, Tauhid dll. Setelah beliau menerapkan pemikirannya kepada masyarakat, beliau mulai mencatatnya dan meluncurlah setelah itu beberapa buku beliau terutama tentang ilmu Akidah diantara kitab kitab beliau yang terkenal adalah “at-Tauhid”, “Ar-Rad ‘Ala Al-Qaramithah”, “Bayan Wahmi al-Mu’tazilah” dan masih banyak lagi kitab kitab beliau yang bertujuan untuk mempertahankan akidah Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Telah disebut dalam beberapa marja’ bahwa Abu Manshur Al-Maturidi wafat pada tahun 332H di Samarqand dan kuburannya sangat dikenal masyarakat setempat.

 

HUKUM MEMPELAJARI ILMU TAUHID

Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardu ’ain atau wajib bagi setiap mukallaf (orang yang akil dan baliqh), laki laki dan perempuan. Jadi mempelajari ilmu tauhid adalah wajib atau satu keharusan bagi setiap orang baik laki laki atau perempuan yang memiliki akal sehat dan telah memasuki umur dewasa sebelum ia mempelajari ilmu ilmu agama lainnya. Karena ilmu ini bersangkutan dengan keimanan dan  keberadaan Allah dan para rasul rasul-Nya.

Jelasnya mempelajari ilmu tauhid adalah wajib bagi setiap mukallaf dan muslim, karena hal ini bisa membawanya untuk mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah dan mempercayai akan sifat wajib Allah yang dua puluh dan harus diketahui juga sifat mustahil bagi Allah.

Demikian sekilas tentang pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

Menggali Dasar Islam Yang Ke-Dua (Kitab Bulughul Marom)

Mata Pelajaran            : Hadist (Bulughul Marom)

Materi                          : Bab Melihat Hilal

Pemateri                      : Ust. Ahmad Yazid, S.Pd.I.

 

Demikian sekilas penjelasan  dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.

 

*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.

 

Belajar Membaca Al-Quran Dengan Alat Kitab Yanbu’a Jilid 7

 

Mata Pelajaran            : Tajwid (Yanbu’a jilid 7)

Materi                          : Hukum membaca Hukum Ta’awudz dan Basmalah

Pemateri                      : Ust. Luqman, S.H.I.

Hukum Ta’awudz dan Basmalah – Adab sebelum membaca Al-Qur’an salah satunya adalah membaca ta’awudz kemudian dilanjutkan dengan membaca basmalah yang terdapat hampir di semua surat dalam Al-Qur’an, sebelum ayat pertama.

            Kita perlu mengetahui bagaimana bunyi lafadz ta’awudz dan basmalah yang benar dan juga hukum membaca keduanya sebelum membaca Al-Qur’an.

Pengertian Ta’awudz dan Basmalah

Ta’awudz atau taawuz disebut juga bacaan isti’adzah. Ta’awudz adalah do’a memohon perlindungan Allah SWT agar terhindar dari godaan atau bisikan setan yang terkutuk. Manfaat membaca ta’awudz adalah membuat hati kita menjadi tenang karena sudah bertawakal kepada Allah SWT dan menghindarkan diri dari perkataan maupun perbuatan yang sia-sia.

Ta’awudz merupakan bentuk pengakuan terhadap keagungan Allah SWT sekaligus kelemahan kita sebagai hamba-Nya. Kita tidak berdaya melawan musuh yang bersifat batiniah seperti setan dan hanya Allah SWT sebagai penciptanya lah yang mampu mengusirnya.

Bunyi bacaan ta’awudz atau isti’adzah yang paling afdhal menurut mayoritas ahli qira’ah adalah:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيم

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”

 

Basmalah atau bismilah disebut juga bacaan tasmiyah. Basmalah merupakan kalimat yang terdapat di setiap awal surat dalam Al-Qur’an, kecuali Surat At-Taubah.

Basmalah termasuk kalimat thayyibah yang biasa dibaca sebelum memulai perbuatan baik, sehingga apa yang dikerjakan akan bernilai ibadah dan diniatkan untuk mengharap ridha dari Allah SWT.

Lafadz Basmalah adalah:

بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Hukum Membaca Ta’awudz dan Basmalah

Hukum membaca ta’awudz sebelum membaca Al-Qur’an adalah sunah. Sebagaimana firman Allah SWT yang terdapat dalam Surat An-Nahl ayat 98 yang berbunyi:

 

فَاِذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ۞

Artinya:

Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl [16]: 98)

 

Hukum membaca basmalah di dalam membaca Al-Qur’an terbagi menjadi 5, yaitu:

Wajib : di permulaan Surat Al-Fatihah karena merupakan ayat pertama Surat Al-Fatihah.

Sunnah : di permulaan surat, kecuali Surat Al-Fatihah dan Surat At-Taubah.

Mubah : di pertengahan surat, kecuali di pertengahan Surat At-Taubah.

Makruh : di pertengahan Surat At-Taubah.

Haram : di permulaan Surat At-Taubah.

 

Cara Membaca Ta’awudz dan Basmalah

Cara membaca ta’awudz, basmalah, dan awal surat ketika membaca Al-Qur’an terbagi dalam 4 cara:

Membaca ta’awudz, basmalah, dan awal surat secara terpisah, misalnya:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ۞ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ۞ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

2. Membaca ta’awudz, basmalah, dan awal surat secara bersambung, misalnya:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

3. Membaca ta’awudz secara terpisah dengan basmalah dan surat, misalnya:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ۞ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

4. Menyambung ta’awudz dan basmalah sementara surat dibaca secara terpisah, misalnya:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ۞ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

Cara Menyambung Dua Surat

Cara menyambung di antara dua surat terdapat 3 cara:

1. Membaca akhir surat, basmalah, dan surat yang baru secara terpisah, contohnya:

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ۞ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ۞ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

2. Membaca surat, basmalah, dan surat yang baru secara tersambung, contohnya:

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

Sedangkan untuk cara menyambung Surat Al-Anfal dan Surat At-Taubah bisa dengan 3 cara:

1. Terpisah

اِنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ۞بَرَاۤءَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖٓ

 

2. Bersambung

اِنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ بَرَاۤءَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖٓ  

 

3. Terpisah tanpa bernafas (saktah)

بَرَاۤءَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖٓ ۜ  اِنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

 

4. Berhenti ketika selesai membaca surat, kemudian membaca basmalah disambung dengan surat yang baru, contohnya:

 

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ۞ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞

 

Cara yang tidak dibenarkan adalah menyambung akhir surat dengan basmalah, kemudian berhenti dan memulai surat yang baru. Alasannya karena akan terkesan basmalah itu bagian dari surat. Misalnya:

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ۞ قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ۞