Mata Pelajaran : Aqidah (Jawahirul Kalamiyah)
Materi :
Bab 1 (Beriman Kepada Allah)
Pemateri :
Ust.Agung Maulana rois , S.H.
PEMBAHASAN PERTAMA: IMAN KEPADA ALLAH SUBHAANAHU WATA’ALA
#Tanya Bagaimana cara beriman kepada Allah Subhaanahu Wata’ala ?
Jawab Yaitu hendaklah meyakini bahwa Allah Subhaanahu Wata’ala
memiliki segala sifat yg sempurna dan jauh dari sifat kekurangan.
#Tanya Bagaimana cara beriman kepada Allah Subhaanahu Wata’ala
secara lebih rinci ?
Jawab Hendaklah meyakini bahwa Allah Subhaanahu Wata’ala memiliki
sifat : Wujud (Ada), Qidam (dahulu), Baqa (Kekal), Mukhaalafatu Lilhawaadits
(Berbeda dengan Makhluk), Qiyaamuhu Binafsih (Mandiri dan tidak membutuhkan yg
lain), Wahdaaniyyah (Maha Esa), Hayah (Hidup), ‘Ilm (Mengetahui), Qudrah
(Berkuasa), Iraadah (Berkehendak), Sama’ (Mendengar), Bashar (melihat), Kalam
(Berbicara). Dan meyakini bahwasanya Allah itu adalah Al Hayyu (Maha Hidup),
‘Aliimun (Maha Mengetahui), Qaadirun (Maha Berkuasa), Muriidun (Maha
Berkehendak) Samii’un (Maha Mendengar) Bashiirun (Maha Melihat) dan
Mutakallimun (Maha Berbicara)
#Tanya Bagaimana cara meyakini Wujud (Keberadan) Allah ?
Jawab Hendaklah meyakini bahwa Allah itu ada, dan keberadaanNya
DzatNya itu ada dengan sendirinya tanpa memerlukan wasilah atau perantara. Dan
meyakini bahwa keberadaanNya itu wajib adanya, tidak mungkin Dia pernah tiada.
#Tanya Bagaimana cara meyakini Dahulu (Qidam) nya Allah ?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu Maha Dahulu
adaNya, yakni Allah itu ada sebelum adanya sesuatu selainNya, dan bahwasanya
Dia tidak terikat waktu dan keberadaanNya tanpa awal.
#Tanya Bagaimana cara meyakini Kekekalan (Baqa’) Allah ?
Jawab Hendaklah meyakini bahwasanya Allah itu Dzat yg kekal abadi
dan kekekalanNya tersebut tanpa batas akhir. Dan hendaklah meyakini bahwasanya
Dia tidak pernah berubah sama sekali serta Dia tidak pernah bersifat tiada pada
pada waktu tertentu (kekekalanNya tidak terikat ruang dan waktu).
#Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu bersifat Mukholafatu
Lil Hawaadits (Berbeda dengan segala hal yg baru / makhluk )?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah tidak menyerupai
sesuatupun, baik DzatNya, sifatNya maupun perbuatanNya.
#Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Dzat Allah itu berbeda dengan
segala hal yg baru / makhluk ?
Jawab Hendaklah meyakini bahwasanya Dzat Allah itu tidaklah sama
dengan makhluk ciptaanNya, berupa wajah misalnya. Segala hal yang kita lihat
atau bayangkan dalam hati maka Allah tidaklah seperti bayangan tersebut. Laitsa
Kamitslihi Syaiun (Tiada satupun yg serupa denganNya)
#Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Sifat Allah itu berbeda dengan
sifat segala hal yg baru / makhluk ?
Jawab Hendaklah meyakini bahwasanya ‘ilmu (pengetahuan) kita tidak
sama dengan pengetahuan Allah, Qudrah (Kekuasaan) kita tidak sama dengan
kekuasaan Allah, Iradah (kehendak) kita tidak sama dengan kehendak Allah, Hayah
(sifat hidup) kita tidak sama dengan sifat hidupnya Allah, sifat mendengar (Sama’)
kita tidak sama dengan sifat mendengar Allah, Bashar (sifat melihat) kita tidak
sama dengan pendengaran Allah dan Kalam (sifat berbicara) kita tidak sama
dengan sifat kalam Allah.
#Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Perbuatan Allah itu berbeda
dengan perbuatan segala hal yg baru / makhluk ?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya perbuatan Allah Subhanahu
Wata’ala tidak serupa dengan perbuatan makhluqNya, karena Dia dalam berbuat
sesuatu tidak membutuhkan perantara maupun alat.
Firman Allah dalam surat yasin Ayat 82 : Sesungguhnya perintah-Nya
apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka
terjadilah ia. Dan hendaklah meyakini, bahwasanya Allah menciptakan sesuatu
tidak berarti karena Dia membutuhkannya. Juga kita harus meyakini bahwa Dia
tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia atau tanpa guna, karena Dia bersifat
Maha Bijaksana.
#Tanya Bagaimana cara meyakini Kemandirian Allah (Qiyamuhu
Binafsihi) ?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah Subhaanahu Wata’ala
tidak membutuhkan sesuatu apapun, Dia tidak butuh tempat dan tidak membutuhkan
makhluk sama sekali. Dia Maha Kaya dan tidak membutuhkan apapun, bahkan segala
sesuatu lah yang membutuhkan Allah Subhaanahu Wata’ala.
#Tanya Bagaimana cara meyakini Kehidupan Allah (Hayah / hayat) ?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah Subhaanahu Wata’ala
Maha Hidup dan bahwa kehihidupan Allah tidak seperti hidup kita. Karena
sesungguhnya kehidupan kita membutuhkan perantara seperti mengalirnya darah dan
nafas sedangkan kehidupan Allah tanpa memerlukan apapun. Kehidupan Allah itu
bersifat dahulu (Qodim), kekal (Baqo’) dan kehidupanNya tiada pernah hilang
maupun berubah sama sekali.
#Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu bersifat Wahdaniyyah
(Maha Esa) ?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu Satu dan tidak
memiliki teman atau sekutu. Tidak ada yg menyamai maupun menyerupaiNya. Tiada
lawan yg sebanding maupun penggantiNya.
#Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu bersifat ‘Ilm (Maha
Berpengetahuan) ?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu memiliki sifat
Maha Berpengetahuan dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Mengetahui segala
hal, baik yang tampak maupun yg tidak. Dia mengetahui jumlah pasir, titik air
hujan maupun daun pepohonan. Dia Mengetahui hal yg rahasia maupun yg jelas.
Tidak ada yg bisa bersembunyi dari Nya. Dan hendaklah kita meyakini bahwasanya
pengetahuan Allah itu tidak membutuhkan usaha meraihnya, namun pengetahuan
Allah akan segala sesuatu itu telah ada sejak zaman azali sebelum sesuatu itu
ada.
#Tanya Bagaimana cara meyakini Ke Maha Kuasaan Allah ?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwa Allah itu memiliki sifat Maha
Kuasa dan bahwasanya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
#Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Berkehendak
(Iradah / iradat)?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwa Allah itu memiliki sifat Iradah
(Maha Berkehendak) dan Dia lah segala tujuan, tidak ada sesuatupun yg dapat
terjadi tanpa kehendak Nya. Maka apa saja yang Dia kehendaki maka akan terjadi
dan apapun yg tiada dikehendakiNya, maka tidak mungkin akan ada atau terjadi.
#Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Mendengar
(Sama’)?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu bersifat Maha
Mendengar dan sesungguhnya Allah mendengar segala sesuatu baik nampak atau pun
yg tersembunyi. Namun, pendengaran Allah Subhanaahu Wata’ala tidak seperti
pendengaran kita , karena pendengaran kita sebagai makhluk memerlukan alat
perantara berupa telinga sedangkan pendengaran Allah tanpa memerlukan perantara
apapun.
#Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Melihat
(Bashar)?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwasanya Allah itu bersifat Maha
Melihat , dan Dia Maha Melihat atas segala sesuatu. Dia Maha Melihat hingga
semut hitam kecil berjalan di malam gelap gulita sekalipun, bahkan yg lebih
kecil dari itu (atom). Tidak ada yg dapat bersembunyi dari penglihatan Allah,
baik yg ada di bumi maupun di luarnya, baik yg ada di langit maupun di luarnya.
Namun, penglihatan Allah berbeda dengan kita sebagai makhluk. Sesungguhnya
penglihatan kita membutuhkan perantara yakni mata, sedangkan penglihatan Allah
tanpa membutuhkan alat perantara.
#Tanya Bagaimana cara meyakini bahwa Allah itu Maha Berbicara
(Kalam)?
Jawab Hendaklah kita meyakini bahwa Allah itu bersifat Maha
Berbicara. Akan tetapi kalam Allah tidak sama dengan kita sebagai makhluk Nya.
Sesungguhnya pembicaraan kita diciptakan dalam diri kita dan membutuhkan alat
perantara berupa mulut, lidah serta kedua bibir. Sedangkan Kalam Allah tidak
seperti itu (tidak butuh alat perantara).
#Tanya Beritahukan kepada kami apa sajakah sifat mustahil yg tidak
mungkin dimiliki Alloh ?
Jawab Yaitu semua sifat yg mustahil bagi Allah. Maksudnya adalah
segala sifat yg tidak mungkin dimiliki Oleh Allah. Yaitu diantaranya : ‘Adam
(tiada), huduts (baru ada), Fana’ (binasa), mumatsalatu lilhawaadits (serupa
dengan makhluqNya), Ihtiyaaju lighairihi (membutuhkan kepada selainNya),
Wujuudus Syarki (adanya sekutu), Al ‘ajz (Lemah), Karohiyah (terpaksa, maksudnya
terjadinya sesuatu tanpa kehendakNya), Al Jahl (bodoh) dan sifat buruk lainnya.
Dan sesungguhnya Allah tidak bersifat hal2 di atas karena itu adalah sifat
kekurangan. Dan Allah Subhaanahu Wata’ala tidaklah bersifat kecuali dengan
sifat yg sempurna.
#Tanya Mohon diterangkan sifat yg boleh (Jaiz) ada pada Allah
Subhaanahu Wata’ala !
Jawab Yaitu sifat melakukan Fi’lu Kulli Mumkinin Aw Tarkuhu
(Melakukan sesuatu atau pun meninggalkannya). Seperti menciptakan manusia dalam
keadaan kaya atau sebaliknya yakni miskin, memberi kesehatan atau sakit dan
lain sebagainya.
#Tanya Apa maksud lafadz “ Istawa’ ” pada firman Allah : Arrahmaanu
‘Ala Al ‘Arsy Istawaa (Surah Thaha :5)
Jawab Yg dimaksud dengan kata Istiwa adalah Istiwa yg pantas bagi
keagungan Allah Ta’ala yg Maha Pengasih. Makna Istiwa’ sudah diketahui (Ma’lum)
tapi bagaimana itu dilakukan Allah, tidak diketahui (Majhul) dan tidak perlu
dipertanyakan. Istiwa’ Allah atas ‘Arsy tidak serupa dengan bersemayamnya
manusia diatas perahu, hewan
tunggangan ataupun kendaraan. Barangsiapa menggambarkan Allah
seperti itu, maka dia telah terkena penyakit wahm (angan2 yg sia2) karena ia
telah menyerupakan Pencipta (Allah) dengan CiptaanNya (Makhluk), padahal telah
jelas berdasarkan akal dan dalil (Naql) bahwa Allah tidak menyerupai
sesuatupun.
Maka sebagaimana dzat Allah tidak menyerupai sesuatupun dari
ciptaanNya, maka segala hal yg disandarkan kepada Allah tidak mungkin serupa
dengan segala hal yg ada pada makhluk.
#Tanya Apakah mungkin dikatakan bahwa Allah itu memiliki dua
tangan, mata dan selainnya ?
Jawab Telah disebutkan hal tentang penyandaran satu tangan kepada
Allah dalam firman Nya “Tangan (kekuasaan) Allah berada di atas tangan orang2
itu” (Surah Al Fath :10) Dan ayat tentang penyandaran dua tangan kepada Allah dalam
firman Nya :
“Apa yg mencegahmu untuk bersujud kepada Dzat yg telah
menciptakanmu dengan kedua tanganNya (KekuasaanNya) ?” (Surah Shad : 75)
Dan ayat tentang penyandaran “mata” kepada Allah dalam firman Nya :
“Dan bersabarlah akan hukum tuhanmu dengan kedua mataKu (perlindunganKu)”
(Surah At Thuur : 48)
Adalah tidak boleh menyandarkan kepada Allah kecuali apa yg telah
ditetapkanNya dalam kitab yg telah diturunkanNya atau yang telah ditetapkan
oleh utusanNya
#Tanya Apakah yg dimaksud dengan lafadz Yad (tangan) pada ayat
tersebut di atas ?
Jawab Yg dimaksud dengan lafadz Yad (tangan) pada ayat di atas
adalah arti yg pantas bagi Allah Subhaanahu Wata’ala, begitupun dengan lafadz
A’yun (mata). Karena segala hal yang disandarkan kepada Allah Subhaanahu Wata’ala
maka tidak akan sama dengan sesuatu yg disandarkan pada makhluk. Barangsiapa
meyakini bahwa Allah memiliki tangan seperti tangan makhluqNya atau meyakini
Allah bermata sebagaimana mata makhluqNya, maka dia telah terkena penyakit wahm
(angan sia2) karena telah menyerupakan Allah dengan ciptaanNya, padahal Tiada
suatupun yg serupa dengan Allah Subhaanahu Wata’ala.
#Tanya Kepada siapa pendapat di atas – yakni tentang makna kata2
istiwa’, yadain dan A’yun – disandarkan ?
Jawab Pendapat yg telah diuraikan di atas tersebut adalah pendapat
ulama Salaf (terdahulu). Adapun Ulama khalaf (yg datang kemudian) mayoritas
menafsirkan lafadz Istiwa’ dengan arti “ Istiila’ ” (menguasai), Menafsirkan
kata “Yad” dengan nikmat atau kekuasaan serta lafadz A’yun dengan Penjagaan
(Hifdz) dan Pemelihara (Ri’ayah). Hal itu karena kebanyakan ulama khalaf
tersebut khawatir jika kata2 tersebut tidak ditakwil atau digeser dari makna
dzahirnya maka akan terkena pemahaman “Tasybih” (menyerupakan Allah dengan
CiptaanNya). Padahal baik Ulama Salaf maupun Khalaf telah sepakat, siapa saja
yg menyerupakan Allah dengan makhluqNya maka dia “Sesat” (Dhallun).
Sebagian dari mereka mengatakan bahwa termasuk ke dalam tasybih
(menyerupakan Allah dengan makhluk ) jika tidak ada dalil ‘aqli dan Naqli yg
menunjukkan bahwa orang tersebut meyakini tanziih ( kesucian Allah ).
Barangsiapa menyerupakan Allah dengan makhlukNya (menganggap Allah itu
bertangan, bermata, duduk dan lain sebagainya) maka pendapat itu berasal dari
dirinya sendiri (bukan pendapat Ulama Salaf maupun Khalaf).
#Tanya Bagaimana mungkin kita menetapkan sesuatu (meyakini makna
ayat Mutasyabihat apa adanya), lantas kita mengatakan “Bagaimana Allah
melakukannya itu tidak diketahui?
Jawab Hal itu bukanlah sesatu yg aneh karena sesungguhnya kita
mengetahui bahwa diri kita memiliki sifat seperti berilmu, berkemampuan,
berkehendak- di sisi lain kita tidak mengetahui cara terjadinya sifat2
tersebut. Sebaliknya, kita mendengar dan melihat tanpa tahu bagaimana bisa
pendengaran dan penglihatan itu terjadi. Bahkan sesunguhnya kita berbicara dan
tidak tahu bagaimana pembicaraan itu bisa keluar. Jika kita mengetahui
bagaimana caranya hal itu terjadi maka hilanglah keraguan kita. Dan banyak lagi
hal yg serupa. Jika hal2 tersebut di atas disandarkan pada diri kita (sementara
kita tidak dapat memahaminya), maka bagaimana pula halnya jika perkara tersebut
disandarkan pada Allah Subhaanahu Wata’ala…..
#Tanya Diantara dua pendapat tersebut, manakah yg paling rajih
(kuat) ?
Jawab Pendapat Ulama salaf (terdahulu) lah yg paling kuat karena
lebih aman dan kuat. Adapun madzhab khalaf (ulama terkini), maka kita boleh
memakainya saat dlarurat dan hal itu berlaku bagi sebagian manusia yg
dikhawatirkan terjatuh pada keyakinan Tasybih (menyerupakan Allah dengan makhlukNya),
jika kalimat2 di atas tidak ditakwilkan bagi mereka. Maka menakwilkan hal
tersebut di atas dibolehkan menurut pendapat yg masyhur.
Demikian
sekilas pembahasan dalam kitab tersebut. Semoga menjadi menfaat bagi kita
semua. Wallahu A’lamu bi Al-Showaab.
*Editor. Ust. Ahmad Asrori, S.H.
No comments:
Post a Comment