Wednesday, 18 August 2021

Belajar Bahasa Ahli Surga (Arab) Dengan Nahwu Shorof


 Mata Pelajaran            : Shorof (Jurmiyah)

Materi                        : Pengertian Haal ( حال )

Pemateri                      : Ust. Ahmad Najih, S.Pd

 

Haal ialah  isim Manshub yang menyatakan  keterangan suasana  yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana  fa’il. Seperti dalam misal  :

 

جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا = Zaid sudah  datang sambil  berkendara

 

Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada  di dalam firman Allah Swt, inilah  :

 

فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا = “ Maka keluarlah Musa dari kota tersebut  ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).

 

Lafazd خَٰائِفًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana  Musa masa-masa  keluarnya.        

 

Atau menjelaskan suasana  maf’ul, laksana  dalam misal  :

 

رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku sudah  menunggang kuda sambil  berpelana.

 

Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana  kuda waktu dipakai  angkutan di atasnya. Dan laksana  yang ada  dalam firman Allah Swt. Berikut :

 

وَأرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا

“ Kami mengutusmu menjadi rasul untuk  segenap manusia.”(An-Nisa:79)

Lafazh رَسُوْلًا menjadi haal dari maf’ul huruf   kaf yang ada  pada lafazh وَاَرْسَلْنٰكَ.

 

Atau menyatakan  kedua-duanya ( fa’il dan maf’ul ), Seperti dalam misal  :

 

لَقَيْتُ عَبْدَاللَّهِ رَاكِبًا = Aku sudah  bertemu Abdullah sambil  berkendaraan.

 

Yang dimaksud sambil  berkendaraan tersebut  ialah  aku atau Abdullah, atau kedua-duanya.

 

 

B.     SYARAT- SYARAT HAAL DAN CONTOHNYA

 

1. Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali nakirah. Apabila terdapat  haal dengan lafazh ma’rifat, maka me sti di-takwil-kan dengan lafazh nakirah, seperti misal  :

 

جَاءَ زَيْدٌ وَحْدَهُ = Zaid sudah  datang sendirian.

Taqdirnya ialah  :

جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah  datang sendirian

 

Keterangan :

Lafazh وَحْدَهُ Berkedudukan sebagai haal. Sekalipun lafazhnya menunjukan format  ma’rifat, namun  maknanya di takwil-kan nakirah. Bentuk lengkapnya ialah  :

 

جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah  datang sendirian.

 

2. Kebanyakan haal tersebut  dalam format  musytaq (terbentuk dari tasrif/pergantian bentuk), berakar dari mashdar, Misalnya : Lafazh رَاكِبًا Berakar dari lafazh رُكُوْبٌ (mashdar ) dan lafazh خَائِفًا berakar dari lafazh خَوْفٌ . Terkadang haal ada pula  yang berbentuk jamid ( tidak musytaq ), namun  berisi  arti  musytaq, laksana  dalam contoh-contoh inilah  :

 

بَدَتِ الجَارِيَةُ قَمَرًا = Anak perempuan tersebut  tampak laksana  bulan.

Yang dimaksud dengan bulan merupakan   bercahaya.

 

بِعْتُهُ يَدًا بِيَدٍ= Aku telah memasarkan  barang tersebut  secara timbang terima.

Yang dimaksud dengan istilah timbang terima merupakan   jual beli secara kontan.

 

وَادْخُلُوْا رَجُلًا رَجُلًا = Masuklah kalian seorang-seorang.

Yang dimaksud dengan seorang –seorang merupakan   berurutan.

 

3. Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali me sti setelah  sempurna kalam-nya, yaitu  sesudah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan arti  bahwa lafazh haal tersebut  tidak termasuk di antara  dari kedua unsur  lafazh jumlah, namun  tidak pun  yang dimaksud bahwa suasana  kalam itu lumayan  dari haal ( tidak memerlukan  haal ) dengan berlandaskan firman Allah Swt :

 

وَلَاتَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا

“Dan janganlah anda  berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra`:37)

rdapat  shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali me sti dalam format  ma’rifat, sebagaimana yang telah diajukan  pada contoh-contoh tadi atau dalam format  nakirah bila   ada haal yang membolehkannya, yakni  : Hendaknya haal melampaui  nakirah. Hendaknya nakirah di-takhshish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak setelah  nafi. Contoh haal yang melampaui  nakirah laksana  :

 

فِي الدََارِ رَجُلٌ جَالِسًا = Didalam rumah tersebut  ada  seorang laki-laki sedang duduk.

Lafazh جَالِسًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh رَجُلٌ . Contoh shahibul haal yang di-takhshish oleh idhafah laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt. Berikut :

 

فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً

“Dalam empat hari yang genap”. ( Fushshilat:10)

Lafazh سَوَٰاءً berkedudukan sebagai haal dari lafazh اَرْبَعَةِ .

 

Contoh lainnya merupakan   firman Allah Swt :

وَمَا أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنْذِرُونَ

“Dan kami tidak memusnahkan  sesuatu negeri pun, tetapi  sesudah terdapat  baginya orang-orang yang memberi peringatan”, (Asy-Syu’ra:208)

Lafazh  لَهَامُنْذِرُوْنَ ialah  jumlah ismiyyah yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh قَرْيَةٍ .

 

5. Keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dirasakan  sah sebab  ada huruf   nafi yang mendahuluinya.

Dan qiraat (bacaan) beberapa  mereka (ulama) lafazh مُصَدِّقًا pada ayat inilah  bacaanya dengan nashab, yakni  :

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِندِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَهُمْ

“Dan sesudah  datang untuk  mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan”. (Al-Baqarah:89)

Lafazh مُصَدِّقًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh كِتَابٌ yang nakirah sebab  di-takhshish oleh zharaf, yakni  : عِنْدِاللّٰهِ مِنْ.

 

Haal (الحال) itu ada yang berbentuk zharaf, laksana  dalam misal  :

رَأيْتُ الهِلاَلَ بَيْنَ السَحَابِ= Aku telah menyaksikan  bulan di antara awan.

Lafazh بَيْنَ ialah  zharaf makanan yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh الْهِلَالَ .

 

Ada pun  yang berbentuk jar dan majrur, laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt . inilah  ini  :

فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ

“Maka keluarlah karun untuk  kaumnya dalam kemegahannya”.(Al-Qashash:79)

Lafazh زِيْنَتِهِ فِيْ berkedudukan sebagai haal dari dhamir yang terdapat  di dalam lafazh خَرَجَ .

 

Ada pula yang berbentuk jumlah khabariyyah (kalimat berita) yang sehubungan  dengan wawu dan dhamir (sekaligus). Contohnya laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt. Berikut ini :

 خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ

“ Mereka tersebut  keluar dari dusun  halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)”. (Al-Baqarah:243)

Jumlah atau kalimat وَهُمْ أُلُوفٌ berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazh خَرَجُوْا

 

yang sehubungan  dengan dhamir saja, laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt inilah  :

 اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ

“Turunlah kamu! Sebahagiaan kalian menjadi musuh untuk  yang lain”. (Al-Baqarah:36)

Lafazh بَعْضُكُمْ berkedudukan menjadi mubtada dan lafazh عَدُوٌّ menjadi khabar-nya, sementara  lafazh لِبَعْضٍ sehubungan  dengan khabar dan jumlah mubtada dan khabar menjadi haal dari fa’il lafazh اِهْبِطُوْا , yakni  lafazh أَنْتُمْ yang tersimpan.

 

Atau sehubungan  dengan wawu (saja), laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt inilah  :

لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْب وَنَحْنُ عُصْبَة

“Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami kelompok  (yang kuat)”. (Yusuf:14)

Jumlah atau kalimat عُصْبَةٌ وَنَحْنُ berkedudukan sebagai haal dari lafazh الذِّئْبُ yang sehubungan  dengan wawu saja.

Kata Nazhim :

الحَالُ وَصْفٌ ذُو انْتِصَابٍ آتِي مُفَسِّرٌ لِمُبْهَمِ الهَيْئَاتِ

Haal ialah  washf (sifat) yang di nashob-kan yang bermanfaat  menjelaskan suasana  yang samar.

 

 

وَإِنَّمَا يُؤْتَى بِهِ مُنْكَّرَا وَغَالِباً يُؤْتَى بِهِ مُؤَخَّرًا

Sesungguhnya eksistensi  haal tersebut  dinakirahkan dan pada ghaib-nya ( Umumnya ) diakhirkan (letaknya).

No comments:

Post a Comment